Wednesday, March 29, 2006

Catatan perjalanan : hari pertama training

Beberapa kali aku terbangun di tengah malam, setingku masih Indonesia. Jam 5 mataku sudah tidak bisa dipejamkan lagi. Siaran televisi semua berbahasa Prancis, kecuali BBC. Tak menarik bagiku.

Aku menginap di hotel IBIS Montparnasse. Salah seorang pegawainya yang bertugas membersihkan meja bekas sarapan beragama Islam. Aku tahu ketika tahun lalu menginap di sini, dia menyapa dengan salam. Wajahnya berseri, senyumnya mengembang mendengar salam yang aku ucapkan kepadanya. We're brother.

Jam 8 aku sarapan, 3 orang teman sudah menikmati rotinya. Menu sarapan pagi ini : roti krisan, madu, energen, jus jeruk, 3 biji duku palembang. Yang terakhir mrmbuat heran. Tak lama berselang semua sudah berkumpul, kami bersembilan. Satu jam lamanya menikmati sarapan yang aneh bagi sebagian kami. Segera berbegas ke lobi karena janjian jam 9 dengan Bada. Dari arah kiri hotel aku lihat Bada datang.
"Goog morning", dia membuka pembicaraan.
"Have a good sleep?"

Bada, nama lengkapnya Mohammed Bada. Biasa dipanggil Bada, tapi kadang ada juga yang menyapa Mohammed. Dia salah satu staf trainer di Ferma. Orangnya tinggi, berkulit putih khas eropa. Dari namanya aku gak yakin kalau dia asli peranakan Prancis, sepertinya dia imigran. Dia beragama Islam, tapi tak beraktifitas ibadah seperti muslim biasanya. Wajahnya sudah berkerut-kerut menunjukkan umur yang sudah matang. Di cari manis sebelah kiri ada cincin kuning emas melingkar menghiasai, entah cincin kawin atau cincin penambah ganteng. Satu lagi, orangnya kalem, ngomongnya juga.

Menurut prakiraan cuaca hari ini hujan dengan suhu 10 s/d 16 derajad celsius. BBC menginformasikan 18 derajad. Kepedulian terhadap prakiraan cuaca ini yang tidak dipunyai warga Jakarta, Indonesia bahkan. Kalaupun ada hanya segelintir orang. Buktinya? Jika hujan, lihatlah dibawah jembatan layang, di halte-halte bus, di emperan toko puluhan motor nongkrong dengan asyiknya. Aksi mereka memakan badan jalan sehingga tak jarang malah memperparah kemacetan. Di televisi lokal juga (setahuku) tidak ada yang menyiarkan prakiraan cuaca. Padahal penting sekali. Kejadian seperti angin puting beliung, topan, atau badai bisa diprediksi sehingga jatuhnya korban jiwa bisa dihindari. Memang masalah cuaca tidak sepelik di Eropa. Suhu yang fluktuatif perlu diinformasikan. Di Eropa hujan tidak deras seperti Jakarta, tapi cenderung gerimis tapi berkepanjangan, suhu udara juga stabil. Dari pagi sampai sore. Seperti hari ini, hujan sudah turun sejak subuh.

Bersepuluh kami berjalan menuju metro terdekat, Pernety. Bagi yang pertama kali ke eropa berjalan-jalan di jalanana eropa tentu pengalaman yang asyik. Melihat bangunan-bangunan yang unik, desain yang tidak pernah kita lihat sebelumnya. Di depan stasiun ada 2 orang pemuda membagikan selebaran, seperti salesman menawarkan kartu kredit di mall-mall jakarta. Empat kali ke Paris, baru pertama kali aku temui yang seperti ini. Pemuda di sebelah kananku menyodorkan selembar kertas, aku terima. Aha, ada yang langsung menarik perhatianku. Semua tulisan berbahasa Prancis, tak dimengerti artinya. Hanya logo di pojok kiri atas yang aku kenal sangat. Palu arit! Logo terlarang di negeriku.

Ternyata seleberan itu berisi ajakan demo menolak undang-undang ketenagakerjaan yang baru, besok tanggal 28 Maret. Kira-kira, setengah dari metro akan terganggu operasinya, akan ada penumpukan penumpang di beberapa jalur.

Jam tangan menunjukkan pukul 09:30 ketika kami sampai di ruang training. "Oh, you again". "You, you, you ...", sambil menunjuk aku, Rio, Dadik, dan dua orang dri Gratika. Yang menyapa tadi namanya Cecilia, Cecilia Matev. Pertama kali bertemu dengannya, dia memperkenalkan diri Cecilia Joly. Rupanya nama belakang merupakan nama suami. Tahun lalu nama belakangnya berubah menjadi Matev, suami baru.

Tempat training masih seperti yang dulu. Tahun 2001 kunjunganku pertama kesini. Hanya gerbang di depan kantor yang berubah, sekarang memakai pin. Ah satu lagi, nama perusahaan. Peruhasaan ini dibeli oleh Eserv tahun lalu jika gak salah, jadi namanya ditambah Eserv, logonya juga. Toilet masih sama, ruangan staf juga. Staf yang aku kenal : Alen Kurtin orang kroasia, bos disini; Cecilia Matev ; Muhammed Bada. Satu lagi cewek tapi aku tak kenal.

Training dimulai ...

Sebelum makan siang ada sms dari mama. Mama mau naik kereta balik ke Depok dari stasiun Sudirman. Tapi tela karena sebelum berangkat menunggu teman lain yang numpang, mama juga numpang mobil operasional. Demam mama meninggi. Kekhawatiranku sebelum berangkat ke Paris terjadi. Sedih meninggalkan mama sendiri, sebagai keluarga saat ini. Menjaga Kintan dan bekerja. Sabar ya sayang, ...

Training selesai jam 4 sore.

Pori-pori

Istilah ini muncul pertama kali ketika aku 'ngompori' teman-teman penggemar fotografi di kantor untuk berburu foto bersama. Beberapa orang yang panas mengirimkan hasil jepretannya di email, objek yang diambil manusia dengan wajah sebagai suguhan utama. Wajah perempuan cantik teerutama. Dari situ muncul istilah ini.

Mas Dadik dan aku banyak menngucapkan kata ini di tengah-tengah obrolan. Yang lain hanya bisa bertanya dan mengira-ngira. Tebakan mereka pori-pori adalah foto cewek. Dengan lensa tele barunya, Mas Dadik antusias memburu foto turis yang cantik. Objek lain juga disasar tentunya, tapi pori-pori benar-benar menjadi image. Dan (sepertinya) menjadi stigma miring. Cuek aja deh. Gaya foto snapshot dengan lensa tele aku tidak suka, seperti maling rasanya. Aku lebih suka mengambil gambar dengan lensa wide, mama tahu selera fotoku yang jelek :D

Sore ini target berburu pori-pori di Jardin (garden, taman) Tuileries dan menara Eifel. Yang terakhir sudah banyak orang tahu, walau belum pernah berkunjung ke Paris. Jardin Tuileris merupakan taman di depan musse de Louvre, tempat yang asyik untuk berdiam menikmati sinar matahari. Membaca buku, sampai berguling-guling di rumput bermesraan. Sayang di negeriku sangat minim tempat terbuka untuk umum seperti ini. Kalah dengan mall. Pohon ditaman ini semuanya meranggas, kering tanpa daun. Tapi ketinggian yang sepadan membuat indah, entah bagaimana memotongnya sehingga tinggi sama rata. Ada beberapa kafe di taman ini, kafe terbuka. Di kolam air mancurnya ada bebek dengan warna unik berenang, sesekali mereka mendekat ke orang yang duduk di pinggir kolam sambil melemparkan makanan untuk mereka. Burung dara juga menikmati sore itu. Aku bertingkah seperi anak kecil, berlarian mengejar-ngejarnya. Hehehehe.

Moodku masih tidak berubah, masih teringat keluarga di rumah. Males rasanya membuat foto yang indah, padahal sore ini matahari sangat bersahabat dengan fotografer. Sinar dari samping membuat dimensi. Arsitektuk bangunan di sekitar taman akan sangat menarik diabadikan dengan seting seperti ini. Patung-patung, pepohonan, burung dara yang terbang rendah.Sungguh bagi penggemar foto salon ini saat yang pas. Semua objek menyediakan dirinya untuk diabadikan dengan sudut terindah. Pasangan manusia berbagai ras silih berganti berdatangan. Ada satu grup turis dari Singapura yang minta tolong aku mengabadikan mereka di pinggir kolam.

Mas Dadik larut dalam pori-pori.

Dari sana, kami berlanjut jalan kaki ke Eifel. Jauh, tapi tak mengapa. Karena itulah asyiknya Paris. Rio, Arvin, Paul ternyata pulang duluan. Kebelet boker! Mas Dadik langung beraksi, sampai malam. Aku menjadi tutor ketika membuat foto menara Eifel di malam hari. Indah, pemandangan yang indah, romantis. Tapi tak ada mood untuknya. Yang membuat aku senang hanya karena kehadiranku menjadi manfaat. Aku menjadi teman berburu foto dan guru. Hasil konsultasi dan saran-saranku menghasilkan foto yang indah. Bukan hasil karyaku. Aku hanya menunjukkan jalan. Congrat's ... anda sudah layak disebut fotografer :D.

Hampir tengah malam kami sampai di hotel. Tanpa mandi aku tertidur ...


27 Maret 2006, 60 rue Etiene Dollet, Malakoff

No comments: