Thursday, March 30, 2006

Catatan perjalanan : hari kedua training

Nyenyak sekali tidurku semalam. Penghangat ruangan bekerja optimal. Luamayan untuk mengeringkan celana dalam dan kaoskaki bekas kemarin. Segera setelah terbangun aku cari informasi cuaca. Ternyata hari ini tidak lebih baik dari kemaren, hujan suhu 8 derajad celcius. Untung mama sudah membelikan jaket yang anti air.

Hari ini rencananya ada demo besar-besaran menentang undang-undang ketenagakerjaan yang baru. Lokasi trainingku ada di pinggiran Paris, tidak kena imbas. Sebelum berangkat dulu, temanku Toton sering khawatir masalah ini. Aku sudah pernah ikut aksi seperti ini, jadi teringat ketika ikutan tidur di pelataran monas untuk menentang invasi Amerika ke Irak. Justru aku ingin berburu foto demo ini, tapi tidak bisa karena harus mengikuti training.

Pukul 09:30 kami tiba di tempat training. Hanya si Alen Kurtin yang ada di ruangan, dia yang membukakan pintu. Rupanya Bada masih dalam perjalanan. Jelas dia terkena imbas demo ini, karena dia tinggal di luar Paris, dan memanfaatkan kereta untuk menuju tempat kerja. 30 menit kemudian dia datang. Rupanya kereta hanya 1 tiap jamnya. Baju yang dipakai masih sama dengan yang kemarin, begitupula Alen. Aku pun sama :D, tidak membawa deterjen untuk mencuci. Hotel juga tidak menyediakan laundry.

Hari kedua training yang dibahas seputar Statistic Manager. Diluar masih saja hujan. Training dimulai dengan menjawab pertanyaan Mas Dadik tentang timeout pengiriman XCDR. Masih seperti kemarin, training berjalan datar-datar saja. Lebih menarik acara jalan-jalan setelah training, terutama bagi mereka yang lama tidak ke Paris atau bahkan yang belum pernah sama sekali. Teringat aku akan titipan teman kerja mama, Bu Iya, titip gelang seperti yang aku beli buat mama tahun lalu; Heru titip CD musik jazz Uzeb. Teng, teng ... waktunya makan siang.

Masih hujan.

Ada cerita yang menarik di restoran tempat kami makan. Dulu, ada pelayan yang cantik, cantik sekali, pantas jadi model. Kulitnya putih bersih, hidung mancung bertindik, postur tidak terlalu tinggi, rata-rata asia. Rambut lurus sebahu. Namanya Gaile (aku gak tahu ejaannya). Pelayan ini sangat berkesan bagi teman-teman yang pernah ketemu. Mungkin sudah 2 atau 3 tahun yang lalu, tapi cerita tentang dia masih disebut-sebut ketika membicarakan pengalaman training ke Paris. Aku pernah ketemu juga, memang cantik. Sebagai laki-laki aku mengakuinya dong. Itu sebelum ada mama lho :D, mama jangan cemburu ya. Sekarang dia sudah tidak bekerja lagi di resto ini. Kata Maria, pemilik resto dia menjadi penari telanjang di Pigalle. Bisa ditebak komentar yang keluar, "Di klub mana? Nonton yuk."

Selesai makan jam 2, masih hujan.

Training dilanjutkan, selesai jam 4.

Matahari mulai bersinar, tapi suhu masih dingin. Kami memutuskan untuk jalan-jalan ke Opera dan HardRock Cafe. Berganti metro di stasiun Invalides, ganti metro nomor 8. Sial, karena ada demo, beberapa jalur terganggu sehingga terjadi penumpukan penumpang. Metro lama sekali datangnya. Kami putuskan untuk meneruskan perjalanan dengan metro yang tadi kita naiki, nomor 13 jurusan Saint Denis. Turun di Gare Saint Lazare. Membaca nama stasiun metro ini teringat fotografer favoritku asal Prancis, Henry Cartier Bresson. Salah satu foto masterpiecenya dibuat di belakang staiun ini.

Dari Gare Saint Lazare menyusuri jalan sampai Boulevard de Haussmann. Disini banyak pertokoan dan butik. Galeri yang paling terkenal di Paris, galeri Lafayette juga ada, mirip SOGO deh. Hardrock Cafe sejajar dengannya.

Perjalanan sampai di Opera, Opera National de Paris-Garnier. Bangunan megah dan arsitekturnya sangat indah. Tak tergoda aku untuk mengeluarkan kamera.

Setelah gantian berpose di depan Opera, kami melanjutkan ke tujuan akhir di daerah ini, Hardrock Cafe. Ahh, apalagi ini, sangat tidak menarik. Banyak teman-temanku suka mengoleksi pernik-pernik Hardrock, mulai dari gantungan tanda pengenal, boneka, dan yang paling pasaran kaosnya. Dimana ada Hardrock, disitu mereka beli. Tahu sendiri Hardrock mempunyai jaringan hampir di semua kota besar dunia. Amrik punya. Aku ikutan masuk, siapa tahu di dekat toko suvenirnya ada toilet, kebelet pipis. Tidak ada. Ternyata disitu sudah banyak orang, mayoritas orang Indonesia! Mereka memakai jaket hitam bertuliskan BenQ-Siemens. Makin males saja aku. Aku keluar, aku ajak Yusron dan Oni.

Bertiga kami masuk ke butik jam. Didekat pintu masuknya dipajang iklan jam yang harganya tidak sampai 100 euro. Pertama kami melihat dari jendela dulu, siapa tahu ada model yang kami suka tapi harga pas dengan kantong. Di sisi atas aku lihat Omega. Omega Seamaster seperti yang aku pakai harganya 2700 euro! Cuma beda warna. Tak ada model yang disuka.

Masih bertiga kami masuk ke Virgin Mega Store, tujuannya tentu mencari toilet, hehe. Aku ada misi lain, ingin mencari titipan Heru, Uzeb. Tapi sial, tidak ketemu, aku sudah bertanya ke pramuniaganya tapi tidak ditemukan. Aku coba cari sendiri. Nihil. Teman-teman yang dari Hardrock sudah menunggu di depan Virgin, ya tunggu sebentar lagi, kapan lagi aku yang ditungguin.

Ada kejadian konyol di Virgin Mega Store. Karena tidak ketemu yang aku cari, aku turun ke tokobukunya di lantai bawah. Dilantai atas menjual Cd dan DVD musik serta film. Seperti biasanya kalau aku ke toko buku internasional, yang aku tuju tentu bagian fotografi. Koleksi buku fotografi disini juga tidak terlalu banyak, 1 rak sebesar lemari kamarku, 4 tingkat. Ada portrait-nya Henri Cartier Bresson. Aku mengambil sebuah buku yang dipajang di rak paling atas. Kubuka sampul depannya. Gubrakkkk! Buku-buku didekat buku yang aku ambil tadi berjatuhan satupersatu menimpa kepalaku. Beberapa pasang mata disekitar situ sudah melirik ke arah datangnya suara, aku jadi tontongan lucu mereka. Sempat bengong beberapa detik melihat buku-buku berserakan didepanku. Tidak ada pramuniaga yang datang menghampiri membantu menata lagi buku-buku tersebut. Aku punguti dan kumpulkan, taruh begitu saja di raknya kembali, tanpa tengok kiri-kanan. Maluuuu. Tak kulanjutkan melihat-melihat buku fotografi, sudah terlanjur tengsin. Bergegas ku naik dan ketemu teman-teman yang sudah menunggu diluar. Tak kuceritakan kejadian ini.

Ramai-ramai kita naik metro ke Arc de Triomphe, berhenti di stasiun Goerge V. Masih seperti hari sebelumnya, berdua dengan mas Dadik mulai mengeluarkan kamera. Yang lain masuk ke butik Swatch, Iskandar membeli jam tangan. Matahari terbenam di balik megahnya monumen Napolen ini. Disini pula butik-butik kelas VVIP berada, kami di Avenue des Champs Elysees. Kalau di Singapura, Orchad Road-nya. Kalau ngotot mau membandingkan dengan Jakarta, ya mungkin Sudirman yang masuk hitungan. Eh, tapi gak juga sih. Ya sudah tidak apa-apa daripada tidak ada. Mas Dadik lagi senang-senangnya mencoba slow speed photography. Dari tengah-tengah jalan raya, benar-benar di tengah jalan, di batas pembelah jalan. Tripod digelar, dan mulai membidik setelah berkonsultasi seting yang digunakan. Eh eh, ternyata aksinya mengundang turis lain. Mereka ikut-ikutan motret ditengah jalan, lebih dari 5 orang malahan. Foto yang didapat tentu tidak mengecewakan, pantaslah dipamerkan di teman-teman penggemar fotografi di kantor.

Plesiran diakhiri makan malam di McD, masih di kawasan yang sama, nyampah lagi deh. Malam ini dingin sekali, tangan seperti beku tak berasa. Mas Dadik tersenyum puas.

Sesampai di hotel mengetik blog untuk aku upload keesokan harinya. Baru dua baris aku sudah terlelap. Belum mandi.


- 28 Maret 2006, 60 rue Etiene Dollet -

No comments: