Thursday, January 26, 2006

"esss esss esss esss , ... tidur yuk Nak"

Ketika sedang asyik bekerja menemani vendor menginstal power untuk mesin baru, tiba-tiba hp-ku bergetar, ... "kringgggg kringggg". Terlihat di monitor sony ericcssonku nama Kintan muncul. Wah, jadi bertanya-tanya, ada apa malam-malam istriku telpon.

Ketika aku angkat, yang terdengar cuma dengkuran nafas. Diikuti dengan suara eee, rengekan bayi. Waduhhhh, ...

Benar, anakku bangun lagi.

Ketika aku berangkat, Kintan masih tidur pulas dengan gaya suka-suka dia. "Kintan terbangun karena motor Pa, seliweran terus, bolak-balik", istriku memberi penjelasan. Dongkol sekali dalam hati. Cuma bisa mengumpat si pengendara motor tersebut :(.

Kejadian seperti tidak sekali dua kali, tetapi tiap hari. Pagi, siang, malam. Seperti tidak ada habisnya motor-motor berknalpot berisik tersebut melewati gang (buntu) di depan kontrakanku tanpa mematikan mesin. Silih berganti. Mereka seperti sudah kehilangan toleransi, tidak memperdulikan hak-hak orang lain. Dipaksa menikmati suara bising knalpot yang entah berapa db power yang dikeluarkan dengan sekali hentakan grip gas.

Hari Sabtu di minggu kemarin, aku sampai dibuat emosi oleh lalu lalang motor-motor berknalpot bising motor tetangga depan kontrakan - orang betawi, penduduk asli -. Kintan tidak bisa tidur. "Jancok!!!" Keluar juga kata-kata kotor itu dari mulutku, hiiks ...

Aku keluar kamar, ambil spidol, dan selembar sobekan kalender tahun lalu. Aku ingin membuat tulisan peringatan untuk dipampang di depan rumah, biar semua orang baca. Istriku melarang. Gak puas, aku keluar rumah sambil telanjang dada. Ada orang tua dari pemilik motor tersebut, jadi gak enak mo marah-marah. Aku cerita kalau Kintan tidak bisa tidur, terganggu suara motor. Sepertinya bapak itu merasa tersindir, karena semua motor anak-anaknya (ada 3) berknalpot sangar dan termasuk yang suka nyelonong. Tetap saja gemuruh di dada ini belum reda, hanya gerak bibir yang mengkamuflase kemarahan ini.

Capek, capekkk kalau harus seperi ini setiap hari.

Untunglah, sabtu minggu ini aku pindah rumah. Ke rumah baru 23 kilometer dari kontrakanku yang sekarang.

"Tinggal besok malam sayang, ... sabar ya."
"esss esss esss esss , ... tidur yuk Nak."


untuk Kintanku dan mama

Lolex

Disuatu acara makan siang di kantin kantor, seorang teman membuka pembicaraan denganku.

“Ndri, … tahu gak logo ini?” Sambil menunjukkan sebuah logo mahkota yang terukir manis di pengait jam tangan yang dia pakai. Dasar aku yang kuper, ditanya seperti itu aku gak bisa menjawab. Cuma nyengir dan bilang “Wah, gak tahu Om. Logo apaan sih?” tanyaku kepada dia. Segera dia membalikkan tangan dan telihatlah sebuah nama yang tentu tidak asing bagiku. Nama yang menggambarkan sebuah kemewahan, prestise, glamor yang selama ini hanya tahu lewat internet dan majalah. Rolex.

Ya, rolex, jam tangan yang harganya membuat orang geleng-geleng kepala. “Hanya untuk sebuah jam tangan???”, begitu mungkin gumam mayoritas orang ketika mengetahui harganya.

Tidak salah jika jam tangan merek Rolex memiliki harga yang gila-gilaan bagi sebagian orang. Riset dan inovasi yang mereka lakukan sejak taun 1908 untuk mendapatkan jam tangan dengan presisi tinggi - bergeser 2 detik setiap 100 tahun - sudah sewajarnya patut dihargai. Harga memang tidak bohong, untuk memperoleh label Rolex dan didistribusikan keluar Geneva, sebuah jam tangan harus melalui berbagai macam tes quality control. Selain harus tahan goresan, jam tangan harus tahan diuji ketahanan terhadap air dan kepresisiannya terhadap tekanan di kedalaman 330 kaki (bahkan untuk tipe Submariner dan Sea-Dweller, jam tangan tersebut diuji untuk tetap bisa bertahan di kedalaman 1000 dan 4000 kaki). Diluar ketahanan terhadap ujian fisik, produksi jam tangan Rolex juga terbatas, tidak lebih dari 650000 setahun yang ternyata masih jauh dibawah permintaan pasar. Tapi Andre Heiniger - direktur kedua Rolex setelah pendirinya, Hans Wilsdorf meninggal di tahun 1960- berkata “We’ve never wanted to be the biggest, but certainly one of the finest in the field.”

Kembali ke temanku tadi, aku hanya bergumam dalam hati.

“Gile men, hebat juga pake rolex, GM (general manager) aja paling pake swatch, tissot lha mentoknya.”

“Ohh, paling dia dapat hadiah dari gebetan atau selingkuhan atau vendor (hehehe), sudahlha ngapain juga ngurusin jam tangan orang.”

Beberapa bulan berlalu, aku sudah gak terpikir lagi soal jam tangan cap maut tersebut, lagian ngapain juga mikir jam tangan yg muaahuaallnya minta ampun, mau dipikir sampe gondrong pun tetap aja gak terbeli. Tapi tiba-tiba pikiranku terusik lagi ketika berkumpul di tempat makan siang dan seorang teman asal Lawang bercerita tentang perjalanan dia ke China menghadiri undangan vendor.

Dia bercerita kalau dia juga baru beli rolex, beli di Shanghai China, tapi made in China, seharga tidak lebih dari 200 ribu rupiah! Langsung mencuat lagi pikiranku tentang rolex yang dipakai seorang teman beberapa bulan lalu. “Ohhhh,... rolex made in China.” Sebenarnya gak jelas juga sih rolex yang baru dibeli temanku buatan mana, hanya tebakanku sepintas saja bahwa jam tangan tersebut buatan negeri tirai bambu, karena belinya disana.

Aku menyebutnya Lolex. Ide penyebutan tersebut muncul ketika mendengar pengucapan kata rolex oleh sales sebuah toko jam tangan di Louhu Department Store, Senzhen.

Ternyata, pemakai lolex bukan hanya kalangan karyawan kelas staff, manager bahkan VP (vice president) pun memakainya. Dan supir pribadi dia juga mendapat hadiah serupa. Dan sepertinya akan semakin banyak lagi pemakai lolex di Indonesia, seiring gencarnya vendor-vendor China masuk, mengegerogoti dominasi vendor asal eropa di operator-operator selular negeri ini. Tentu efek yang ditimbulkan akan beda jika yang memakai jam tersebut sekelas VP, VP gitu lho! Cukup senyuman kecil di bibir jika melihat seorang staff atau bahkan manager (walaupun manager di operator selular terbesar di Indonesia sekalipun) memamerkan rolexnya :D. Gaya doang!

Walau made in China, tidak perlu jauh-jauh ke China kalau hanya ingin memakai lolex. Minggu lalu sepulang dari sholat jumat di belakang kantor, penjual jam kaki lima di sogo jongkok pun sudah menjualnya. Harga? Ya paling kisaran 100rb. Tapi jangan ditanya soal kualitas jika dibandingkan head to head dengan lolex yang dibeli temanku di China. Jauhhhh bo!


Lolex buatan China sangat indah, mewah, elegan, dan tentu dibuat dengan tampilan fisik yang (mungkin mendekati) 100% mirip dengan rolex made in Swiss. Kaca yang tahan gores, berlian yang berkilau terkena cahaya, detak yang sangat halus dari chronometer, gerak rotor pembangkit energi yang terasa saat jam tersebut digoyang-goyang dan tentu saja waterproof. Jika lolex di jajarkan bersanding dengan rolex (tentu model dan tipe yang sama), dengan tanpa menyentuhnya akan susah untuk membedakan mana yang lolex mana yang rolex. Menurut perkiraan saya hanya pembuat rolex dan kolektor jam yang sudah ‘nglelontok’ yang bisa membedakan mana lolex mana rolex dengan hanya melihatnya.

Walau indah dilihat oleh mata, lolex juga banyak kekurangan secara fungsionalitas. Sekali lagi harga tidak menipu! 200 RMB kok mau disamakan dengan 1200 USD. Biasanya hanya fungsi utama yang benar-benar ok, fungsi untuk menunjukkan jam, menit, detik dan tanggal jika ada. Untuk jam yang memiliki jarum tersendiri untuk chronometernya sering jarum tersebut tidak berfungsi, kalaupun berfungsi ya fungsinya ‘ngasal’ aja. Asal gerak. Tipuan ini pula yang sering dijadikan alasan untuk menjual jam tersebut lebih mahal daripada model yang lebih sederhana. Ulir untuk mengset waktu juga terkadang bermasalah, ketika ulir ditekan untuk mengembalikan ke posisi semula setelah mengset waktu malah jam tidak bekerja sama sekali. Jam kembali bekerja ketika ulir tersebut ditarik lagi, diposisi tepat sebelum posisi untuk mengset waktu.

Teliti, teliti, teliti sebelum membeli. Semboyan ini harus benar-benar dipakai jika akan membeli lolex, supaya tidak merasa tertipu. Ada sedikit tips yang bisa dipakai sebelum membeli lolex :

- cari informasi dan detil model rolex yang akan dibeli, jika perlu cetak

- pilih lolex dengan model yang sederhana (tapi mewah dan elegan), terutama jika tidak punya pengalaman membeli jam bermerk

- jika masih ingin model yang rumit, lakukan tes seperti diatas (terutama untuk chronometernya)

Sejak rolex mendesain jam yang bisa dipakai di pergelangan tangan, jam tangan memang sudah menyatu dengan gaya berpakaian. Perpaduan warna dan bentuk menjadi daya tarik tersendiri, menunjukkan sebuah personal style. Bagi kaum borju, memakai rolex seperti memakai sebuah mahakarya seni yang tak lekang digerus waktu (garing ahh), dan bagi kaum proletar (aku ikut yang mana ya? :p), memakai lolex, … siapa yang malu!

Wednesday, January 25, 2006

Penjaga Pintu Belakang

"Ma, gimana ... dah dicoba sepatunya?"
"Warnanya apa aja" Beli satu warna?"

...

Tok tok tok ...

Tok tok tok ...

Ahhh, sedang asyik telpon dengan
mama kintan ada aja yang ganggu. Pasti orang yang gak punya ID -tanda pengenal yang berfungsi juga sebagai kunci dan absensi- mau masuk nih. Kemana ya pak sekuriti yang biasa duduk di bangku dekat pintu belakang ya? Jadi aku deh bolak-balik dan berkali-kali menempelkan tanda pengenal dari kantor untuk membuka kunci magnetik pintu belakang.

Itu yang mau masuk, belum lagi yang mau keluar.Clingak-clinguk, ... dan ujung-ujungnya "Pak, bisa minta tolong bukain pintu?" atau "Pak bisa pinjam ID-nya?" Hu uuu! Kenapa gak dari tadi minta ke skuriti ID-card ketika mau masuk atau saat mengisi buku daftar tamu di resepsionis. Sebellll!!!

Kok jadi aku yang ngondok ya? Gak bener nih, wong cuma minta tolong buka pintu saja. Apa susahnya sih? Lagian sayang kalo energi positifku (kayak paranormal aja) aku gunakan untuk sebel. Jadi ingat lagunya Raihan dan nasehat Aa Gym, senyum aja. Nikmati aja posisi duduk yang memang dekat dengan pintu, toh lebih dekat ke toilet dan ke ruang makan kan, hehehe :D

Klo dipikir lebih panjang lagi, ngapain juga aku sebel sama orang yang minta tolong, padahal mereka kan mau ngasih aku pahala, ladang amal (meminjam istilah dari Aa Gym). Selain ladang amal, aku jadi kenal dia, menambah teman,nambah bla bla bla...

So, nikmati aja profesi sampingan sebagai penjaga pintu. Seperti yel-yel
Pak Edo -pemenang PETIR 3 AnTV- Tetap Semangat dan Tersenyum!

Kok aku jadi ikutan nge-blog ya?

Hari ini aku males bgt kerja, padahal antrian kerja yg harus diselesaikan sudah numpuk. Ah biarlah, ... nikmatin aja rasa males ini. Besok kebut lagi .... (emang besok masih hidup???).

Coba cek email di yahoo, ... lihat arsip milist jurnalisme. Wah, ternyata Playboy Indonesia yg akan terbit di bulan Maret membuat 'gerah' juga penghuni milist. Ada kiriman tulisan yang judulnya sangat menggoda. Saya suka pornografi. Karena tertarik, aku telusuri isi email itu dan sampailah kepada web site si penulis artikel, Jonru nicknamenya (di tulisan karyanya tertulis Jonriah). Aku baca jurnal yang dia tulis (tentu sampai aku nulis ini belum semua terbaca), dan menemukan banyak hal yang merupakan kritik bagi aku sendiri. Banyak pelajaran yang bisa aku dapat dari membaca tulisan-tulisan dia -yang ternyata sudah menelurkan 2 buku-. Salam kenal buat bang Jonru :)


Keinginan untuk memvisualisasikan apa yang ada dipikiran dengan tulisan sebenarnya sudah lama aku pendam, and... this is it! Aku tulis aja yang aku rasa, ... siapa tahu tulisan yang aku ketik sekarang bisa menjadi salah satu cermin dalam menjalani hari-hariku (cieeehhh, gaya doank ahh).


Kemaren ada yang bilang ke istriku (yang juga baru buat blog, tapi gak mau ngasih tahu url-nya) "hari gini baru mau nge-blog?"




Wisma Mulia, lantai 8, 25 Januari 2006, menjelang jam pulang kantor :p