Thursday, January 26, 2006

Lolex

Disuatu acara makan siang di kantin kantor, seorang teman membuka pembicaraan denganku.

“Ndri, … tahu gak logo ini?” Sambil menunjukkan sebuah logo mahkota yang terukir manis di pengait jam tangan yang dia pakai. Dasar aku yang kuper, ditanya seperti itu aku gak bisa menjawab. Cuma nyengir dan bilang “Wah, gak tahu Om. Logo apaan sih?” tanyaku kepada dia. Segera dia membalikkan tangan dan telihatlah sebuah nama yang tentu tidak asing bagiku. Nama yang menggambarkan sebuah kemewahan, prestise, glamor yang selama ini hanya tahu lewat internet dan majalah. Rolex.

Ya, rolex, jam tangan yang harganya membuat orang geleng-geleng kepala. “Hanya untuk sebuah jam tangan???”, begitu mungkin gumam mayoritas orang ketika mengetahui harganya.

Tidak salah jika jam tangan merek Rolex memiliki harga yang gila-gilaan bagi sebagian orang. Riset dan inovasi yang mereka lakukan sejak taun 1908 untuk mendapatkan jam tangan dengan presisi tinggi - bergeser 2 detik setiap 100 tahun - sudah sewajarnya patut dihargai. Harga memang tidak bohong, untuk memperoleh label Rolex dan didistribusikan keluar Geneva, sebuah jam tangan harus melalui berbagai macam tes quality control. Selain harus tahan goresan, jam tangan harus tahan diuji ketahanan terhadap air dan kepresisiannya terhadap tekanan di kedalaman 330 kaki (bahkan untuk tipe Submariner dan Sea-Dweller, jam tangan tersebut diuji untuk tetap bisa bertahan di kedalaman 1000 dan 4000 kaki). Diluar ketahanan terhadap ujian fisik, produksi jam tangan Rolex juga terbatas, tidak lebih dari 650000 setahun yang ternyata masih jauh dibawah permintaan pasar. Tapi Andre Heiniger - direktur kedua Rolex setelah pendirinya, Hans Wilsdorf meninggal di tahun 1960- berkata “We’ve never wanted to be the biggest, but certainly one of the finest in the field.”

Kembali ke temanku tadi, aku hanya bergumam dalam hati.

“Gile men, hebat juga pake rolex, GM (general manager) aja paling pake swatch, tissot lha mentoknya.”

“Ohh, paling dia dapat hadiah dari gebetan atau selingkuhan atau vendor (hehehe), sudahlha ngapain juga ngurusin jam tangan orang.”

Beberapa bulan berlalu, aku sudah gak terpikir lagi soal jam tangan cap maut tersebut, lagian ngapain juga mikir jam tangan yg muaahuaallnya minta ampun, mau dipikir sampe gondrong pun tetap aja gak terbeli. Tapi tiba-tiba pikiranku terusik lagi ketika berkumpul di tempat makan siang dan seorang teman asal Lawang bercerita tentang perjalanan dia ke China menghadiri undangan vendor.

Dia bercerita kalau dia juga baru beli rolex, beli di Shanghai China, tapi made in China, seharga tidak lebih dari 200 ribu rupiah! Langsung mencuat lagi pikiranku tentang rolex yang dipakai seorang teman beberapa bulan lalu. “Ohhhh,... rolex made in China.” Sebenarnya gak jelas juga sih rolex yang baru dibeli temanku buatan mana, hanya tebakanku sepintas saja bahwa jam tangan tersebut buatan negeri tirai bambu, karena belinya disana.

Aku menyebutnya Lolex. Ide penyebutan tersebut muncul ketika mendengar pengucapan kata rolex oleh sales sebuah toko jam tangan di Louhu Department Store, Senzhen.

Ternyata, pemakai lolex bukan hanya kalangan karyawan kelas staff, manager bahkan VP (vice president) pun memakainya. Dan supir pribadi dia juga mendapat hadiah serupa. Dan sepertinya akan semakin banyak lagi pemakai lolex di Indonesia, seiring gencarnya vendor-vendor China masuk, mengegerogoti dominasi vendor asal eropa di operator-operator selular negeri ini. Tentu efek yang ditimbulkan akan beda jika yang memakai jam tersebut sekelas VP, VP gitu lho! Cukup senyuman kecil di bibir jika melihat seorang staff atau bahkan manager (walaupun manager di operator selular terbesar di Indonesia sekalipun) memamerkan rolexnya :D. Gaya doang!

Walau made in China, tidak perlu jauh-jauh ke China kalau hanya ingin memakai lolex. Minggu lalu sepulang dari sholat jumat di belakang kantor, penjual jam kaki lima di sogo jongkok pun sudah menjualnya. Harga? Ya paling kisaran 100rb. Tapi jangan ditanya soal kualitas jika dibandingkan head to head dengan lolex yang dibeli temanku di China. Jauhhhh bo!


Lolex buatan China sangat indah, mewah, elegan, dan tentu dibuat dengan tampilan fisik yang (mungkin mendekati) 100% mirip dengan rolex made in Swiss. Kaca yang tahan gores, berlian yang berkilau terkena cahaya, detak yang sangat halus dari chronometer, gerak rotor pembangkit energi yang terasa saat jam tersebut digoyang-goyang dan tentu saja waterproof. Jika lolex di jajarkan bersanding dengan rolex (tentu model dan tipe yang sama), dengan tanpa menyentuhnya akan susah untuk membedakan mana yang lolex mana yang rolex. Menurut perkiraan saya hanya pembuat rolex dan kolektor jam yang sudah ‘nglelontok’ yang bisa membedakan mana lolex mana rolex dengan hanya melihatnya.

Walau indah dilihat oleh mata, lolex juga banyak kekurangan secara fungsionalitas. Sekali lagi harga tidak menipu! 200 RMB kok mau disamakan dengan 1200 USD. Biasanya hanya fungsi utama yang benar-benar ok, fungsi untuk menunjukkan jam, menit, detik dan tanggal jika ada. Untuk jam yang memiliki jarum tersendiri untuk chronometernya sering jarum tersebut tidak berfungsi, kalaupun berfungsi ya fungsinya ‘ngasal’ aja. Asal gerak. Tipuan ini pula yang sering dijadikan alasan untuk menjual jam tersebut lebih mahal daripada model yang lebih sederhana. Ulir untuk mengset waktu juga terkadang bermasalah, ketika ulir ditekan untuk mengembalikan ke posisi semula setelah mengset waktu malah jam tidak bekerja sama sekali. Jam kembali bekerja ketika ulir tersebut ditarik lagi, diposisi tepat sebelum posisi untuk mengset waktu.

Teliti, teliti, teliti sebelum membeli. Semboyan ini harus benar-benar dipakai jika akan membeli lolex, supaya tidak merasa tertipu. Ada sedikit tips yang bisa dipakai sebelum membeli lolex :

- cari informasi dan detil model rolex yang akan dibeli, jika perlu cetak

- pilih lolex dengan model yang sederhana (tapi mewah dan elegan), terutama jika tidak punya pengalaman membeli jam bermerk

- jika masih ingin model yang rumit, lakukan tes seperti diatas (terutama untuk chronometernya)

Sejak rolex mendesain jam yang bisa dipakai di pergelangan tangan, jam tangan memang sudah menyatu dengan gaya berpakaian. Perpaduan warna dan bentuk menjadi daya tarik tersendiri, menunjukkan sebuah personal style. Bagi kaum borju, memakai rolex seperti memakai sebuah mahakarya seni yang tak lekang digerus waktu (garing ahh), dan bagi kaum proletar (aku ikut yang mana ya? :p), memakai lolex, … siapa yang malu!

No comments: