Friday, March 31, 2006

Catatan perjalanan : hari keempat training

Wuhhhh, bangun pagi dan mandi. Badanku sepertinya kurang sehat. Ketika sampai di tempat training ternyata benar. Badanku terasa agak pegal, mulut pahit, bibir mengering, tengorokan serik, tanda-tanda flu.

Aku sms mama kondisiku. Tentu mama jadi makin sedih. Kondisi ini mempengaruhi moodku hari ini. Aku malas beraktifitas. Di restoran makan tempat makan siang aku hanya mojok saja, tak banyak cakap. Yang penting makanan kenyang dan berharap kondisiku membaik.

Ternyata tidak, selesai training aku langsung pulang dan tidur. Pinggangku makin terasa pegal-pegal, kurang minum, badan dingin tapi rasanya panas kalau diselimuti. Tak berselimut dinginnya menusuk. Akhirnya aku meringkuk dibalik selimut, tak peduli bagaimana rasanya. Aku terlelap beberapa jam.

Jam 9an Ony yang juga pulang ke hotel mengajak makan malam. Aku pesan sayur dan ayam untuk lauk. Sayang, mulutku yang pahit menjadikan makanan lezat itu tak nikmat di lidah. Aku tak habis. 7 euro kubiarkan menjadi sampah.

Kembali ke hotel dan melanjutkan tidur. Berharap besok makin membaik. Oh ya, mau minum obat tak ada sendok dan piring kecil untuk menggerus pil, jadi kutunda besok saja setelah sarapan. Mama, Kintan, doakan papa sehat lagi ya...

- 30 Maret 2006, 60 rue Etiene Dollet -

Catatan perjalanan : hari ketiga training

Tak terasa sudah 5 hari aku meninggalkan keluarga. Kangen sangat mendera. Mama, Kintan, dua bidadari membayangi setiap hariku di Paris. Ketika menuju tempat training, dijalan aku melihat ibu-ibu menuntun anaknya, perempuan. Putrinya mungil, berjaket tebal karena dingin. Kulitnya putih, makin terlihat imut. Melihat dia berjalan bersama ibunya tak heran jika perempuan Paris selalu terlihat tergesa-gesa. Jalannya cepat dan ringkas. Sejak kecil mereka sudah dibiasakan seperti itu. Bocah kecil itu terlihat agak kewalahan mengimbangi si ibu.

Ingatanku langsun pulang kampung ke Depok, teringat Kintan. Membayangkan Kintan ketika nanti seumur bocah tadi. Kutuntun jalan-jalan. Dia aktif bertanya apapun yang dia lihat, membuat aku repot menjawab rasa ingin tahunya yang sangat. Oh indahnya, ditemani mama pula. Sekarang Kintan masih berumur hampir 6 bulan, berguling-guling dan merambat ke belakang. Lucu sekali jika ia merambat. Pantatnya diangkat tinggi terus kedua tangannya mendorong kebelakang. Aku dan mama pasti tertawa geli.

Tadi pagi sebelum ada telp masuk, tidak jelas siapa yang telp. Aha, ternyata suara Kintan! Ohhh, kangenku bukan terobati malah menjadi. Rasa yang tidak dapat dilukiskan mendengar celotehnya. Papa kangen sekali Nak. Mama cerita tentang Kintan yang takut pancuran di halaman depan. Mama sedang mengisi bak air mancur, mengganti air, Kintan digendong dan diajak mendekat oleh Mbak Ma. Mama iseng menyiramkan air dari slang kran ke kaki mungilnya. Bukan senang malah tangisan yang keluar. Hahahah. Akibatnya sekarang dia takut diajak mendekat ke pancuran. Gemesin gemesin gemesin .... :(

Materi training hari ini Network Supervision (AOMC V3.1). Dokumennya lebih tebal dari dua hari yang lalu. Tak terasa sudah waktunya makan siang. Iskandar masih saja jadi objek celaan di grup kami.

Bersepuluh kami menuju restoran dekat tempat training. Arvin agak belagu kuat menahan dingin. Karena gemas kami menelanjanginya, jaket dan sweter dilucuti. Tinggal kaos tipis dan celana jeans. Kulihat teman-teman yang memakai jaket tebal masih menggigil, menyembunyikan tangan disaku. Entah bagaimana dinginnya Arvin, hehehe. Jaket dan sweternya ditahan Mas Dadik. Maaf Vin, aku yang memulai tadi :D. Bada hanya nyengir melihat keisengan kami.

Hari ini training diakhiri lebih awal. Ferma mengundang makan malam dan naik perahu menyusuri sungai Seine. Wisata ini sangat menarik, sangat romantis. Teringat beberapa tahun lalu aku naik kapal di Seine. Ketika melewati sebuah jembatan tua, guide menyuruh tutup mata, mencium pasangan masing. Katanya jembatan ini penuh dengan sejarah, sejarah apa entah aku sudah lupa. Nama jembatannya saja sudah tak ingat. Saat itu disebelahku Alen Kurtin dan seorang pegawai cewek dari Ferma, lupa juga namanya. Yang aku ingat wajahnya kecinacinaan. Aku masih sendiri, belum punya mama.

Sebelum menuju tempat janjian, aku, Iskandar, Rio, Dadik, Arvin, Paul mampir ke Gaite. Gaite merupakan jalan biasa, sama seperti di dekat hotelku. Yang membedakan hanya disitu banyak penjual DVD bokep. Alen Kurtin yang memberi tahu. Gaite sendiri katanya punya arti kesenangan. Yang kita tuju rue de Gaite, jalan Gaite. Semua masuk, kecuali aku. Aku berjalan sendiri menuju pojokan jalan, membuat coretan blog ini. Karena mentok aku kembali ke tempat semula. Arvin, Paul, Iskandar sudah berdiri di pinggir jalan, menunggu dua lainnya memilih film. Dari luar tak disangka itu toko DVD bokep dan alat bantu seks. Diluar hanya tertulis DVD, gatged, dan beberapa kata yang aku lupa. Semua tak mencerminkan seks. Yang membuat curiga kenapa toko tersebut tertutup kelambu terus. Toko yang lain tertutup daun pintu seperti toko pada umumnya. Kacanya juga gelap tak tembus pandang kedalam. Ternyata, hehehe. Yang ditunggu keluar juga, mereka membeli bundel DVD. Total yang mereka beli berdua 80 film. Wowwwww! Kami kembali ke hotel karena masih ada 1 jam sebelum jam janjian.

Setengah tujuh lebih kami sampai di tempat janjian. Disitu sudah ada rombongan yang lain. Iskandar, Oni, Agung, dan Yusron. Tingkahnya turis banget, nampang berpose berlatarbelakang menara Eifel. Kami masih harus menunggu Bada dan Jean Marc. Dari hotel aku sudah berencana untuk membaca novel yang aku bawa, kamera tetap aku bawa. Kuhabiskan waktu menunggu untuk membaca. Ditepi Kali Bekasi judulnya, masih karya Pram. Aku bersandar menghadap ke Seine. Pikiranku dibawa ke tahun 1946, masa mempertahankan kemerdekaan dari Nica. Aku tersentak kaget. Dibelakangku beberapa pemuda berwajah arab berlarian kencang dari arah Eifel menjauh ke Trocadero. Ditangannya terdapat bungkusan kresek berisi suvenir miniatur Eifel. Mereka pedagang suvenir ilegal. Keberadaannya dikejar-kejar aparat, walau yang kutahu hanya untuk menggertak supaya tidak berkeliaran dibawah Eifel. Pemuda yang terkhir berjalan santai saja, tak terlihat dia membawa dagangan. Ia menghampiriku. Aku sendirian membaca buku, yang lain ya seperti itulah. Arvin pun sempat nyeletuk, "Sudah bosan motret disini ya?". Cuaca sore ini indah nian, matahari bersinar menyamping membentuk dimensi, pas untuk berburu foto salon. Tapi suhu tetap dingin, bahkan tanganku seperti mati rasa. Dengan wajah tak bersahabat pemuda berwajah arab tadi berkata.
"How much money do you have?"
Kututup novel yang sedang kubaca, kupandang dia dengan wajah diset bengis. Yakin aku dia tidak akan berani berbuat yang macam-macam. Keberadaan dia saja tidak diharapkan disini, apalagi jika sampai membuat onar. Benar saja. Dia melengos begitu saja, membaur dengan kawan-kawannya yang berlarian tadi. Kulihat mereka bergerilya menawarkan suvenir lagi, agak jauh dari tempatku berdiri.

Bada datang, ternyata Jean Marc sudah mengantri tiket di dekat dermaga. Ciri yang mudah aku tandai adalah kepalanya yang 'mengkilap'. Kulihat kapal sudah ramai penumpang. Segera kami naik setelah mendapat tiket. Aku menuju dek belakang yang terbuka, meneruskan membaca. Anginnya kencang sekali.

Semakin sore semakin dingin membeku. Kapal mulai berjalan. Dek belakang ramai sekali, tentu menikmati perjalan dengan kapal di sungai Seine lebih menarik jika di area terbuka. Eksotisme eropanya lebih terasa. Aku berdiri menghadap sungai, membelakangi kapal. Kuteruskan membaca. Disebelah kiriku grup dari Italy, lebih dari 15 orang. Mayoritas kaum hawa. Mereka bernyanyi-nyanyi gembira, seperti paduan suara gereja. Terus tertawa, keras sekali. Sepertinya ada yang menjadi objek ledekan. Nyanyi lagi, semakin berisik. Aku tahu mereka dari Italy karena lagi yang mereka bawakan berbahasa Italy. Aku pernah sekali ke Italy, Milano. Makanya sedikit tahu pengucapan khas gaya Italy.

Paris memang indah, dinikmati dari sudut manapun. Romantis. Sayang sekali aku sendirian, tak ada mama mendampingiku. Kalau ada sudah aku cium kali, hehehe. Jika suatu saat nanti bisa mengajak mama berlibur ke Paris, Kintan aku titipkan di mbahnya, Turen atau Tulungagung :D. Maafkan kenakalan papamu ini Nak.

Persis dikanankiriku berdiri gadis-gadis eropa. Aku sudah berbalik. Sebelah kanan beberapakali kupergoki melirik kearahku. Kulitnya putih bertotol, memakai kacamata ala artis. Umurnya paling berkisar 25an. Sebalah kiri dua orang abg. Dia juga curi-curi pandang. Mungkin mereka heran melihatku yang asyik larut membaca di tengah indahnya wisata berperahu di Seine. Indahnya Paris ditelan heroiknya novel ini. Kututup sejenak, hendak mengambil nafas jeda. Abg di sebelah kiriku melirik sampul novelku. Aku tahu karena posisiku lebih tinggi daripadanya. Dan juga dia benar-benar persis disebelahku. Kutoleh dan dia tersenyum. Dia bertanya buku apa yang aku baca. Dipikirnya buku tentang Paris. Segera aku jelaskan garis besar cerita novel ini. Aku ajak kenalan, aku memperkenalkan diri dulu.
"Where are you from?"
"Greece", jawabnya.
"Wow, european champion."
Namanya Meilina dan yang satu Maria. Disebelahku ada Mas Dadik, kuperkenalkan juga dia ke dua perempuan tadi. Mulailah kami berbasa-basi. Dalam rangka apa kemari, menginap dimana, dengan siapa saja, sampai kapan tinggal. Lumayan untuk mengasah inggrisku yang payah. Mereka pamit masuk kedalam, rupanya kedinginan. Jean Marc dan Bada menghampiriku, diikuti rekan-rekan yang lain, masih dengan berfoto-foto ria. Rupanya Bada juga suka membaca novel, dia menunjukkan buku yang dibawa. Mulai deh aku menjajal inggrisku dengan ngecap bercerita Pramoedya. Kulihat di pinggir sungai ada pemuda digeledah polisi. Mas Dadik masih asyik berburu pori-pori. Kami turun di belakang Notre Dame.

Bersebelas kami melanjutkan perjalana dengan jalan kaki. Tiba di sebuah bangunan megah. Namanya Hotel de Ville. Terpikir olehku itu sebuah hotel, tapi kok besar dan luas sekali. Ternyata itu adalah city hall. Setelah puas berfoto kami berjalan lagi menyeberangi jalan setelah lampu bergambar orang menyala hijau. Jadi ingat wawancara dengan fotografer dari VII yang menetap di Bali, ah siapa ya namanya. Dia menjawab "Yang paling berbahaya adalah menyeberang jalan di Jakarta" ketika ditanya apa yang paling berbahaya yang dia alami selama menjadi jurnalis. Mama pasti mengerti yang ini. Tak terasa sampailah di Centre of Pompidou. Bangunan modern yang luas dan megah, tapi dikelilingi bangunan berarsitek klasik. Didalamnya ada perpustakaan, museum. Semua berkisar tentang modern art. Toko suvenir di depannya juga menjual yang sama. Jika di Jakarta lewatlah di Sudirman. Disitu dibangun gedung perkantoran yang megah dan berkesan modern. Tapi 'dirusak' oleh gaya eropa klasik Davinci. Perbangingan terbalik yang aku pikir pas. Dari sini perjalanan dilanjutkan dengan metro, aku tak ingat apa stasiunnya. Aku hanya mengekor saja kali ini.

Kami makan malam di restoran Cina. Aura cina langsung berasa begitu masuk pintu utama, warna merah mendominasi ornamen ruang. Tembok ditutup dengan kaca bercermin sehingga berkesan luas. Saking mengkilapnya bisa dikira jalan tembus. Meja kami bulat, tengahnya bisa berputar untuk menggilir menu. Aku duduk disebalah Bada. Obrolan di kapal tadi berlanjut dan meluas. Kami membicarakan film, novel, dan sedikit keluarga. Aku takut menyinggung privasi jika sudah berbicara masalah ini. Indonesia dan eropa punya budaya yang berbeda, termasuk batas privasi. Dari situ aku tahu Bada berumur 42, mempunya 3 orang anak, 2 putri dan 1 putra. Yang tertua kalau tidak salah 11 tahun, yang termuda 5 tahun. foto anak laki-lakinya ditaruh digantungan kunci, dia menunjukkan kepadaku. Ganteng. Istrinya bekerja di rumah, membuat usaha penitipan anak. Aku cerita film Dady Day Care, Edhie Murphi bintang utamanya. Mirip dengan usaha istrinya, hanya difilm para bapak yang menjaga. Jam 23:00, kami masih duduk ngobrol. Beberapa sudah mengelus perut dan ngantuk. Jean Marc masih saja menawari nongkrong, menghabiskan malam di cafe. Tentu kami tolak.

Di Depok sekarang tanggal merah, Jumat yang terjepit diliburkan. Kami yang di Paris tetap bekerja. Pukul 06 pagi waktu Depok aku tertidur dibalik selimut tebal.


- 29 Maret 2006, 60 Rue Etiene Dolet -

Thursday, March 30, 2006

Catatan perjalanan : hari kedua training

Nyenyak sekali tidurku semalam. Penghangat ruangan bekerja optimal. Luamayan untuk mengeringkan celana dalam dan kaoskaki bekas kemarin. Segera setelah terbangun aku cari informasi cuaca. Ternyata hari ini tidak lebih baik dari kemaren, hujan suhu 8 derajad celcius. Untung mama sudah membelikan jaket yang anti air.

Hari ini rencananya ada demo besar-besaran menentang undang-undang ketenagakerjaan yang baru. Lokasi trainingku ada di pinggiran Paris, tidak kena imbas. Sebelum berangkat dulu, temanku Toton sering khawatir masalah ini. Aku sudah pernah ikut aksi seperti ini, jadi teringat ketika ikutan tidur di pelataran monas untuk menentang invasi Amerika ke Irak. Justru aku ingin berburu foto demo ini, tapi tidak bisa karena harus mengikuti training.

Pukul 09:30 kami tiba di tempat training. Hanya si Alen Kurtin yang ada di ruangan, dia yang membukakan pintu. Rupanya Bada masih dalam perjalanan. Jelas dia terkena imbas demo ini, karena dia tinggal di luar Paris, dan memanfaatkan kereta untuk menuju tempat kerja. 30 menit kemudian dia datang. Rupanya kereta hanya 1 tiap jamnya. Baju yang dipakai masih sama dengan yang kemarin, begitupula Alen. Aku pun sama :D, tidak membawa deterjen untuk mencuci. Hotel juga tidak menyediakan laundry.

Hari kedua training yang dibahas seputar Statistic Manager. Diluar masih saja hujan. Training dimulai dengan menjawab pertanyaan Mas Dadik tentang timeout pengiriman XCDR. Masih seperti kemarin, training berjalan datar-datar saja. Lebih menarik acara jalan-jalan setelah training, terutama bagi mereka yang lama tidak ke Paris atau bahkan yang belum pernah sama sekali. Teringat aku akan titipan teman kerja mama, Bu Iya, titip gelang seperti yang aku beli buat mama tahun lalu; Heru titip CD musik jazz Uzeb. Teng, teng ... waktunya makan siang.

Masih hujan.

Ada cerita yang menarik di restoran tempat kami makan. Dulu, ada pelayan yang cantik, cantik sekali, pantas jadi model. Kulitnya putih bersih, hidung mancung bertindik, postur tidak terlalu tinggi, rata-rata asia. Rambut lurus sebahu. Namanya Gaile (aku gak tahu ejaannya). Pelayan ini sangat berkesan bagi teman-teman yang pernah ketemu. Mungkin sudah 2 atau 3 tahun yang lalu, tapi cerita tentang dia masih disebut-sebut ketika membicarakan pengalaman training ke Paris. Aku pernah ketemu juga, memang cantik. Sebagai laki-laki aku mengakuinya dong. Itu sebelum ada mama lho :D, mama jangan cemburu ya. Sekarang dia sudah tidak bekerja lagi di resto ini. Kata Maria, pemilik resto dia menjadi penari telanjang di Pigalle. Bisa ditebak komentar yang keluar, "Di klub mana? Nonton yuk."

Selesai makan jam 2, masih hujan.

Training dilanjutkan, selesai jam 4.

Matahari mulai bersinar, tapi suhu masih dingin. Kami memutuskan untuk jalan-jalan ke Opera dan HardRock Cafe. Berganti metro di stasiun Invalides, ganti metro nomor 8. Sial, karena ada demo, beberapa jalur terganggu sehingga terjadi penumpukan penumpang. Metro lama sekali datangnya. Kami putuskan untuk meneruskan perjalanan dengan metro yang tadi kita naiki, nomor 13 jurusan Saint Denis. Turun di Gare Saint Lazare. Membaca nama stasiun metro ini teringat fotografer favoritku asal Prancis, Henry Cartier Bresson. Salah satu foto masterpiecenya dibuat di belakang staiun ini.

Dari Gare Saint Lazare menyusuri jalan sampai Boulevard de Haussmann. Disini banyak pertokoan dan butik. Galeri yang paling terkenal di Paris, galeri Lafayette juga ada, mirip SOGO deh. Hardrock Cafe sejajar dengannya.

Perjalanan sampai di Opera, Opera National de Paris-Garnier. Bangunan megah dan arsitekturnya sangat indah. Tak tergoda aku untuk mengeluarkan kamera.

Setelah gantian berpose di depan Opera, kami melanjutkan ke tujuan akhir di daerah ini, Hardrock Cafe. Ahh, apalagi ini, sangat tidak menarik. Banyak teman-temanku suka mengoleksi pernik-pernik Hardrock, mulai dari gantungan tanda pengenal, boneka, dan yang paling pasaran kaosnya. Dimana ada Hardrock, disitu mereka beli. Tahu sendiri Hardrock mempunyai jaringan hampir di semua kota besar dunia. Amrik punya. Aku ikutan masuk, siapa tahu di dekat toko suvenirnya ada toilet, kebelet pipis. Tidak ada. Ternyata disitu sudah banyak orang, mayoritas orang Indonesia! Mereka memakai jaket hitam bertuliskan BenQ-Siemens. Makin males saja aku. Aku keluar, aku ajak Yusron dan Oni.

Bertiga kami masuk ke butik jam. Didekat pintu masuknya dipajang iklan jam yang harganya tidak sampai 100 euro. Pertama kami melihat dari jendela dulu, siapa tahu ada model yang kami suka tapi harga pas dengan kantong. Di sisi atas aku lihat Omega. Omega Seamaster seperti yang aku pakai harganya 2700 euro! Cuma beda warna. Tak ada model yang disuka.

Masih bertiga kami masuk ke Virgin Mega Store, tujuannya tentu mencari toilet, hehe. Aku ada misi lain, ingin mencari titipan Heru, Uzeb. Tapi sial, tidak ketemu, aku sudah bertanya ke pramuniaganya tapi tidak ditemukan. Aku coba cari sendiri. Nihil. Teman-teman yang dari Hardrock sudah menunggu di depan Virgin, ya tunggu sebentar lagi, kapan lagi aku yang ditungguin.

Ada kejadian konyol di Virgin Mega Store. Karena tidak ketemu yang aku cari, aku turun ke tokobukunya di lantai bawah. Dilantai atas menjual Cd dan DVD musik serta film. Seperti biasanya kalau aku ke toko buku internasional, yang aku tuju tentu bagian fotografi. Koleksi buku fotografi disini juga tidak terlalu banyak, 1 rak sebesar lemari kamarku, 4 tingkat. Ada portrait-nya Henri Cartier Bresson. Aku mengambil sebuah buku yang dipajang di rak paling atas. Kubuka sampul depannya. Gubrakkkk! Buku-buku didekat buku yang aku ambil tadi berjatuhan satupersatu menimpa kepalaku. Beberapa pasang mata disekitar situ sudah melirik ke arah datangnya suara, aku jadi tontongan lucu mereka. Sempat bengong beberapa detik melihat buku-buku berserakan didepanku. Tidak ada pramuniaga yang datang menghampiri membantu menata lagi buku-buku tersebut. Aku punguti dan kumpulkan, taruh begitu saja di raknya kembali, tanpa tengok kiri-kanan. Maluuuu. Tak kulanjutkan melihat-melihat buku fotografi, sudah terlanjur tengsin. Bergegas ku naik dan ketemu teman-teman yang sudah menunggu diluar. Tak kuceritakan kejadian ini.

Ramai-ramai kita naik metro ke Arc de Triomphe, berhenti di stasiun Goerge V. Masih seperti hari sebelumnya, berdua dengan mas Dadik mulai mengeluarkan kamera. Yang lain masuk ke butik Swatch, Iskandar membeli jam tangan. Matahari terbenam di balik megahnya monumen Napolen ini. Disini pula butik-butik kelas VVIP berada, kami di Avenue des Champs Elysees. Kalau di Singapura, Orchad Road-nya. Kalau ngotot mau membandingkan dengan Jakarta, ya mungkin Sudirman yang masuk hitungan. Eh, tapi gak juga sih. Ya sudah tidak apa-apa daripada tidak ada. Mas Dadik lagi senang-senangnya mencoba slow speed photography. Dari tengah-tengah jalan raya, benar-benar di tengah jalan, di batas pembelah jalan. Tripod digelar, dan mulai membidik setelah berkonsultasi seting yang digunakan. Eh eh, ternyata aksinya mengundang turis lain. Mereka ikut-ikutan motret ditengah jalan, lebih dari 5 orang malahan. Foto yang didapat tentu tidak mengecewakan, pantaslah dipamerkan di teman-teman penggemar fotografi di kantor.

Plesiran diakhiri makan malam di McD, masih di kawasan yang sama, nyampah lagi deh. Malam ini dingin sekali, tangan seperti beku tak berasa. Mas Dadik tersenyum puas.

Sesampai di hotel mengetik blog untuk aku upload keesokan harinya. Baru dua baris aku sudah terlelap. Belum mandi.


- 28 Maret 2006, 60 rue Etiene Dollet -

Wednesday, March 29, 2006

Catatan perjalanan : hari pertama training

Beberapa kali aku terbangun di tengah malam, setingku masih Indonesia. Jam 5 mataku sudah tidak bisa dipejamkan lagi. Siaran televisi semua berbahasa Prancis, kecuali BBC. Tak menarik bagiku.

Aku menginap di hotel IBIS Montparnasse. Salah seorang pegawainya yang bertugas membersihkan meja bekas sarapan beragama Islam. Aku tahu ketika tahun lalu menginap di sini, dia menyapa dengan salam. Wajahnya berseri, senyumnya mengembang mendengar salam yang aku ucapkan kepadanya. We're brother.

Jam 8 aku sarapan, 3 orang teman sudah menikmati rotinya. Menu sarapan pagi ini : roti krisan, madu, energen, jus jeruk, 3 biji duku palembang. Yang terakhir mrmbuat heran. Tak lama berselang semua sudah berkumpul, kami bersembilan. Satu jam lamanya menikmati sarapan yang aneh bagi sebagian kami. Segera berbegas ke lobi karena janjian jam 9 dengan Bada. Dari arah kiri hotel aku lihat Bada datang.
"Goog morning", dia membuka pembicaraan.
"Have a good sleep?"

Bada, nama lengkapnya Mohammed Bada. Biasa dipanggil Bada, tapi kadang ada juga yang menyapa Mohammed. Dia salah satu staf trainer di Ferma. Orangnya tinggi, berkulit putih khas eropa. Dari namanya aku gak yakin kalau dia asli peranakan Prancis, sepertinya dia imigran. Dia beragama Islam, tapi tak beraktifitas ibadah seperti muslim biasanya. Wajahnya sudah berkerut-kerut menunjukkan umur yang sudah matang. Di cari manis sebelah kiri ada cincin kuning emas melingkar menghiasai, entah cincin kawin atau cincin penambah ganteng. Satu lagi, orangnya kalem, ngomongnya juga.

Menurut prakiraan cuaca hari ini hujan dengan suhu 10 s/d 16 derajad celsius. BBC menginformasikan 18 derajad. Kepedulian terhadap prakiraan cuaca ini yang tidak dipunyai warga Jakarta, Indonesia bahkan. Kalaupun ada hanya segelintir orang. Buktinya? Jika hujan, lihatlah dibawah jembatan layang, di halte-halte bus, di emperan toko puluhan motor nongkrong dengan asyiknya. Aksi mereka memakan badan jalan sehingga tak jarang malah memperparah kemacetan. Di televisi lokal juga (setahuku) tidak ada yang menyiarkan prakiraan cuaca. Padahal penting sekali. Kejadian seperti angin puting beliung, topan, atau badai bisa diprediksi sehingga jatuhnya korban jiwa bisa dihindari. Memang masalah cuaca tidak sepelik di Eropa. Suhu yang fluktuatif perlu diinformasikan. Di Eropa hujan tidak deras seperti Jakarta, tapi cenderung gerimis tapi berkepanjangan, suhu udara juga stabil. Dari pagi sampai sore. Seperti hari ini, hujan sudah turun sejak subuh.

Bersepuluh kami berjalan menuju metro terdekat, Pernety. Bagi yang pertama kali ke eropa berjalan-jalan di jalanana eropa tentu pengalaman yang asyik. Melihat bangunan-bangunan yang unik, desain yang tidak pernah kita lihat sebelumnya. Di depan stasiun ada 2 orang pemuda membagikan selebaran, seperti salesman menawarkan kartu kredit di mall-mall jakarta. Empat kali ke Paris, baru pertama kali aku temui yang seperti ini. Pemuda di sebelah kananku menyodorkan selembar kertas, aku terima. Aha, ada yang langsung menarik perhatianku. Semua tulisan berbahasa Prancis, tak dimengerti artinya. Hanya logo di pojok kiri atas yang aku kenal sangat. Palu arit! Logo terlarang di negeriku.

Ternyata seleberan itu berisi ajakan demo menolak undang-undang ketenagakerjaan yang baru, besok tanggal 28 Maret. Kira-kira, setengah dari metro akan terganggu operasinya, akan ada penumpukan penumpang di beberapa jalur.

Jam tangan menunjukkan pukul 09:30 ketika kami sampai di ruang training. "Oh, you again". "You, you, you ...", sambil menunjuk aku, Rio, Dadik, dan dua orang dri Gratika. Yang menyapa tadi namanya Cecilia, Cecilia Matev. Pertama kali bertemu dengannya, dia memperkenalkan diri Cecilia Joly. Rupanya nama belakang merupakan nama suami. Tahun lalu nama belakangnya berubah menjadi Matev, suami baru.

Tempat training masih seperti yang dulu. Tahun 2001 kunjunganku pertama kesini. Hanya gerbang di depan kantor yang berubah, sekarang memakai pin. Ah satu lagi, nama perusahaan. Peruhasaan ini dibeli oleh Eserv tahun lalu jika gak salah, jadi namanya ditambah Eserv, logonya juga. Toilet masih sama, ruangan staf juga. Staf yang aku kenal : Alen Kurtin orang kroasia, bos disini; Cecilia Matev ; Muhammed Bada. Satu lagi cewek tapi aku tak kenal.

Training dimulai ...

Sebelum makan siang ada sms dari mama. Mama mau naik kereta balik ke Depok dari stasiun Sudirman. Tapi tela karena sebelum berangkat menunggu teman lain yang numpang, mama juga numpang mobil operasional. Demam mama meninggi. Kekhawatiranku sebelum berangkat ke Paris terjadi. Sedih meninggalkan mama sendiri, sebagai keluarga saat ini. Menjaga Kintan dan bekerja. Sabar ya sayang, ...

Training selesai jam 4 sore.

Pori-pori

Istilah ini muncul pertama kali ketika aku 'ngompori' teman-teman penggemar fotografi di kantor untuk berburu foto bersama. Beberapa orang yang panas mengirimkan hasil jepretannya di email, objek yang diambil manusia dengan wajah sebagai suguhan utama. Wajah perempuan cantik teerutama. Dari situ muncul istilah ini.

Mas Dadik dan aku banyak menngucapkan kata ini di tengah-tengah obrolan. Yang lain hanya bisa bertanya dan mengira-ngira. Tebakan mereka pori-pori adalah foto cewek. Dengan lensa tele barunya, Mas Dadik antusias memburu foto turis yang cantik. Objek lain juga disasar tentunya, tapi pori-pori benar-benar menjadi image. Dan (sepertinya) menjadi stigma miring. Cuek aja deh. Gaya foto snapshot dengan lensa tele aku tidak suka, seperti maling rasanya. Aku lebih suka mengambil gambar dengan lensa wide, mama tahu selera fotoku yang jelek :D

Sore ini target berburu pori-pori di Jardin (garden, taman) Tuileries dan menara Eifel. Yang terakhir sudah banyak orang tahu, walau belum pernah berkunjung ke Paris. Jardin Tuileris merupakan taman di depan musse de Louvre, tempat yang asyik untuk berdiam menikmati sinar matahari. Membaca buku, sampai berguling-guling di rumput bermesraan. Sayang di negeriku sangat minim tempat terbuka untuk umum seperti ini. Kalah dengan mall. Pohon ditaman ini semuanya meranggas, kering tanpa daun. Tapi ketinggian yang sepadan membuat indah, entah bagaimana memotongnya sehingga tinggi sama rata. Ada beberapa kafe di taman ini, kafe terbuka. Di kolam air mancurnya ada bebek dengan warna unik berenang, sesekali mereka mendekat ke orang yang duduk di pinggir kolam sambil melemparkan makanan untuk mereka. Burung dara juga menikmati sore itu. Aku bertingkah seperi anak kecil, berlarian mengejar-ngejarnya. Hehehehe.

Moodku masih tidak berubah, masih teringat keluarga di rumah. Males rasanya membuat foto yang indah, padahal sore ini matahari sangat bersahabat dengan fotografer. Sinar dari samping membuat dimensi. Arsitektuk bangunan di sekitar taman akan sangat menarik diabadikan dengan seting seperti ini. Patung-patung, pepohonan, burung dara yang terbang rendah.Sungguh bagi penggemar foto salon ini saat yang pas. Semua objek menyediakan dirinya untuk diabadikan dengan sudut terindah. Pasangan manusia berbagai ras silih berganti berdatangan. Ada satu grup turis dari Singapura yang minta tolong aku mengabadikan mereka di pinggir kolam.

Mas Dadik larut dalam pori-pori.

Dari sana, kami berlanjut jalan kaki ke Eifel. Jauh, tapi tak mengapa. Karena itulah asyiknya Paris. Rio, Arvin, Paul ternyata pulang duluan. Kebelet boker! Mas Dadik langung beraksi, sampai malam. Aku menjadi tutor ketika membuat foto menara Eifel di malam hari. Indah, pemandangan yang indah, romantis. Tapi tak ada mood untuknya. Yang membuat aku senang hanya karena kehadiranku menjadi manfaat. Aku menjadi teman berburu foto dan guru. Hasil konsultasi dan saran-saranku menghasilkan foto yang indah. Bukan hasil karyaku. Aku hanya menunjukkan jalan. Congrat's ... anda sudah layak disebut fotografer :D.

Hampir tengah malam kami sampai di hotel. Tanpa mandi aku tertidur ...


27 Maret 2006, 60 rue Etiene Dollet, Malakoff

Hi mama ...

Tak terasa sudah 4 hari ku meninggalkan keluarga, lamaaaaa rasanya. Catatan harian yang aku tulis sepotong-sepotong belum aku selesaikan.

Hari ini Paris dingin sekali, 8 derajad celcius. Untung mama membelikan jaket tebal, lumayan menahan dinginnya suhu disini.

Sampai hari ini belum ada masalah dengan makanan. Makan malam selalu ke resto China. Ketemu nasi dan ayam, semalam sayur. Lumayan walau sedikit.

Sepertinya training akan dimulai lagi, aku off dulu ma.

Miss u ma, Kintan ... mmmuach

Tuesday, March 28, 2006

Hari H, sampai jumpa Mama, Kintan :((

Kalender di jam tanganku sudah bergeser, sekarang sudah masuk hari Sabtu tanggal 25 Maret 2006. Hari keberangkatanku. Nanti malam aku akan take off ke Singapura baru kemudian Paris. Berangkat dari Jakarta jam 8an malam.

Sore ini aku harus meninggalkan keluarga untuk satu minggu. Tak tega aku meniggalkan mama sendiri mengurus keluarga. Apalagi sekarang. Kintan sedang susah-susahnya tidur. Dia baru mau tidur diatas jam 12 malam! Malam ini saja ketika aku menulis blog ini, Kintan masih berguling-guling dengan mata ceria di dekatku, dan mama sudah terkulai lemas, tertidur kecapekan. "Oh Kintan, mau tidur jam berapa Nak?"

Untunglah minggu depan hari kerja cuma 3 hari. Tapi tetap seminggu bagi mama untuk mengurusi keluarga. Seminggu sendirian menenangkan Kintan. Seminggu menjagai Kintan yang tidak mau tidur sebelum tengah malam. Semoga kesehatan mama tetap terjaga. Maafkan aku ma. Dolar yang akan aku bawa pulang tidak akan bisa menggantikan. Mama tahu sendiri, aku sebenarnya sedang tidak sreg keluar negeri.

Kintan yang berguling-guling disebelahku mulai rewel, ngantuk kayaknya. Ekspresi suara yang dikeluarkan mulai gak jelas. Mama masih terkulai tertidur disebelah Kintan. Biarlah Kintan semaunya dulu, sampai benar-benar tidur karena capek sendiri. Sebagai catatan, Kintan sudah terguling keluar kasur tipisnya 2 kali. Biasanya kaki yang keluar dulu, ini kepalanya. Karena dia berguling, bukan tengkurap sambil mundur-mundur. Heheheh.

Aku sendiri belum mempersiapkan apa-apa yang akan aku bawa nanti. Semua masih berantakan. Besok pagi saja aku pak semua di koper. Malam ini aku mu menyelesaikan script yang masih error. Besok mau naik apa ke bandara dari Depok juga masih buram. Persiapan yang sudah hanya tiket, paspor plus visa, uang saku.

Waduh,Kintan mau keluar arena lagi! Sudah setengah dua pagi Kintan masih saja guling-guling. Wajahnya tampak memerah ngantuk. Mama masih diam membisa dalam tidurnya. Kucoba gendong karena dia tampak sudah kelelahan. Walah, ... gendonganku memang benar-benar dibenci Kintan. Dia mulai rewel dan siap-siap mengangis. Rengekan sudah dikeluarkan, dan membuat mama bangun. Sekali lagi maafkan aku yang tidak bisa menidurkan Kintan ma, hiks.

Untuk menemani diperjalanan dan seminggu di Paris nanti aku sudah membeli beberapa buku Pram. Memang buku yang aku benar-benar inginkan belum ada, karena kurirnya salah bawa. Tapi gak apa-apa, toh aku sudah berniat mengumpulkan karya tulis dia sebagai penghargaaan atas semua yang sudah dilakukan untuk ikut memperbaiki bangsa ini.

Kintan sepertinya bisa ditidurkan mama.

Sial, ada 1 IN yang masih error, IN MEDAN5. Padahal hari sebelumnya bisa. Dari hasil coba-coba manual, sepertinya memang di SEP1-nya yang bermasalah. Entah diapakan lagi sama orang-orang IN. Suara petir diluar seperti menertawakanku yang bete karena error ini. Hujan turun membasahi tanah, deras sekali. Tidak bisa diteruskan malam ini karena tidak mungkin membangunkan orang IN dini hari seperti ini.

Semoga di Paris nanti bisa akses internet gratis, paling tidak aku bisa nulis di blog atau krim email ke mama. Sebagai obat penenang penyakit malarindu.

Depok, 25 Maret 2006

Friday, March 24, 2006

Berburu Kualitas di Gang Senggol

Seperti hari Jumat yang sudah-sudah, hari ini masih seperti Jumat minggu lalu. Aku sholat Jumat di areal parkir gedung Jamsostek Gatot Subroto. Sayang, kali ini aku telat, khotib sudah naik mimbar dan membuai jamaah dengan ceramahnya.

Ini dikarenakan aku harus mentransfer script-script yang aku buat ke Kang Henry. Dari awal aku yang membuat, memonitor, memperbaikinya jika ditemukan bug. Dokumentasi yang aku tulis bulan kemarin sebagai formalitas untuk audit tidak bisa diandalkan untuk operasional harian. Ya memang aku tulis alakadarnya. Aku tulis dengan detil pun orang audit tidak akan ngerti :D. Kursus singkat yang tadinya dijadwalkan setelah sholat Jumat dimajukan sebelumnya oleh Kang Henry. Harus cepat, ringkas, padat dan tepat sasaran. Waktu yang ada sangat mepet, karena beliau ada pekerjaan diluar setelah Jumat. Alhasil, penjelasanku pun alakadarnya pula. Pasti Kang Henry masih belum jelas, karena memahami jalan berpikir oranglain tidaklah mudah. Eh, kok aku underestimate dia ya, ... padahal siapa tahu dia orang yang hebat cuma belum terlihat saja, ibaratnya mutiara yang terpendam lumpur sawah :D.

Cukup 2 paragraf saja sebagai pembuka, hehehehe. Kebanyakan ya?

3 ding. Sudah menjadi tradisi bagi kebanyakan kelas pekerja seperti aku menganggap hari Jumat sebagai hari yang santai. Beban kerja serasa semakin ringan karena besoknya menyambut liburan. Untuk mengisi kesantaian hari Jumat, belanja atau makan diluar menjadi alternatif. Lihat saja suasana tempat jajanan yang biasanya tersedia di mall atau ITC, pasti penuh. Tapi tak hanya mall atau ITC yang menggeliat, perekonomian kelas gang senggol juga. Aura hari Jumat membuat pedagang menggelar dagangan sejak pagi. Biasanya hanya pedagang makanan yang banyak bercokol, tapi kali ini pedagang nomaden bermunculan. Maksudnya pedagang-pedagang yang hanya berjualan di hari Jumat dan berpindah-pindah dari satu gang senggol ke gang senggol yang lain.

Sebelum aku lanjutkan, pengertian gang senggol disini adalah jalanan (bisa juga benar-benar gang) yang dimanfaatkan berjualan. Jalanan yang dimanfaatkan merupakan jalanan di belakang kawasan perkantoran. Memang mengganggu kelancaran lalu-lintas karena mereka memakan trotoar sebagai etalase. Akibatnya, para pembeli harus berjejalan di jalan untuk sekedar melihat atau memilih barang yang akan dibeli. Pengguna mobil sering dibuat jengkel karenanya. Bahkan dibeberapa kawasan, gang senggol ini digusur karena memang tidak resmi dan dianggap meresahkan lingkungan disekitarnya.

Barang-barang yang ditawarkan beraneka ragam. Cemilan; peralatan rumah tangga; aksesoris dan spare part racing motor; jam tangan aspal; barang elektronik; sarung handphone; tempat CD; dvd film, musik bahkan software-software pendidikan; buku cerita anak, novel, masak-memasak, dekor rumah asli, sama dengan yang dijual di Gramedia; pakaian dan aksesoris; alat jahit tangan; sampai obat tradisional racikan sendiri. Mereka tak segan-segan mendemokan keunggulan jualannya. Pernah juga disuatu Jumat ada penjual yang menawarkan keterampilan sulap. Dia menjual kartu dan trik sulap. Jangan dibandingkan dengan Dedy Corbuzier, ini kelas gang senggol. Yang lucu tukang jual obat pembesar alat kelamin pria. Dia tak segan-segan menunjukkan kelelakiannya sendiri sebagai bukti keampuhan obat yang dijual. "Lihat, gede kan Pak?", sambil tangan kirinya memegangi 'tugu monas'. Tapi si bapak tidak berani begitu kalau ada cewek yang ikut menyimak presentasi dia. Untung masih punya kemaluan, eh malu.

Hari ini aku ikut berpartisipasi berbelanja. Ada dua item yang aku beli. Rumah busi motor dan penguat antena TV. Yang pertama karena aku termakan bujukrayu dia ketika mendemontrasikan alat yang dijual, tahan air dan tegangan dari coil yang dialirkan ke busi konstan. Busi menghasikan percikan api yang besar untu pembakaran, sehingga tenaga motor juga meningkat dan busi bersih dari kerak. Yang kedua karena sebentar lagi ajang MotoGP akan segera dimulai, sedangkan TV7 dirumahku penerimaannya sangat jelek. Siapa tahu alat ini membantu.

Yang ada dibenakku, darimana barang-barang seperti ini? Apa murni kreasi sendiri, atau impor. Ketika aku berkunjung ke Shenzen, menyaksikan kebesaran China sebagai pemalsu ulung. Semua ditiru dan dijual dengan murah. Jangan ditanya soal kualitas. Mendatangkan barang tersebut ke Indonesia tentu saja mudah. Barang tanpa merek dari Cina tinggal ditempel stiker jadilah barang yang punya merek dan siap jual. Harapanku semoga barang-barang yang dijual tadi hasil kerja kreatif sendiri, bangsa sendiri. Jangan sampai label bangsa konsumtif semakin melekat di negeri ini.

Tertarik untuk belanja di gang senggol, sogo jongkok?

Depok Express Pagi Ini

Tetap Berdiri

Semalam mama mengajak naik KRL, karena capek naik motor Depok-Jakarta. Harus bangun lebih pagi nih. Aku sampai terbangun lebih dari 3 kali dari jam 1 sampai adzan Subuh, untuk melirik jam. Alhamdulillah bisa bangun tepat waktu.

Kali ini kami mencoba strategi lain untuk mendapatkan tempat duduk. Berangkat dari Depok Baru, beli tiket dari calo, 1000 rupiah lebih mahal. Asyik dapat tempat duduk! Tapi ada yang mengganjal, kenapa banyak kursi kosong tapi orang-orang memilih menggelar koran di sudut kereta dan dekat pintu yang tidak terbuka? Dalam hati, mungkin mereka merasa tidak beli tiket sehingga malu sama yang beli tiket. Kalau gak salah ada abonemen, dan pelanggan abonemen mutlak mendapat tempat duduk, sepenuh apapun kereta, pelanggan abonemen tetap VIP. Aku dan mama sadar bahwa tiket kami hanya tiket biasa, kalau kosong bisa duduk kalau diusir pelanggan VIP ya tidak apa-apa. Benar juga, setelah pindah ke gerbong lain yang agak penuh tempat duduknya, kami memilih duduk di pojok, kereta belum beranjak dari Depok Lama aku sudah digusur seorang ibu hamil, pegawai negeri menurut perasaanku. Strategi agak meleset ma :D.

Pisang Goreng di KRL

Pukul setengah tujuh kurang lima kereta diberangkatkan. Lokasi kami ada didekat sambungan gerbong. Disitu sudah berkumpul beberapa orang, laki-laki dan perempuan. Dari dialog yang aku dengarkan, disimpulkan bahwa mereka itu geng penghuni sambungan gerbong, pasti setiap pagi mereka akan menggerombol disitu. Yang unik, ada satu bapak-bapak yang berbicara agak keras, "Pisang goreng, pisang goreng". Oala, ternyata si bapak ini menyediakan sarapan bagi gengnya, menunya : pisang goreng, bakwan, lontong isi. Tidak tahu pasti harga per menu. Setelah menyerahkan segulung rupiah ribuan, mereka bercengkerama sambil menikmati sarapan pagi. Kreatif juga si bapak ini :).

Salam Tempel

Tak lama setelah geng disebelahku menikmati sarapan, giliran masinis yang 'sarapan'. Dari sekian banyak penumpang disekitarku, kulirik hanya beberapa saja yang meyerahkan tiketnya untuk dilubangi. Wow! Memang bukan barang aneh, sudah tradisi kata sebagian orang. Tentu lain bagi yang abonemen, mereka bayar didepan untuk satu bulan. Gampang saja mengetahui mana yang abonemen mana yang tidak, dari tempat duduk. Pantas saja infratruktur trasnportasi kereta di JABODETABEK begitu-begitu saja.

Keberuntungan Mama

Sampai di Gambir langsung ganti kopaja 20. Masih berdiri juga, hehehe. Emang nasib kita ma. Melewati kawasan Kuningan yang semrawut akibat pembangunan monorel. Tak apa-apa. Memang harus begitu, setiap gebrakan maju perlu pengorbanan. Mama berkali-kali melihat jam, nyaris setengahdelapan. Air muka mama terlihat bete :D. Mama turun di bawah jembatan penyeberangan depan kantornya. Aku turun diperempatan Kuningan. Krek, krek ... hpku bergetar. Sms dari mama, "Ye ye ye! 07.29". Ahaaa, beruntung ma. Ini untuk kali pertama naik KRL dan tidak telat sampai kantor. Di kantor mama, terlambat 1 menit efeknya harus pulang 30 menit lebih lambat. Misalnya datang pukul 7.31 ya harus pulang 17.00. Padahal kalau absen jam 7.30 masih bisa pulang jam 16.30. Semoga kantorku tidak menetapkan kebijakan seperti pabrikpancinya mama :D.

Tak terasa pesanan nasgorku (telurnya dua, satu dipisah satunya dicampur) sudah datang, ... aku sarapan dulu Ma!

Thursday, March 23, 2006

Pramist

Setelah melahap Bumi Manusia semalam, aku semakin penasaran dengan karya-karya Pram yang lain. Kecanduan. Aku ingin bukunya Pram menemaniku 14 jam di pesawat nanti dan sebagai teman tidur selama seminggu di hotel.

Memang belum bisa menggantikan mama dan bau nano-nano keringat Kintan. Gak apa apa. Ternyata mau gak mau memang aku harus meninggalkan keluargaku untuk sementara. Kalau memang akhir bulan ini aku tidak berangkat, akhir bulan April akan sebagai ganti. Dibulan tersebut ada training lagi, dan Kang Henry mau gak mau harus berangkat :D, karena kalau tidak jatah itu siap diambil oleh bos, hehehehe. Bedanya, kalau aku berangkat April, aku akan merasakan Muenchen. Kota ini sudah aku kencingi lho. Oh ya, aku pertama kali naik pesawat ya ke Muenchen itu, umurku saat itu belum genap 20 tahun. Jangan dibayangkan keudikanku saat itu :p.

Ok, kembali ke bukunya Pram. Setelah beberapa waktu yang lalu berburu di Gramedia, hari ini aku putuskan untuk membeli karyanya di anelinda.com, toko buku yang menurut pengakuan dia hanya menjual buku-buku yang unik dan antik. Salah satunya koleksi karya Pram. Memang karya-karya terdahulu yang diterbitkan Hasta Mitra sudah tidak lengkap lagi, digantikan oleh penerbit Lentera Dipantara. Penerbit ini digawangi oleh keluarga Pram sendiri, dan mereka akan menerbitkan buku-buku lama baik yang dulu dilarang beredar atau tidak, tentu saja setelah stok terbitan Hasta Mitra benar-benar tidak ada lagi di toko-toko buku. Dan sekarang memang sudah tidak ada lagi (di toko seperti Gramedia).

Catatan ini akan aku perbarui terus untuk mencatat karya-karya Pram yang sudah aku dapatkan (dan aku baca). Kalau ada mood nanti aku tulis kenapa aku suka dengan karya Pram. Ingat aku hanya pembaca pemula, tidak mengerti sastra.

Karya Pram koleksiku (aku urutkan berdasarkan tanggal beli) :
1. Jalan Raya Pos, Jalan Daendels (2005)
2. Bumi Manusia (1980)
3. Larasati (2000)
4. Di Tepi Kali Bekasi (1951)
5. Mereka yang Dilumpuhkan (1951)
6. Realisme Sosialis dan Sastra Indonesia (1963) --> paling membikin mumet :(, tapi buku ini yang menjelaskan 'aliran' Pram
7. Sang Pemula
8. Tempo Doeloe --> antologi sastra pra Indonesia, Pram sebagai penyunting
9. Mangir --> naskah drama

Wednesday, March 22, 2006

2 hari lagi sebelum hari H ... :(

Kenapa ya belum ada mood untuk kerja lagi? Makan sudah. Padahal tugas besar sebelum hari H menunggu. Aku harus menyelesaikan script untuk mengirim recharge ke beberapa IN. Malas sebenarnya aku menulis tentang hal ini.
"Hal apa sih Ndri?"
"Aku mau ke Paris ..."
"Wah, asyik sekaliiiii. Mauuuu"
"Bisa lihat menara eifel, monalisa aduh pingin."
"Iya sih, kota beken dunia deh"
"Tapi ..."

Siapa yang tidak kenal Paris? Hayo acungkan tangan! Jika tidak ada aral melintang, tanggal 25 Maret '06 aku akan bertolak ke Prancis, tinggal di Paris untuk seminggu. Tentu saja sangat kurang kalau untuk liburan, menyasar tiap sudut yang romantis dengan lensa kamera.

Kalau ingatanku tidak salah aku sudah 3 kali ke Paris, semua dengan cerita yang berbeda. Termasuk yang akan ke 4 ini. Yang sama adalah aku berangkat untuk training di markas sebuah perusahaan asing. Ferma, sekarang sudah berganti nama menjadi e-Serv.

Sebenarnya training ini bukan jatahku. Oh ya sebelum cerita lebih jauh, di perusahaanku model bagi jatah ke luar negeri masih ada. Sekali lagi bagi jatah. Perusahaan yang memakai sistem kompetensi sebagai tolok ukur penilaian karyawan ini ternyata masih primitif. Orang yang seharusnya mendapat jatah training (karena selama ini dia yang incharge) harus mengalah demi supervisor yang (katanya) 3 tahun belum dapat jatah training ke luar negeri. Kasihan temanku ini. Nah, di divisiku, training ini sebenarnya untuk rekan kerjaku. Kang Henry S. Beliau tidak mau karena ada acara di akhir bulan ini, sehingga namaku diajukan sebagai ganti. Padahal aku juga sedang malas bepergian jauh sampai berhari-hari. Semoga tidak ada teman yang iri karena aku (akan) sudah 2 kali keluar negeri dalam tahun ini.


Mama, Kintan, keluargaku membuat aku malas bepergian tanpa mereka. Keseharianku bersama mereka telah membuat ikatan batin yang kuat. Uang saku 125 USD/hari + 300 USD uang jas tidak ada artinya, walau aku masih punya hutang 18jt ke Kisel. Mama harus pergi-pulang Depok-Jakarta sendiri, menidurkan Kintan (yang sedang susah tidur nyenyak sebelum tengah malam). Berangkat jam 6 (kemungkinan besar kurang, karena harus oper angkot dua kali) ke stasiun Depok Lama untuk mengejar kereta keberangkatan 6:25. Ganti Kopaja 20 menuju kantor di Kuningan. Jika bisa ngabur, pulang memanfaatkan kereta jam 16:55. Turun di Depok Baru, oper angkot D06 turun di perempatan Haji Dimun, naik ojeg. Capeknya tidak terbayar oleh gaji di perusahaan panci. Dan aku jalan-jalan di Paris, ahh andai Kintan dan mama ikut :(.

Semoga kesehatan mama tetap terjaga, bisa menyelesaikan 'target' yang kurang 2 minggu lagi. Dan Kintan tak lupa akan papanya. Papa akan semakin kangen senyummu Nak...

15 Menit yang Menegangkan

Hai mama, ... bagaimana tidurnya semalam? Lumayan nyenyak? Maaf tadi telat lagi, keenakan tidur sih, hujan pula. Sepatuku seperti habis membajak ladang. Dekil banget deh. Petikan gitar I Wayan Balawan mengiringi tulisan ini ma :D.

15 menit menuju 22:30 semalam sunggu menegangkan. Bukan, bukan horror kok. Tak lain dan tak bukan, Kintan. Masih cerita kemarin yang berlanjut. Dan masih akan berlanjut terus, entah kapan selesai.

Mama berusaha keras menidurkan Kintan sejak pukul 21:00, syukurlah berhasil. Aku yang hanya menemaninya selepas menggendong Kintan tidak bisa langsung tidur. Mama sudah berada di alam mimpi. Kulanjutkan membaca novel yang tinggal sedikit lagi selesai. Bumi Manusia karya Pramoedya Ananta Toer.

Kintan bisa nyenyak untuk beberapa saat saja. Tiba juga saat itu. Kintan mulai resah dalam tidurnya. Mengusap-usapkan tangannya ke wajah. Berguling ke kanan dan kekiri, tidak nyenyak. Aku ambil empeng sebagai penenang, ternyata hanya tenang untuk tidak sampai satu menit. Pada gulingan kesekian kali dia menoleh ke arahku, dan yang membikin aku tedang adalah matanya terbuka. Jangan, jangan bangun Nak, kasihan mamamu. Sebisanya aku hindari kontak mata, agar titik sadar dia tidak semakin pulih. Aku puk-puk (pukulan lembut di pantat atau paha), masih saja tangannya menjarah wajah. Benar-benar tidak nyenyak. Terbayang wajah mama yang kusut menggendong Kintan. Mama harus cukup isitirahat, biar produksi ASInya kembali seperti sediakala, masih tersisa 2 minggu untuk ASI eksklusif. Kintan bisa tenang sebentar, mulai lagi dia mengulangi gerakan-gerakan tanda tidak nyenyak. Ya Allah tolong aku. Empeng berkali-kali dimuntahkan. Ayo tidur Nak ...

Dengan wajah memelas aku bangunkan juga mama (akhirnya ...) karena Kintan menunjukkan gejala mau mengeluarkan jurus tangisan. Segera setelah bangun mama menyusuinya. Dia menikmati sekali ASI mama. Cleguk cleguk ..., Kintan mulai tenang.

Aku bilang ke mama, "15 menit yang menegangkan ma". Mata sayunya yang menjawab, mama benar-benar mengantuk. Sebelum aku tertidur, ada beberapa kali mama menyusui Kintan. Alhamdulillah usaha mama ampuh. Aku terlelap, Kintan terlelap. Di tengah-tengah tidurku aku gak tahu lagi kalau Kintan bangun dan mama menyusuinya segera. Entahlah, aku juga tidak bermimpi. Hanya adzan Subuh dari masjid yang terngiang, aku masih terlelap dibalut dinginnya pagi dan gerimis.

Tuesday, March 21, 2006

Ujian dari Kintan

Kintan Naura Ann Nishka. Itu nama anakku, panggil saja Kintan. Kata mama, namanya panjang dan susah dieja, siap-siap sering salah tulis, ngerinya kalau berhadapan dengan dokumen-dokumen resmi semisal ijasah. Contoh riil ketika mertua mengadakan syukuran Kintan, yang mimpin doa salah sebut :D. Maafkanlah papamu ini Nak, dibalik namamu itu papa dan mama menaruh cita-cita. Ada juga yang bertanya, "mana nama bapaknya, kok gak disebut?". Biar saja, biar Kintan bisa berdiri sendiri, lepas dari bayang-bayang orangtuanya. Kintan harus menjadi dan berdiri sendiri.

Kintan lahir 1 Oktober 2005 sekitar 19:30 WIB. Hari yang penuh emosi, harus aku tulis tersendiri. Hari ini umur Kintan 5 bulan 21 hari. Kurang beberapa hari lagi genap enam bulan. Dan selama itu pula Kintan hanya minum ASI. Memang beberapa kali harus dibantu dengan susu kaleng, sudah 5 botol kira-kira, belum termasuk hari ini. Mama berkuat hati untuk Kintan harus ASI eksklusif, 6 bulan lamanya. Dibeberapa buku, bayi umur 4 bulan sudah bisa dimulai mengkonsumsi makanan selain ASI, tapi mama tidak. 6 bulan pokoknya, harus! Tugas yang berat.

Pagi sampai sore kerja di 'perusahaan panci', hingga malam memanjakan Kintan. Beberapa hari ini ujian itu menghampiri. Tentu saja sebelum ini juga sudah banyak yang aku lalui bersama mama, tapi alhamdulillah semua bisa dilewati. Dibenakku sudah terbayang ujian lain yang akan datang dan menyita pikiran. Tapi itu nanti dulu, yang didepan mata saja aku ceritakan.

Sebelum aku lanjutkan, aku ingin mencium mama dulu. Mmmuacchhh. Ajari aku mencintaimu sayang.

Entah ada apa dengan Kintah akhir-akhir ini. Dia jadi susah tidur nyenyak, gampang terbangun. Minggu lalu ia sering bermimpi hingga sesenggukan, dan diakhiri dengan tangisan keras, tangisan pemecah sunyinya malam, beradu dengan jeritan jangkrik dan angin malam. Dua hari ini lain, masih dengan tidur yang tidak nyenyak. Tangan mungilnya diusap-usapkan, mencakarkan kuku-kukunya di wajah. Berguling ke kiri, balik lagi, begitu berkali-kali. Kadangkala empeng cap Pigeon bisa membuat dia lelap lagi, tak bertahan lama. Menoleh kiri-kanan, tatapan matanya mencari kehidupan di sekitar (yang membuat aku dan mama tak kuat menahan tawa). Jrengggg, tatapan ceria itu menjadi tanda bahwa Kintan tidak akan tidur lagi dalam waktu dekat. Padahal hari sudah akan berganti!

Kucoba menggendongnya, gendongan tidur. Ah, Kintan sudah bosan dengan gayaku. Selalu meronta minta turun. Padahal dulu kamu anak papa lho Nak. Hiks, sedihnya aku. Aku harus belajar lagi meninabobokkan, ajari aku ma!

Giliran mama turun tangan, dengan wajah kusutnya, lebih kusut dari pakaian yang belum diseterika. Mata sayu 5 watt, semakin meredup. Aku hanya bisa mendampingi, menghangatkan susu penenang. Sekarang, tidurmalamnya Kintan menjadi tugas tambahan mama, tugas yang belum bisa aku gantikan. Tidur sebelum jam 22:00 menjadi hadiah yang tak ternilai buat mama. Ya, karena harus bangun pagi-pagi, mengejar jam kerja di 'pabrik panci' yang ketat, seketat gaji yang didapat. Entah sampai kapan mama akan bertahan di 'pabrik panci' itu. Target ASI eksklusifpun terancam. ASI produksi mama terus berkurang. Sejak Kintan sering bangun malam. Aku pikir ini efek dari kurang istirahat (ditambah tekanan dari 'pabrik panci' dan manager bergajitinggi yang tidak bisa kerja). Aku sangat khawatir akan kesehatan mama, kuatir sekali, sungguh ini jauh lebih berarti dibanding 'pabrik panci'.

Bagaimana dengan aku sendiri? Jangan khawatirkan aku, jam kerjaku bisa aku atur, selama beban kerjaku beres si bos gak bakalan ngomel. Datang dan pergi semauku. Eits, jangan berkonotasi negatif dulu. Aku bukan pekerja pemakan gaji buta, aku profesional man. Kadangkala keluwesan jam kerja aku bayar dengan begadang sampai pagi jika diperlukan. Karena ada beberapa aktifitas pekerjaan yang hanya bisa dikerjakan tengah malam. Jangan kuatir, selama ini aku gak pernah meminta uang lembur untuk aktifitas ini. Aku benci kerja lembur!

Kembali ke Kintan. Teman sarapan pagi ini bilang mungkin anakku terlalu banyak tidur siang. Dia cerita perilaku anaknya sebagai contoh. Aku pernah coba tanya ke 'mbak'nya dan dijawab tidursiangnya biasa saja. Gak pernah lama, sebentar-bentar bangun. Hmm, aku belum bisa membuktikan. Ide mama untuk memasang kamera tersembunyi suatu saat ingin aku coba, sekalian test sikap 'mbak'nya Kintan jika ditinggal sendiri dirumah. Kayaknya harus minta nasehat dari Uti dan Yangkungnya Kintan, siapa tahu beliau punya pengalaman.

Minggu kemaren dan sekarang menjadi ujian yang berat buat mama. Apalagi minggu depan jika semua lancar aku harus meninggalkan keluarga, ke Paris. Sungguh ke Paris saat ini biasa-biasa saja kalau tidak boleh dibilang malas. Naik motor berdua dengan mama pergi-pulang Depok-Jakarta, menggendong Kintan, melihat senyumnya, membaui bau keringatnya yang asam jauh lebih menyenangkan. Sabar ya ma, kuatkan fisik dan mental. Yakinlah semua ini akan berbalas ma, tidak ada yang sia-sia.

Aku semakin yakin, sorga ada dibawah tapak kaki ibu. I love u mama, ... my Yulia Riani.

-- Papa dan Kintan --

Friday, March 17, 2006

Pembaca Pemula

Akhir-akhir ini aku tersihir oleh novel. Hari-hariku sepulang kerja selalu aku isi dengan bermain dengan Kintan, mama dan membaca novel. Televisi, DVD player menjadi pengangguran. Ah, teringat satu lago hobi lamaku yang tertinggal sejak menikah. Dengar radio. Radio favoritku saat itu Pro2 FM, Ramako. Di dua frekuensi itu aku menikmati saat sebelum tidur dan sesudah terbangun. Dari radio itu pula aku untuk pertama kali mendengar lagu yang dilarang oleh pemerintah, Genjer-genjer. Dibawah ini cuplikan teksnya :

Genjer-genjer mlebu kendil wedange gemulak
Setengah mateng dientas yong dienggo iwak
Sego nong piring sambel jeruk ring ngaben
Genjer-genjer dipangan musuhe sego


Tergelitik juga untuk mempunya MP3nya, tapi entar dulu lah. Aku sedang gandrung dengan membaca novel.

Ketika masih sekolah, Lupus dan Trio Detektif-nya Alfred Hitchcock menjadi santapan rutin. Sekali-kali membaca karya Emha Ainun Najib tapi kok otakku rasanya gak mampu mencernanya, hiks, (dasar otak udang). Tahun 2000 lulus, merantau ke ibu kota, kost di Kebon Sirih, buku karangan Helvi Tiana Rosa, Asma Nadia, Golagong, dan yang sejenisnya jadi konsumsi. Saling pinjam sampai lupa mengembalikan, hilang menjadi hal yang biasa. Sejak mengenal fotografi berkurang aktivitas baca novel, yang ada malah koleksi buku-buku fotografi. Suatu sore teman kantor bercerita tentang Davinci Code, seru obrolannya. Aku pinjam sampai lecek bukunya. Seru ... dan itu menjadi momentum kembalinya ketertarikanku untuk membaca, membaca novel. Korban kedua setelahnya adalah komik Detektif Conan.

Penulis yang aku senangi saat ini adalah Pram, Pramoedya Ananta Toer. Penulis terbesar negeri ini, bahkan beberapa kali menjadi kandidat penerima nobel. Karyanya sudah mendunia. Sampai saat ini belum ada yang menyamai dia, setidaknya bagiku yang pembaca pemula ini. Kisah hidupnya, kritik dan analisanya terhadap generasi negeri ini yang membuat aku semakin jatuh cinta. Tentu ada beberapa pendapat dia yang aku tidak setuju. Wajar lah. Saat ini aku sedang berburu Tetralogi Pula Buru, dan sejauh ini masih kurang tiga buku lagi. Bumi Manusia sudah aku dapatkan di Gramedia, sisanya sekalu out of stock di toko-toko buku online :(.
Beberapa novel yang sudah aku baca :
  • Kenanga oleh Oka Rusmini, berlatar belakang adat dan budaya Bali
  • Laskar Pelangi oleh Andrea Hirata, mengambil seting budaya Belitong
  • Saman oleh Ayu Utami, cerita perlawanan dengan bumbu seks
  • Angle and Demon oleh Dan Brown, berlatar sejarah Katolik
  • Davinci Code masih oleh Dan Brown, idem.

Yang saat ini belum dan akan dibaca :

  • Priyayi oleh Umar Kayam
  • Bumi Manusia oleh Pram.

Lho, kok tidak karya Pram yang sudah dibaca tapi ngaku-ngaku jatuh cinta sama Pram? Hehehe, memang belum ada karya sastranya yang terbaca. Buku dia yang sudah baca ada dua, Jalan Raya Pos, dan Saya Terbakar Amarah Sendirian. Yang kedua merupakan hasil wawancara. Dikedua buku itu aku temukan pemikiran-pemikiran Pram yang jika direlasikan dengan kondisi negara saat ini pas banget.

Yang masih aku cari :

  • Tarian Bumi oleh Oka Rusmini, masih berlatarbelakang budaya Bali
  • Ziarah oleh Iwan Siamatupang
  • Novel-novel Pram tentunya
  • Novel lain yang bagus, menurut ulasan penggemar novel di dunia maya, baik karya anak negeri maupun terjemahan.

Membaca memang membuka ruang di otak kita untuk melihat dunia yang lain, dunia yang mungkin belum pernah kita jamah. Sunggu sangat mengasyikkan. Adakalanya perasaanku larut dalam konflik batin si tokoh, kakiku serasa ikut lari berkejar-kejaran, ah serunya! Hobi fotografiku mendapat tandem yang pas.

Satu lagi yang membuat aku senang, mamanya Kintan juga senang membaca, bisa tandem kalau ke toko buku. Dan yang pasti tidak akan mengeluh lagi karena aku keranjingan baca. Hehehe, jadi ingat saat menikmati Davinci Code dulu :D.

ngantukkkk ...

Berkali-kali aku menguap, ngantuk sekali siang ini. Sindrome hari Jumat. Ini belum sihir kantuk ketika mendengarkan khotbah Jumat nanti. Hmmm, ...

Iseng-iseng baca berita kedatangan penyanyi beken dari Amrik, Lionel Richie. Tak diragukan lagi kemampuannya. Penghargaan yang banyak dia dapat sudah menunjukkan kualitas dia. Kualitas yang top juga harus diimbangi dengan harga yang tinggi pula, 3 milyaran untuk mendatangkannya ke Jakarta. Entah 3 milyar itu netto atau brutto.

Dunia hiburan menjadi ladang usaha yang semakin menggiurkan di negara kuli ini. Semakin semarak secara kuantitas. Kualitas? Jawab sendiri aja ya. Kuli yang telah bekerja keras seharian memang butuh hiburan, harus dihibur agar tidak jemu sehingga esok hari bisa diperas lagi, lebih, lebih, dan lebih lagi. Duhhh, enaknya jadi bos.

Kok jadi gak nyambung ya ...

Wednesday, March 15, 2006

Komentar Sebelum Pulang : Condy, Kondi ...

Kalau Anda sering keluyuran ke forum-forum 'jorok', Anda akan menemukan istilah kondi. Memang beda penulisan antara Condy dengan kondi, tapi pengucapannya? Hehehe, mirip bin sama, kondi = kondom :D. Kalau Condy dilindungi, kondi malah melindungi. Aku lupa istilah dibahasa Indonesia untuk 2 kata yang berbeda tulisan tapi sama pengucapannya.

Barusan buka detikcom dan baca berita seputar kedatangan menlu AS, Condy (Condoleezza Rice). Sangar bo', dikawal sniper, ribuan polisi diturunkan. Itu belum intel, entah intelnya polisi atau TNI. Selain itu si Condy juga membawa pengawal khusus, lengkap dengan senapan canggihnya. Siap tempur.

Gila juga ya, parno banget. Lagian Indonesia mau saja disuruh menggelar pasukan sebanyak itu hanya untuk mengawal satu cewek. Dia memang tamu negara, tapi ya masak se 'wah' itu.

Memang sah-sah saja, tapi apa tidak malah menurunkan citra Indonesia ya? Seperti pembenaran bahwa Indonesia tidak aman.

Sekali lagi (entah sudah berapa kali) Indonesia bertekuk lutut di dengkul Amerika :(.

Iklan di Kompas.com :(

Pagi tadi dan seperti pagi-pagi sebelumnya ketika membaca berita di Kompas (edisi cetak), selalu saja ada iklan yang menutupi teks berita. Sunggu benar-benar menjengkelkan. Memang sih untuk baca berita tersebut gratis, tidak perlu berlangganan. Detikcom saja iklannya tidak sampai menutupi body berita, tahu sendiri detikcom iklannya berjejal seperit itu.

Apa itu karena ada yang tidak support dari browser yang aku pakai ya? Aku pake win XP dan firefox. Seting yang aku gunakan standar-standar saja, apa ada seting khusus yang harus aku ubah supaya enak membaca berita di kompas edisi cetaknya tanpa harus beli koran? Aku coba pake IE, sama saja :(.

Help me dunk ...

17:15 WIB


Mampang Prapatan, 14 Maret '06 pukul 17:15 WIB

Tuesday, March 14, 2006

Negeri Infotainment, Negerinya Selebritis

Sudah bukan hal aneh jika mayoritas warga negeri ini sangat suka hiburan. Bahkan kemajuan sangat pesat di dunia media elektronik dan cetak terjadi di sektor hiburan. Semua bisa menjadi hiburan, termasuk juga aib!

Dari dunia hiburan tersebut muncul istilah celebritis, semua mencoba meminta pendapatnya tentang hal-hal yang aktual, walau pendapat yang diungkapkannya dangkal-dangkal saja. Tak dipungkiri ada beberapa yang kritis, tapi selebihnya ... ya Anda tahulah. Dan anehnya mereka masih saja menjadi idola, entah apa point positif yang bisa diambil masyarakat sehingga masyarakat begitu menggilai. Hiiii ...

Tak afdol bila sebuah media tidak memberitakan selebritis. Silahkan buka web site televisi nasional kita, betapa beragamnya infotaintment yang ada. Beragam nama maksudnya, isi sih itu-itu aja, dangkal. Kalau aku bilang, tidak ada manfaatnya buat negeri yang sedang sakit ini!

Belum sinetron-sinetron kelas kambing yang hanya jual mimpi gak jelas, atau sinetron islam vs gondoruwo. Errghhh, bagaimana nasib kaum muda negeri ini jika tiap hari dicekokin hiburan gak mutu tersebut.

Hiburan memang tidak salah, malah hidup ini akan kacau jika tidak ada hiburan. Negeri ini punya banyak potensi hiburan yang positif. Dari sisi musik misalnya, Indonesia punya musisi kelas dunia. Indra Lesmana, Elfas Singer, Buby Chen, Balawan, dan masih banyak yang lain. Film, sekarang kita punya generasi muda yang hebat, Mira Lesmana, Riri Riza, Garin Nugroho. Sastra tulis, ada Pramoedya Ananta Toer, Seno Gumira, Oka Rusmini. Banyak budaya lokal yang belum tersentuh untuk dijadikan lahan hiburan. Hiburan yang bisa menambah wawasan, menggugah semangat penikmatnya.

Tapi kenapa yang muncul hanya yang 'itu-itu' saja? Kapan pemilik-pemilik media tersebut punya keinginan untuk mengangkat hiburan yang lebih bermutu? Kapan warga negeri ini bisa menikmati hiburan yang bermartabat? Kapan ...

Cepu oh Cepu

Cuplikan berita dari tempo :
"Blok Cepu yang terletak di Bojonegoro, Jawa Timur, memiliki kandungan minyak dan gas dalam jumlah besar, sehingga menjanjikan energi masa depan buat Indonesia. Cadangan minyaknya diperkirakan mencapai 2 miliar barel, sedangkan cadangan gas mencapai 11 triliun kaki kubik. Dengan kandungan sebesar itu, Cepu diperkirakan bakal menjadi ladang minyak terbesar di Indonesia setelah Duri di Riau.

Dengan potensi sebesar itu, mantan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Kwik Kian Gie, kalangan DPR, dan Pertamina meminta agar kontrak pengelolaan blok migas oleh ExxonMobil yang berakhir pada 2010 tidak diperpanjang. Pertamina pun telah menyatakan kesanggupannya untuk mengelola ladang tersebut."

Dalam sebuah dialog di metroTV, acara BUMN forum, direktur baru Pertamina mengatakan bahwa Pertamina tidak sanggup mengoperatori Blok Cepu, karena terlalu besar.

Hari ini, tanggal 14 Maret 2006, menlu AS Condoleezza Rice dijadwalkan datang di Indonesia. Juru bicara Deplu mengatakan bahwa kunjungan menlu AS ini untuk membicarakan peningkatan kerja sama AS-Indonesia. Upeti yang besar sudah disiapkan oleh Indonesia, bukan main-main besarnya, Blok Cepu. Setelah emas di Papua, sekarang emas hitam di Cepu sebagai persembahan.

Indonesia semakin kehilangan harga diri. Pemerintah hanya bisa tunduk dibawah tapak kaki AS. Memang pemerintah membantah tidak ada tekanan dari pemerintah AS, tapi siapa yang percaya? Aku pikir hanya keluarga pejabat negara ini yang percaya (di mulut saja).

Kata-kata dirut Pertamina juga semakin membuat minder, Pertamina belum sanggup mengelola Blok Cepu. Kalau pendapat ini benar, bubarkan saja ITB, ITS dan sekolah teknik-teknik beken di negeri ini! Percuma ada sekolah-sekolah teknik itu kalau hanya bisa dikadalin orang bule.

Pagi ini ada dialog di RRI programa 2, narasumbernya anggota DPR dari PAN, Pak Drajad kalau tidak salah. Beliau bercerita bahwa beliau mendapat tamu dari komunitas ilmuwan (geologi dan geofisika), ilmuwan-ilmuwan tersebut merasa dilecehkan oleh Pertamina bahwa Indonesia belum sanggup mengelola sendiri Blok Cepu. Ilmuwan tersebut mengatakan tinggkat kesulitan di Blok Cepu hanya 4 (dari skala 10). Sama dengan di Tuban. Nah loh!

Jika kita memang tidak punya teknologi yang handal untuk eksplorasi, kenapa tidak kita beli teknologinya? Kirim saja ilmuwan negeri ini untuk belajar teknologi tersebut. Jika Amerika tidak mau membagi ilmunya, kenapa tidak ke Cina, Rusia atau negara-negara Eropa lain. Iran saja yang negaranya banyak konflik bisa menguasai teknologi nuklir.

Setelah Blok Cepu entah manalagi yang akan dijual oleh pemerintah.

Friday, March 10, 2006

arrgh ... errgh



Jakarta, 2006

Supir dan Penumpang



Jakarta, 2006

Senyum Buat Papaku ...


Hadiah terindah dari Mama dan Kintan, ... mmuach


Photo by me, design by mama

Thursday, March 9, 2006

Tuesday, March 7, 2006

Hari Pertama Ber-KRL

Wuhhh, datang ke Stasiun Depok Baru tanpa tahu jadwal. Beli tiket dan menunggu kurang lebih 40 menit, keberangkatan 7:40 WIB. Sebagian penumpang sudah terangkut kereta sebelumnya.


Penumpang sudah mulai berdatangan lagi.


KRL ekonomi menuju Bogor datang. Seorang pelajar turun, ekspresi lelah berjubel-jubel tergambar di raut mukanya.


Kondisi di dalam KRL. Terlihat tidak begitu padat karena sebagian penumpang sudah turun, dan juga arah yang dituju bukan Jakarta, melainkan Bogor. Pada pagi hari arah ke Jakarta sangat padat, begitu sebaliknya. Entah kapan layanan kereta yang murah dan manusiawi bisa terwujud.


Kereta diberangkatkan kembali.


Dan kami masih harus menunggu kereta yang akan membawa kami ke Jakarta.


Jam 9 aku sampai di kantor, ... telattt bo!

Tersenyum ala Kintan

Senyum menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia terbitan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI (Balai Pustaka, 1999) berarti gerak tawa ekspresif yang tidak bersuara untuk menunjukkan rasa senang, gembira, suka, dan sebagainya dengan mengembangkan bibir sedikit. Senyum adalah gambaran jiwa, cermin kepribadian dan tingkah laku seseorang. Selain itu Senyum juga mempunyai banyak arti, raut muka yang mengikuti senyuman menjadi pertanda apa yang ada dibalik senyum tersebut. Senyum sindiran, sinis tentu beda dengan senyum sapaan.

Banyak penelitian yang dikerjakan untuk menelaah senyum. Hasilnya tidak ada yang berkata negatif tentang senyum, kecuali anda
senyum-senyum sendiri tanpa sebab. Tidak percaya? Silahkan tanya google. Karena memang senyum diciptakan oleh Yang Maha Kuasa sebagai sebuah energi positif.

Ternyata tersenyum itu tidak mudah. Adakalanya untuk tersenyum beberapa detik saja, kekuatan yang dikerahkan sangat besar.
Termasuk sekarang ini, ketika aku menulis blog ini. Rasa kantuk yang menyerang membuatku berat untuk tersenyum. Sungguh, aku tidak bohong.

Tapi begitu melihat foto Kintan tersenyum, langsung rasa kantuk perlahan bisa diusir. Apalagi mengingat kejadian semalam ketika dia terbangun.
Tengok kiri-kanan melihat apakah orang-orang disebelahnya terjaga. Aku dan mama tak kuat menahan untuk berpura-pura tidur, pingin ketawa. Dan jebol juga pertahanan mama. Kintan langsung menyambut dengan ciri khasnya, senyum.

Senyum adalah bahasa pertama Kintan ketika bangun tidur dan mendapati ada orang di sekitarnya. Sungguh sebuah inspirasi
bagiku dalam menyambut hari-hari yang akan datang (dan pergi). Ketika bertemu orang-orang baru, Kintan juga tersenyum, penuh ketulusan. Senyum yang membuat gemas setiap orang yang disapanya. Hahahaha, ... Kintan Kintan, kamu sudah mengajari papa bagaimana cara bergaul, mencairkan suasana dan bersedekah. Padahal hadiah bagi yang menggendong Kintan adalah ompol :D.

Kintan, ... mmuach mmuach mmuach.

Monday, March 6, 2006

Never Fall in Love With Your Company

Tanggal 3 kemaren dapat imel dari mama, subjeknya sama dengan judul blog ini. Imelnya baru aku baca detil hari ini, telat bgt yak :D

Nah, silahkan dibaca sendiri deh (aku paste dibawah). Bagi yang sudah pernah baca ya gak apa-apa direview lagi. Kalau ada yang merasa tersindir ya mohon dimaafkanlah hamba yang hina ini.

Kalau boleh aku tambahi judulnya (pakai bahasa Indonesia aja ya), ... Jangan Jatuh Cinta Dengan Perusahaan, Apalagi Dengan Bos. Perlakukan bos dengan proporsional, tidak perlu menjilat apalagi sampai jadi pelayan si bos. Eh, ada lho temanku yang menyiapkan (nelponin koordinator driver dan drivernya sendiri, memastikan bahwa si bos nih yang mau pakai) mobil buat si bos, bahkan membukakan pintu mobil ketika si bos mau masuk. Lain cerita kalau temanku tadi adalah sekretarisnya bos.

---

Seorang CEO sebuah perusahaan IT dari India berbicara dalam sebuah sesi dengan para karyawan tentang filosofi ini. CEO tersebut termasuk dalam 50 orang paling berpengaruh dalam dunia bisnis di Asia (dirilis oleh majalah Asiaweek).

INTICERITANYA ADALAH :

CINTAILAH PEKERJAANMU, TAPI JANGAN PERNAH JATUH CINTA KEPADA PERUSAHAANMU, KARENA KAMU TIDAK PERNAH TAHU KAPAN PERUSAHAANMU BERHENTI MENCINTAIMU - Narayana Murthy.

Bagi yang tertarik membaca pandangan dia secara mendalam, berikut kutipan kata-katanya:
"Saya sering menjumpai orang-orang yang bekerja selama 12 jam sehari, 6 hari seminggu, atau lebih. Beberapa diantaranya melakukan hal tersebut karena diburu-buru oleh deadline, memenuhi target yang telah ditetapkan. Bagi mereka, waktu-waktu panjang yang penuh lembur hanyalah bersifat sewaktu-waktu saja. Ada pula yang menjalani jam-jam panjang dalam hari-hari mereka selama bertahun-tahun. Entah karena orang-orang ini merasa telah mengabdikan diri sepenuhnya kepada pekerjaan, atau bisa juga disebut workaholic.

Apapun alasan yang orang buat untuk bekerja lembur, kondisi tersebut berpengaruh TIDAK BAIK kepada orang yang menjalani maupun orang-orang sekitarnya. Berada dalam kantor selama berjam-jam dalam rentang waktu yang lama, bisa menimbulkan potensi yang cukup besar bagi yang menjalaninya untuk membuat kesalahan. Rekan-rekan saya yang saya kenal sering bekerja lembur, sering membuat kesalahan karena faktor kelelahan. Membetulkan kesalahan-kesalahan ini tentu saja membutuhkan waktu dan tenaga tidak saja dari dirinya sendiri, melainkan orang lain yang secara langsung maupun tidak langsung bekerja bersamanya.

Masalah lain adalah orang-orang yang bekerja pada perusahaan yang menetapkan waktu kerja yang ketat seringkali bukanlah orang-orang yang secara pergaulan menyenangkan. Para karyawan dari perusahaan dengan tipe seperti ini sering mengeluh atau komplain mengenai orang lain (yang tidak bekerja sekeras mereka). Mereka menjadi mudah tersinggung, dan mudah marah. Orang-orang lain menjauhi mereka.

Perilaku semacam ini secara organisasi tentunya merupakan masalah besar, hasil besar akan dicapai oleh sebuah organisasi apabila ada jalinan harmonis dalam kerja sama tim antar karyawannya, bukannya bekerja sendiri-sendiri dan saling menjauhi.

Sebagai seorang manajer, saya harus membantu orang lain untuk meninggalkan kantor tepat waktu. Langkah pertama dan terpenting adalah saya lah yang harus memberi contoh dan pulang ke rumah tepat waktu. Saya bekerja dengan seorang manajer yang menyindir orang-orang yang bekerja lembur terlalu lama. Ajakannya menjadi kehilangan makna ketika orang-orang menerima emailnya dan melihat jam email tersebut dikirim ternyata jam 2 pagi.

Untuk mengajak orang melakukan suatu hal, langkah terpenting adalah memberi contoh dengan melakukannya sendiri. Langkah kedua adalah mengajak orang untuk menjalani hidup yang seimbang. Sebagai contoh, berikut ini adalah langkah-langkah yang menurut saya cukup membantu:
1) Bangun pagi, sarapan dengan menu yang baik, lalu berangkat bekerja.
2) Bekerjalah dengan keras dan pintar selama 8 atau 9 jam sehari.
3) Pulanglah ke rumah
4) Baca buku atau komik, menonton film yang lucu, kumpul-kumpul dengan rekan, keluarga, bermain dengan anak-anak, dll.
5) Makan yang sehat dan tidur yang cukup

Langkah-langkah ini disebut sebagai recreating. Mengerjakan langkah 1, 3, 4, dan 5 akan memungkinkan langkah 2 dilakukan secara efektif dan seimbang. Bekerja secara normal dan mempertahankan hidup yang seimbang adalah
konsep yang sederhana. Langkah-langkah tersebut mungkin akan sulit dilakukan oleh sebagian orang karena orang tersebut akan menganggap perlunya perubahan mendasar yg bersifat personal pada dirinya.

Sebenarnya langkah-langkah ini memungkinkan untuk dilakukan oleh setiap orang, karena kita memiliki kekuatan untuk memilih apa yang akan kita lakukan."

LOVE YOUR JOB BUT NEVER FALL IN LOVE WITH YOUR COMPANY.

Komentar Sebelum Kerja : Salam Tempel Penumpang KRL

Dalam jangka 2 hari, dunia perkeretapian di Indonesia (Jakarta khususnya) mendapat musibah. Ambrolnya atap gerbong dan putusnya kabel listrik KRL. Semuanya meminta jatah korban, luka dan meninggal. Tragis, ... usaha berangkat menjemput rejeki dari Allah malah dijemput oleh malaikat pencabut nyawa. Isak tangis ratapan keluarga yang ditinggal hanya menjadi pelampiasan sia-sia, malaikat tidak akan mengantarkan mereka kembali ke dunia ini.

Pagi ini mama mengajak naik Depok Express, takut sindrom macet hari Senin. Ada pengecekan tiket, tumben! Beberapa kali naik kereta ini baru hari ini ada pemeriksaan tiket. Eh, tapi kok sebentar sekali, dan sepertinya tidak semua menyerahkan tiketnya untuk dilubangi? Ternyata, salam tempel. Khas ibu-ibu di kampung halamanku kalau memberi angpau pada tetangga yang punya hajat. Beberapa lipatan uang (ribuan) menjadi ganti tiket seharga 9 ribu rupiah. Yang ini pasti masuk ke kantong personal petugas, bukan kas PT KAI.

Sudah menjadi rahasia umum bahwa naik KRL atau kereta api antar provinsi pun bisa 'bayar atas'. Tidak perlu membeli tiket, cukup salam tempel. Saya yakin bos-bos besar PT KAI juga tahu hal ini. Untuk mengingatkan penumpang yang suka kirim salam tempel, pengelola KRL juga menempelkan sebuah iklan layanan masyarakat yang kurang lebih isinya "Dengan membeli tiket, anda ikut memelihara kereta ini".

Aku jadi tergelitik, kira-kira berapa ya penghasilan KAI yang hilang akibat salam tempel ini? Aku coba buat simulasi ala kadarnya, KRL Depok Express keberangkatan jam 6:25 sebagai contoh, aku lupa ada berapa rangkaian gerbong yang diangkut, anggap 8. Karena jam padat (dan jam padat inilah yang dimanfaatkan oleh pengirim salam tempel) 1 gerbong anggap terisi 120 orang. Pendapatan yang seharusnya didapat KAI pagi itu kira-kira Rp 8.640.000, 20 hari kerja sudah Rp 172.800.000. Pengamatanku pagi ini di gerbong yang aku naiki, lebih dari 20% penumpang yang memberi salam tempel. Maaf, sekali lagi itu hanya perkiraan dan pengamatan kasar. Jika dijumlah dalam 20 hari kerja, penghasilan yang hilang sekitar Rp 34.560.000, wow. Nilai yang besar. Dan itu masuk kantong-kantong petugas. Petugas disini bukan hanya yang ada dikereta (masinis dan penarik tiket), tapi juga yang bertugas stasiun. Tidak dipungkiri ada oknum-oknum petugas yang 'bersih', biasanya orang seperti ini akan tersingkir. Bagi-bagi 'bonus' ini sudah lazim di perusahaan-perusahaan milik negara.

Bayangkan jika semua penumpang jujur, mau membayar sesuai aturan, petugas bersikap garang terhadap mereka-mereka yang mencoba berkirim salam tempel. Keuangan KAI dikelola dengan profesional. Laba yang besar bisa digunakan untuk membeli kereta baru (bekas Jepang). Kereta bekas krl express yang masih laik bisa menggantikan kereta ekonomi yang semakin memprihatinkan. Jika uang masih sisa KAI bisa berpikir untuk investasi ke teknologi baru. Monorel dari Depok - JKT misalnya. Atau bahkan membuka jalur baru. Siapa tahu kawasan yang macet karena jalan penuh mobil bisa berkurang kemacetannya karena kawasan tersebut sudah bisa dijangkau dengan kereta (tentu yang nyaman dan aman). Jika masih sisa juga bisa untuk mensubsidi pembangunan busway dari Depok - JKT. Wahhh, ... penumpang tinggal memilih tuh, mau naik krl express atau busway. Semuanya anti macet, nyaman, aman. Jalanan jadi lancar karena semua orang bersemangat memanfaatkan angkutan umum (yang terintegrasi) sebagai akses menuju tempat kerja.

Oh ya, satu lagi ladang yang belum dimanfaatkan KAI. Iklan! Selama ini aku lihat iklan hanya dipasang di tempat duduk kereta api eksekutif seperti Argo Bromo. Coba beberapa persen keuntungan KAI di gunakan untuk memperbaiki stasiun-stasiun. Padagang kaki lima ditata dengan manis. Ada petugas yang tegas untuk menindak setiap ketidakdisiplinan. Ketika stasiun sudah enak dilihat, giliran KAI yang mempromosikan stasiun-stasiun tersebut sebagai media untuk iklan. Bayangkan, ada ribuan orang yang memadati stasiun-stasiun seperti Gambir, Depok Lama, Bogor, Dukuh Atas (Sudirman) setiap harinya. Sebuah prospek yang tidak main-main.

Ah, sudah saatnya bangun ...

Selama mental penumpang dan petugas masih seperti itu, semua ini hanya mimpi belaka. Aku yakin penumpang dan petugas yang suka salam tempel tersebut tahu tindakan mereka salah. Entah kapan budaya salam tempel itu hilang.

Thursday, March 2, 2006

Good Luck Chris Jhon!

Seperti yang sudah dilansir di detikcom, sabtu 4 maret 1006, Chris Jhon akan bertanding melawan petinju dari Meksiko, Juan Manuel Marquez. Nama Meksiko mengingatkanku pada tahun lalu, ketika gandrung dengan reality show The Contender (sang juara berasal dari Meksiko). Acaranya dikemas dengan apik, bahkan serunya mengalahkan gelaran siaran langsung tinju nasional di televisi lokal. Praktisi televisi Indonesia memang harus banyak belajar cara mengemas sebuah acara reality sport menjadi sportaintment. Kesan menjiplak bulat-bulat harus dihilangkan. Biar tidak garing!

Kembali ke rencana duel Chris Jhon vs Juan Manuel Marquez. Terbersit pikiran nakal, bagaimana kalau pertandingan dibatalkan karena ada kecerobohan panitia, transportasi yang kacau misalnya. Semakin lengkaplah daftar ketidakprofesionalan Indonesia. Eits, ... itu hanya khayalanku! Aku sampai berkhayal seperti ini gara-fara LBI (PSSI) yang tidak profesional dalam berkerja sehingga team kesanyanganku gagal bertanding di Champion Asia, kalah sebelum bertanding. Semoga gelaran tinju memperebutkan gelar juara dunia kelas bulu versi WBA nanti berlangsung dengan lancar (dan Chris Jhon menang). Sekali lagi nama Indonesia digantungkan dipundak-pundak event-organizer. Dimata orang awam, nama KTI yang dikenal.

Good luck Chris Jhon, Indonesia bangga denganmu! Menang atau kalah adalah hal biasa. Jikalau kalah, kalahlah dengan terhormat. Jangan terpuruk setelah kalah. Yang selalu menang belum tentu juara sejati. Melainkan yang bisa bangkit setelah kalah dan merebut kemenangan dengan cara terhormat.

Komentar Sebelum Bekerja : Tunjangan CEO PT Freeport

Sebuah rutinitas sebelum memulai aktivitas di kantor adalah membaca detikcom. Pagi ini yang menarik mataku adalah berita tentang tunjangan CEO PT Freeport. Gila bo! 15 miliar hanya tunjangan, bahasa jalanananya ceperan. Bukan penghasilan utama. Selama aku bekerja memang tidak aneh melihat angka-angka bilangan sampai miliar bahkan triliun. Tapi itu penghasilan sebuah perusahaan, bukan (tunjangan) personal seorang karyawan perusahaan di Indonesia. Ah, mungkin pejabat-pejabat negeri ini juga mendapatkan yang tidak kalah banyaknya dari CEO Freeport Indonesia, cuma gak di blow up di media saja.

Sangat kontras jika melihat kondisi Papua dengan tunjangan yang diperoleh pejabat Freeport Indonesia. Dengan tunjangan sebesar itu orang pantas menuding bahwa keuntungan yang di peroleh dari 'merampok' Papua tidaklah main-main. Itu baru ceperan yang diperoleh karyawan, bagaimana dengan keuntungan yang diperoleh perusahaan dan para pemegang sahamnya? Sudahlah tidak usah dipikirkan berapa angkanya, takut gak kuat otak kita menghitung berapa pangjang digitnya kalau dirupiahkan.

Lalu apa yang diperoleh Papua? Coba tanya mbah google, pakai keyword kerusakan akibat freeport. Kalau rasa cinta kita terhadap negeri ini
tidak terprovokasi berarti ada yang perlu dipertanyakan. Sebagai salah satu warga Indonesia aku sangat amat kecewa sekali, marah. Papua yang indah dan kaya diacak-acak oleh Amerika, 4 dasawarsa dan (semoga tidak) akan berlanjut. Lihat foto diatas, foto yang aku ambil dari halaman depan web PT Freeport Indonesia. Masihkah ada senyum manis dari saudara-sudara kita yang wajahnya terpampang di foto tersebut?

Membaca buku Jalan Raya Pos, Jalan Daendels karya Pramoedya semakin menyadarkanku bahwa mental pengurus bangsa ini masih seperti yang dulu. Modus yang dipakai sama dengan masa imperialisme Belanda. Orang asing memanfaatkan mandor-mandor lokal untuk memperdaya masyarakat. Dengat sedikit iming-iming kontrak puluhan tahun untuk menjarah secara legal pasti didapat. Ketika mandor lokal lengser (masa jabatan 5 tahunan), ijin penjarahan masih ditangan. Mandor baru yang bermaksud lebih kritis tidak bisa berkutik karena takut menciderai perjanjian tertulis, takut dikecam dunia internasional. Padahal si tukang kecam hanya tukang gertak yang munafik. Imperialis di jaman modern. Sekedar berandai-andai. Jika semua dikelola oleh bangsa sendiri (tentu dengan bantuan asing sebagai trainer atau tenaga ahli) apa semua akan lebih baik? Ah, bukan jaminan. Sebelum pengurus bangsa (dan semua warga negara) bersikap profesional keadaan akan berulang.

Banyak yang bilang negara ini mulai runtuh ketika Soeharto menggulingkan Pak Karno. Kemandirian yang mulai
dicanangkan Pak Karno dinodai dan kemudian dihancurkan oleh mental pengemis Orde Baru. Harga diri sudah jatuh ketika tangan berada dibawah. Budaya ABS (Asal Bapak Senang) semakin berkembang, sekarangpun masih bisa dijumpai!

Kapan ya bangsa ini mampu berdiri dengan dua kakinya sendiri?
Jawabannya, ... 3M-nya Aa' Gym.
Mulai dari diri sendiri, mulai dari yang kecil, dan mulai saat ini juga!