Tuesday, March 21, 2006

Ujian dari Kintan

Kintan Naura Ann Nishka. Itu nama anakku, panggil saja Kintan. Kata mama, namanya panjang dan susah dieja, siap-siap sering salah tulis, ngerinya kalau berhadapan dengan dokumen-dokumen resmi semisal ijasah. Contoh riil ketika mertua mengadakan syukuran Kintan, yang mimpin doa salah sebut :D. Maafkanlah papamu ini Nak, dibalik namamu itu papa dan mama menaruh cita-cita. Ada juga yang bertanya, "mana nama bapaknya, kok gak disebut?". Biar saja, biar Kintan bisa berdiri sendiri, lepas dari bayang-bayang orangtuanya. Kintan harus menjadi dan berdiri sendiri.

Kintan lahir 1 Oktober 2005 sekitar 19:30 WIB. Hari yang penuh emosi, harus aku tulis tersendiri. Hari ini umur Kintan 5 bulan 21 hari. Kurang beberapa hari lagi genap enam bulan. Dan selama itu pula Kintan hanya minum ASI. Memang beberapa kali harus dibantu dengan susu kaleng, sudah 5 botol kira-kira, belum termasuk hari ini. Mama berkuat hati untuk Kintan harus ASI eksklusif, 6 bulan lamanya. Dibeberapa buku, bayi umur 4 bulan sudah bisa dimulai mengkonsumsi makanan selain ASI, tapi mama tidak. 6 bulan pokoknya, harus! Tugas yang berat.

Pagi sampai sore kerja di 'perusahaan panci', hingga malam memanjakan Kintan. Beberapa hari ini ujian itu menghampiri. Tentu saja sebelum ini juga sudah banyak yang aku lalui bersama mama, tapi alhamdulillah semua bisa dilewati. Dibenakku sudah terbayang ujian lain yang akan datang dan menyita pikiran. Tapi itu nanti dulu, yang didepan mata saja aku ceritakan.

Sebelum aku lanjutkan, aku ingin mencium mama dulu. Mmmuacchhh. Ajari aku mencintaimu sayang.

Entah ada apa dengan Kintah akhir-akhir ini. Dia jadi susah tidur nyenyak, gampang terbangun. Minggu lalu ia sering bermimpi hingga sesenggukan, dan diakhiri dengan tangisan keras, tangisan pemecah sunyinya malam, beradu dengan jeritan jangkrik dan angin malam. Dua hari ini lain, masih dengan tidur yang tidak nyenyak. Tangan mungilnya diusap-usapkan, mencakarkan kuku-kukunya di wajah. Berguling ke kiri, balik lagi, begitu berkali-kali. Kadangkala empeng cap Pigeon bisa membuat dia lelap lagi, tak bertahan lama. Menoleh kiri-kanan, tatapan matanya mencari kehidupan di sekitar (yang membuat aku dan mama tak kuat menahan tawa). Jrengggg, tatapan ceria itu menjadi tanda bahwa Kintan tidak akan tidur lagi dalam waktu dekat. Padahal hari sudah akan berganti!

Kucoba menggendongnya, gendongan tidur. Ah, Kintan sudah bosan dengan gayaku. Selalu meronta minta turun. Padahal dulu kamu anak papa lho Nak. Hiks, sedihnya aku. Aku harus belajar lagi meninabobokkan, ajari aku ma!

Giliran mama turun tangan, dengan wajah kusutnya, lebih kusut dari pakaian yang belum diseterika. Mata sayu 5 watt, semakin meredup. Aku hanya bisa mendampingi, menghangatkan susu penenang. Sekarang, tidurmalamnya Kintan menjadi tugas tambahan mama, tugas yang belum bisa aku gantikan. Tidur sebelum jam 22:00 menjadi hadiah yang tak ternilai buat mama. Ya, karena harus bangun pagi-pagi, mengejar jam kerja di 'pabrik panci' yang ketat, seketat gaji yang didapat. Entah sampai kapan mama akan bertahan di 'pabrik panci' itu. Target ASI eksklusifpun terancam. ASI produksi mama terus berkurang. Sejak Kintan sering bangun malam. Aku pikir ini efek dari kurang istirahat (ditambah tekanan dari 'pabrik panci' dan manager bergajitinggi yang tidak bisa kerja). Aku sangat khawatir akan kesehatan mama, kuatir sekali, sungguh ini jauh lebih berarti dibanding 'pabrik panci'.

Bagaimana dengan aku sendiri? Jangan khawatirkan aku, jam kerjaku bisa aku atur, selama beban kerjaku beres si bos gak bakalan ngomel. Datang dan pergi semauku. Eits, jangan berkonotasi negatif dulu. Aku bukan pekerja pemakan gaji buta, aku profesional man. Kadangkala keluwesan jam kerja aku bayar dengan begadang sampai pagi jika diperlukan. Karena ada beberapa aktifitas pekerjaan yang hanya bisa dikerjakan tengah malam. Jangan kuatir, selama ini aku gak pernah meminta uang lembur untuk aktifitas ini. Aku benci kerja lembur!

Kembali ke Kintan. Teman sarapan pagi ini bilang mungkin anakku terlalu banyak tidur siang. Dia cerita perilaku anaknya sebagai contoh. Aku pernah coba tanya ke 'mbak'nya dan dijawab tidursiangnya biasa saja. Gak pernah lama, sebentar-bentar bangun. Hmm, aku belum bisa membuktikan. Ide mama untuk memasang kamera tersembunyi suatu saat ingin aku coba, sekalian test sikap 'mbak'nya Kintan jika ditinggal sendiri dirumah. Kayaknya harus minta nasehat dari Uti dan Yangkungnya Kintan, siapa tahu beliau punya pengalaman.

Minggu kemaren dan sekarang menjadi ujian yang berat buat mama. Apalagi minggu depan jika semua lancar aku harus meninggalkan keluarga, ke Paris. Sungguh ke Paris saat ini biasa-biasa saja kalau tidak boleh dibilang malas. Naik motor berdua dengan mama pergi-pulang Depok-Jakarta, menggendong Kintan, melihat senyumnya, membaui bau keringatnya yang asam jauh lebih menyenangkan. Sabar ya ma, kuatkan fisik dan mental. Yakinlah semua ini akan berbalas ma, tidak ada yang sia-sia.

Aku semakin yakin, sorga ada dibawah tapak kaki ibu. I love u mama, ... my Yulia Riani.

-- Papa dan Kintan --

No comments: