Friday, September 29, 2006

Sepeda Baru (Kintan)

Baru juga bulan lalu beli sepeda, eh sekarang beli sepeda lagi. Hehehe, maklum saja, sedang banyak duit. Ups, dilarang pamer :D

Rabu kemarin (27/09/2006) aku dan mama membelikan sepeda buat Kintan. Diawali karena kasihan Kintan tak boleh pinjam sepeda teman mainnya. Apalagi ketika musik yang ada disepeda tersebut dimainkan Kintan bergoyang-goyang mengikuti alunan musiknya. Wah, semakin melas saja, begitu tutur mbak Ma (yang ngasuh Kintan sehari-hari ketika kami kerja).

Awalnya aku ingin beli sepedanya di Depok saja, sedangkan mama ingin beli di Pasar Rumput karena disana banyak toko sepeda besar sehingga pilihan lebih banyak. Lebih puas gitu milihnya. Kubayangkan bagaimana membawa sepeda tersebut ditengah-tengah kemacetan Jakarta yang semakin menggila saja di bulan Ramadhan ini. Kemacetan dimulai lebih awal. Setelah kutimbang-timbang akhirnya aku setuju tuk membeli sepeda di Pasar Rumput. Perkara ribet di jalan urusan nanti lha, yang penting beli dulu :D. Toh akhirnya sampai juga di rumah dengan selamat. Alhamdulillah :). Oh ya, sempat ada insiden kecil. Kami hampir saja jatuh karena terlalu mepet ke trotoar karena aku menghindari jangan sampai menyerempet spion mobil. Untung masih dilindungi sama Yang Kuasa. Terima kasih Allah.


Tampak samping


Dilengkapi 'sabuk pengaman' dan atap peneduh


Tampak atas depan


Tampak depan

Kenapa milih warna orange? Biar cucok dengan tema Kintan Loves Orange, hehehe. Sekarang Kintan bisa puas bermain sepeda tanpa pinjam.

Tadi mbak Ma cerita Kintan sudah bisa membunyikan musiknya sendiri, karena dari semalam mama mengajari Kintan cara menekan tombol saklar. Saking semangatnya sampai tombolnya lepas, hehehe. Untung saja tidak ada komponen yang patah sehingga bisa kuperbaiki lagi.

Mingggirrrrrr, Kintan mau lewattttt!

Thursday, September 28, 2006

Nyali Bersepedaku (ternyata) Masih Ciut

Tadi pagi sengaja kulemaskan kaki-kaki ini dengan bersepeda. Memang tak jauh, hanya 4 km-an. Sebagian onroad, sisanya offroad. Boleh dibilang datar-datar saja. Jalur offroadnya di pinggir sungai belakang komplek. Jalannya miring. Sebelah kiri celukan sungai, sebelah kanan tanaman liar yang didominasi rumput dan diselingi putri malu. Duri putri malu itu justru yang membuat dua garis merah sejajar di tanganku. Sedikit perih. Salah sendiri tidak pakai kaos lengan panjang.

Secara gak sengaja pas pulang, sudah di gerbang tembusan perumahanku, ada jalan setapak yang menggoda. Penasaran aku dibuatnya. Kondisi jalan hanya cukup untuk 1 motor atau sepeda. Kiri kanan tanah tanpa bangunan yang dipenuhi tanaman liar, sebagian lagi dimanfaatkan untuk menanam singkong. Kutelusuri saja jalan setapak itu. Eh, nanjak, ngehe lagi! Kuhentikan sepeda dan kuamati lanjutan jalan setapak yang ngehe. Dalam hati berseru, "wah ini cocok buat downhill-downhillan"

Jalurnya tidak panjang, jika ditarik benang dan diukur kuperkirakan tak lebih dari 20 meter. Rintangannya bebatuan bekas puing bangunan yang membuat roda selip, tikungan (yang lumayan tajam) setelah turunan curam. Kayaknya kalau ada foto lebih enak menjelaskannya, daripada dengan kata-kata. Sayang belum sempat kufoto. Disebelah kanan kandang sapi, sebelah kiri ladang dan tanah kosong dengan tanaman liar.

Ok, sepeda kutuntun keatas. Naik ke atas sadel. Deg. Ngeriiii, takut jatuh. Iya nggak, iya nggak. Iya deh. Akhirnya kucoba juga. Wusss, cietttt. Nyaliku benar-benar ciut untuk melepas sepeda begitu saja, alhasil sepeda bisa meluncur perlahan karena tanganku tidak lepas dari tuas rem. Posisi tubuh sedikit kutarik kebelakang supaya tidak nyungsep. Sadel yang terlalu tinggi membuat pengendalian sepeda lebih sulit. Sampai juga di ujung turunan. Selamat, tapi pelan-pelan turunnya, asli gak seru samasekali. Kareng tidak puas kuulangi lagi. Kali ini sadel sedikit aku perpendek. Wusss. Lumayan, ngeremnya hanya sebelum tikungan tajam setelah turunan utama yang curam. Tapi ini juga tidak memuaskan. Kuulangi lagi. Tidak memuaskan lagi, tapi lebih baik dari sebelumnya.

Sudah semakin siang. Kuurungkan niatku mencoba lagi. Mama pasti sudah pasang muka bete karena kesiangan ke kantor :D. Benar saja, hampir setengah sembilan aku sampai rumah. Mandi, mempersiapkan perbekalan ke kantor. Dan berangkat deh. Pukul 8:45. Isi bensin, mengantar mama sampai kantornya dan lanjut ke kantorku, pas pukul 10 sampai di lobi.

Kesimpulannya : nyaliku masih ciut untuk melepas rem di turunan curam.

---

Buat mama : maaf ya tadi kesiangan banget. Besok lebih pagi deh main sepedanya. Mmmmuach.

Saturday, September 23, 2006

Selamat Menunaikan Ibadah Puasa

Saur saur saur, waktu saur tinggal beberapa jam lagi!
Selamat menunaikan ibadah puasa di bulan Ramadhan buat teman-teman semua. Semoga Ramadhan kali ini lebih baik dibanding Ramadhan sebelumnya. Aminnnn :)
Buat mama "jangan bosen ya bangunin aku saur :p"
Buat Kintan "sekarang ada teman main sebelum subuh :D"

Thursday, September 21, 2006

Bersepeda ke Kantor (bag. III)

Sebenarnya tulisan ini berakhir di bagian ke -2, tapi kok sayang ya saat pulang ke rumah tidak diceritakan. Kurang afdol pamernya, hehehehehe.

Antara Pingin dan Polusi

Aksiku bersepeda ke kantor Senin kemarin (18/09) ternyata membuat beberapa teman kantor ingin bersepeda juga. Mulai dari yang bertanya-tanya sepeda apa yang kupakai, berapa uang yang dihabiskan untuk membeli sepeda, harga helm, sampai ada yang 'bersumpah' akan mengikuti jejakku, hehehe.

Oh ya, pertanyaan utama mereka adalah soal polusi. Secara awam kujawab, orang yang naik motor, bis kota, kopaja, bajaj, ojeg itu menghirup udara yang sama dengan pengendar sepeda ontel. Bedanya si pengendara sepeda lebih sehat. Polusi memang menjadi momok terbesar bagi peminat bersepeda ke kantor. Tulisan pak Ozy bisa menjawab pertanyaan seputar polusi ketika bersepeda di jalan raya. Kalau ingin lebih pasti lagi ya kenapa tidak dibikin penelitian di Jakarta. Ayo siapa yang mau meneliti?


Perjalanan Pulang

Karena tekad masih bulat, tidak tergoda naik KRL, akhirnya ku kayuh sepeda menuju Depok tepat setengah 6 sore. Ternyata, perjalanan ke arah selatan nanjak perlahan. Mampang, Buncit pelan tapi pasti terus nanjak. Paha rasanya linu sehingga kuputuskan istirahat di pom bensin TB Simatupang (sebelum fly over). Olesan Counterpain terbukti mengurasi rasa sakit, dan hasilnya bisa genjot sampai Depok II dengan mulus.

Perut yang hanya berisi cemilan dan air membuatku lemas setelah tanjakan terakhir (yang panjang) di jalan Juanda dan kuputuskan untuk istirahat di penjual mie, makan malam ringan. Hasilnya tetap lemas, pundak mulai protes, maklum saja, tenaga sisa. Dengan susah payah sampai juga di rumah, alhamdulillah :). Oh ya, jarak rumahku dengan warung mie kurang lebih 5 km-an. Dekat kan? Perjalanan pulang kutempuh selama 2 jam (termasuk makan mie).

Sesampainya dirumah langsung disambut mama, peluk dan ciuman mesra. Mmmmuach!

(selesai)

Susahnya Mencari Selembar Tiket Mudik

Pagi ini kupaksakan bangun dan mandi sebelum Subuh. Rencananya akan mengantri tiket mudik di Stasiun Gambir untuk keberangkatan tanggal 21 Oktober 2006. Berangkat ketika orang-orang keluar dari masjid habis menunaikan sholat Subuh.

Diperjalanan dikabari teman kantor mama kalau di Gambir antrian sudah panjang. Benar saja, sesampainya di Gambir si teman sms lagi, "kayaknya sudah susah dapat tiket di Gambir, antrian benar-benar panjang", kurang lebih begitu isinya. Ok, lanjut lagi ke Stasiun Tanah Abang, harapan terakhir.

Belok kiri, belok kanan, lurus, serobat-serobot akhirnya sampai juga di Stasiun Tanah Abang. Ini kali pertama aku menginjakkan kaki disini. Antrian terlihat pendek, kurang lebih ada 15an orang didepanku. Lumayan. Menjelang jam loket buka antrian sudah panjang berkelok-kelok.

Berdiri, jongkok, berdiri lagi, jongkok lagi, dan berdiri lagi. Mmmm, bagaimana yang paling depan ya. Sudah berapa lama dia berdiri di depan loket? Jam menunjukkan pukul 7. Loket belum juga buka. Ternyata, aplikasi pemesanan tiket bermasalah. Umpatan, sindiran, gerundelan, dan apalah namanya keluar satu-persatu dari mulut pengantri. Pihak pengelola stasiun mengumumkan kerusakaan komputer mereka menggunakan pengeras suara. Pengantri semakin tidak sabar.

Kuminta mama menghubungi agen dan teman di Gambir. Ternyata disana tidak ada masalah, pemesanan tiket berjalan dengan biasa. Sial. Mulai muncul rasa khawatir tidak dapat tiket. Bertolak dari Tanah Abang ke agen tiket sepertinya tak mungkin, karena disana juga banyak yang antri. Akhirnya diputuskan untuk menunggu. Kekhawatiran itu benar-benar terjadi. Sekitar pukul setengah delapan, KAI Tanah Abang mengumumkan bahwa tiket non ekonomi kereta api Gajayana dan Bangun Karta untuk keberangkatan tanggal 21 Oktober 2006 sudah terjual habis. Aplikasi pemesanan tiket di Stasiun Tanah Abang masih belum bisa digunakan, tapi tiket sudah habis duluan. Sial!

Rupanya pihak KAI tidak membuat penjatahan untuk setiap titik penjualan tiket. Siapa cepat dia dapat. Apes saja jika stasiun/agen yang kita tuju ternyata tidak bisa melayani pemesanan karena aplikasi/komputer mereka bermasalah. Soalnya, tiket ludes tak sampai 30 menit setelah loket buka.

Andai saja KAI melakukan penjatahan untuk setiap titik penjualan kupikir lebih memberikan jaminan bagi calon penumpang. Terutama jika terjadi permasalahan seperti tadi pagi di stasiun Tanah Abang. Calon penumpang yang sudah capek-capek antri harus amat sangat kecewa karena ketidaksiapan tim teknis KAI mengantisipasi permasalahan aplikasi pemesanan tiket. Kupikir kekecewaan tidak akan terlalu besar jika kehabisan tiket karena memang dapat antrian buncit.

Masih ada kesempatan untuk antri lagi, keberangkatan tanggal 22 dan 23 Oktober. Tapi, apa harus menginap di kantor dan datang ke Gambir sebelum subuh? Atau beli di calo?

Monday, September 18, 2006

Bersepeda ke Kantor (bag. II)

Senin, 18 September 2006

Setelah memastikan kondisi fisik tidak ada masalah, akhirnya hari ini kubulatkan tekad (semoga tekad masih bulat pas jam pulang nanti :D) mengayuh sepeda dari rumah ke kantor. Jaraknya lumayan, ya kira-kira 25-27an km. Jauh ya? Tenang, masih ada kok yang genjot 40km sekali jalan, hehehe.

Rute yang kutempuh : Depok II Timur, Jalan Juanda, Margonda, Lenteng, Pasar Minggu, UNAS, jalan tembus Haji Samali, jalan tembus Pomad, jalan tembus Duren Tiga, Tegal Parang, Mampang, dan, ... akhirnya sampai juga di YTKI. Di YTKI hanya numpang parkir aja kok, kantorku ada di gedung sebelahnya, Wisma Mulia.


Ban Bocor

Berangkat dari rumah pukul 6, dan sampai di kantor pukul 8 lebih. Gile, 2 jam. Naik motor aja cuma sejam lebih dikit.

Tadi ban belakang bocor saat manuver di tanjakan setelah UI. Ban dalam berlubang 2 buah, sejajar. Ban luar sedikit terluka. Ceritanya, tadi sedikit naik ke batas jalan untuk mendahului motor, dan ketika kembali ke jalan ban belakang sudah kempes.

Apa karena tekanan udara dalam ban yang terlalu tinggi sehingga ban dalam tidak kuat menahan benturan keras. Atau paku? Ah, bukan sepertinya. Tidak ada bekas paku yang tertancap kok. Paling juga batu yang salah satu sisinya tajam. Masuk akal sih.

Sempat khawatir sesaat setelah tahu ban bocor, takut ban dalamnya pecah. Maklum, sebagai pemula ternyata masih ada yang ketinggalan untuk dipersiapkan. Tidak bawa ban cadangan. Jumat minggu lalu, ketika konsultasi dengan kenalan yang sudah merasakan nikmatnya bersepeda ke kantor, aku bertanya-tanya soal ban bocor. Eh, ternyata memang aku ditakdirkan untuk merasakan ban bocor. Biar lebih siap nantinya.

Untungnya (masih aja untung, hehehe), aku sudah membekali diri dengan pengungkit ban. Jadi gak kuatir ban atau velg rusak akibat penggunaan pengungkit dari logam yang biasa dipakai penambal ban.

Selesai tambal ban, lanjut lagi sampai kantor. Seorang teman bercerita ketika aku sampai di kantor dan mengambil minum. Seorang teman (dari Depok juga) melihat aku dari atas bis ketika menunggu ban sepedaku ditambal. Eh, pas di Mampang, dia melihat aku lagi melaju di jalur busway mendahului bis yang ditumpanginya.


Mandi

Nah ini dia salah satu permasalahan bersepeda ke kantor. Harus mandi lagi supaya tidak ada bau yang menganggu tetangga-tetangga sekitar. Di kantorku ada 2 kamar mandi. Satu di toilet cewek dan 1 lagi di toilet cowok. Dan kamar mandi di toilet cowok rusak, belum diperbaiki oleh pengelola gedung. Sekuriti becanda menyuruhku mandi aja di kamar mandi cewek. Yeee, nanti disangka mau ngintip dong :D.

Segera kuturun ke masjid di belakang kantor. Syukurlah di WCnya ada selang sehingga bisa dipakai mandi. Pura-puranya pakai shower gitu, hehehe. Selesai mandi ditegur oleh (kayaknya) salah satu takmir. Hmm, sedikit membuat bete, padahal dari awal sudah kusiapkan infaq buat bayar air yang kuhabiskan. Ya sudahlah, namanya juga numpang. Lain kali harus ijin dulu. Kebetulan ada teman yang bersepeda juga ke kantor. Dia juga mengeluhkan soal mandi. Kali saja kalau bersama dia, ngomong baik-baik dengan pengurus masjid, numpang mandi tidak akan jadi masalah lagi.


Ngantuk

Selain mandi, ngantuk juga menjadi masalah bagi pekerja yang bersepeda ke kantor. Terutama untuk yang pemula seperti aku. Badan segar setelah mandi, sarapan gado-gado lontong, mulai rasa itu datang. Bahkan setelah jam makan siang (saat menulis cerita ini) berkali-kali mulut tak tahan untuk tidak menguap. Kekenyangan kali? :D


Kapok ber-B2W?

Tidak dong. Karena ternyata aktivitas ini mengasyikkan. Minimal aku tidak perlu olahraga lagi untuk menjaga kebugaran (dan kelangsingan perut :p). Sekali seminggu kurasa cukup. Eits, sebentar lagi puasa. Tentu saja libur dulu bersepedanya.

Sebenarnya mama mendukungku untuk bersepeda ke kantor seminggu sekali. Tapi, ada tapinya nih. Hari-hari mendatang setelah lebaran, kuliah juga galak-galaknya. Kalau aku tidak kuliah, mama yang kuliah dan pulang malam. Masak ya tega kubiarkan sendiri berjuang di angkutan umum. Mau bersepeda berdua kok mustahil saat ini :p.

Paling tidak libur panjang nanti setelah UAS akan menjadi lebih berarti. Genjot ke kantor lageeeeee! (selesai) (bersambung)

---

Foto-foto sebelum berangkat tadi pagi bisa dilihat disini.

Bersepeda ke Kantor (bag. I)

Sabtu, 16 September 2006

Setelah rencana bersepeda ke kantor mulai mengarah ke arah positif, hari Sabtu kutekadkan bersepeda agak jauh untuk mengukur kekuatan dengkul dan nafasku. Sendirian saja.

Rutenya : Depok II Timur (polsek Sukmajaya), RTM, Kelapa Dua, Komplek Militer Cijantung, Simatupang, Tanjung Barat-Lenteng Agung, Margonda, Siliwangi, Tole Iskandar, Permata Dua.

Awalnya hanya ingin sampai Kelapa Dua diteruskan ke UI, tapi setelah dicoba kok rasanya dengkul ini masih enteng buat genjot, jadi dilanjut sesuai rute diatas.


Kaki Kram

Mungkin karena terlalu semangat genjot, dan kaki sudah lemes, setelah melibas tanjakan Pondok Sukmajaya, otot kaki kanan langsung protes. Kram! Pas banget posisiku agak ditengah, habis mendahului motor. Segera berusaha menepi dengan kaki kanan tidak bisa digerakkan (sakitttt rasanya). Sampai di tepi langsung ancang-ancang merobohkan diri. Brakk. Aku menjatuhkan diri, meringis menahan sakit.

Beberapa pedagang yang lewat kaget, dikiranya aku jatuh karena diserempet motor. Bahkan ada yang bilang "kok gak ditolongin sih ..." ketika melihatku terduduk menahan sakit sambil sepeda tergeletak begitu saja di batas aspal dengan tanah. Seorang pedagang kelontong yang muncul dari gang bertanya "Kenapa mas?" "Gak pa pa, kram aja kok" "Sepedanya pinggirin dulu. Aku pingggirin ya" "Iya, terima kasih mas, maaf ngrepotin" "Gak pa pa. Hati-hati ya"

Setelah bisa berdiri, segera ku kirim kabar ke mama. Mama sempat khawatir dan ingin membatalkan rencana aktivitas hari ini. Tapi aku bilang, aku gak apa apa, dan rencana semula bisa diteruskan. Ya, aku hanya butuh beberapa saat untuk istirahat. Tidur maksudnya :D.


Belanja Keperluan Bersepeda

Setelah beres belanja-belanja keperluan keluarga lanjut ke Rodalink Margonda. Kupilih Rodalink karena aku belum tahu toko aksesoris sepeda di Depok. Aksesoris yang aku cari : celana pendek, helm, lampu depan-belakang, bel. Lampu dan bel aku kira gampang dicari toko-toko sepeda sekitar Depok I dan II, tapi celana pendek dan helm? Daripada berjudi tidak jelas, langsung aja ke Rodalink yang memang jelas-jelas ada.

Pilah-pilih, pilah-pilih, pilah-pilih. Akhirnya membawa pulang helm Michelin MX Street (padahal maunya yang Polygon aja, sayang stok kosong), celana pendek warna hitam kombinasi merah Polygon, lampu depan-belakang dan bel Cat Eye, pengungkit ban Zefal.

Mahal-mahal ya? Ya anggap aja sebentar lagi ada bonus dari kantor :p.

(bersambung)

Tuesday, September 12, 2006

Ramadhan musim apa ya?

musimnya sariawan menyerang mulutku
musimnya sinetron religi di televisi
musimnya nyetel mp3 Al-Qur'an dan lagu-lagu nasyid di kantor
musimnya baju koko dan selendang di kantor
musimnya majelis taklim kantor penuh
musimnya masjid di belakang kantor penuh, terutama jam tidur siang :D (kayaknya gak hanya Ramadhan deh)
musimnya ribut cari tiket mudik (tahun ini diusahakan pulang nih, sudah beberapa tahun lebaran sendiri di Jakarta, suepiiii :()
...
...
...
musim apa lagi ya?
oh ya, musimnya aku harus kuliah lagi :(

Ok, saatnya kabur dan pergi ke kampus ... kuliah perdana semester 9, mata kuliah Kalkulus Lanjut.

Tuesday, September 5, 2006

(per) Mainan Edukatif Tak Harus Konsumtif

Aku sedang ingin membandingkan dua buku yang sudah lama dibeli mama tapi baru-baru ini aku baca. Ya, terutama ini dipicu oleh pertanyaan seorang teman di milist yang bertanya penjual mainan edukatif.

Buku pertama judulnya Optimalkan Tumbuh Kembang Otak dengan 50 Permainan yang Mencerdaskan Bayi, salah satu seri majalah Ayahbunda. Terbitan pertama Mei 2004. Harga 30 ribu rupiah.

Buku yang kedua berjudul Slow and Steady, Get Me Ready karya June R Oberlander. Buku terjemahan, harganya 45 ribu rupiah. Disampul belakang buku tertulis :
Telah diakui oleh :
U.S DEPARTMENT OF EDUCATION-ERIC DATABASE -- PEDIATRIANS THE NATIONAL PARENTING -- HARVARD FAMILY RESEARCH HEAD START -- AUTISM RESOURCE NETWORK -- MOTHER RESOURCE NATIONAL COMMISION TO PREVENT INFANT MORTALITY -- LIBRARIES PUBLIC SCHOOLS -- PRESCHOOLS -- STATE SOCIAL SERVICE NATIONAL RESOURCES CENTER FOR FAMILY CENTERED PRACTICE FAMILY DAYCARE PROVIDES -- SPECIAL EDUCATION PROGRAMS HEMOSCHOOL -- PARENTS -- NANNIES.

Yang ingin aku bandingkan diantara dua buku tersebut adalah mainan yang dipakai untuk merangsang perkembangan kecerdasan bayi, mulai 0 sampai 2 tahun. Tentu garis besarnya saja. Akan lebih baik jika Anda ke toko buku dan lihat sendiri buku yang aku sebutkan diatas. Kami belinya di Gramedia Depok.

Buku pertama, memang indah, penuh dengan gambar warna-warni, mainan yang ditunjukkan sebagai contoh juga penuh warna. Pas dilihat mata pokoknya. Dari satu halaman, porsi gambar (foto) bisa mengambil sampai 2/3 ruang.

Lain dengan buku kedua. Buku ini penuh dengan teks, dengan disisipi gambar. Bukan foto, tapi gambar sketsa monochrome. Porsi teks sangat dominan. Terlihat buku ini lebih mementingkan teori dan keterangan tentang kegunaaan sebuah permainan. Membosankan?

Menurutku, buku pertama terkesan konsumtif. Dibuku tersebut lebih menekankan bahwa mainan itu bisa dibeli di toko-toko mainan atau perlengkapan bayi. Foto mainan yang digunakan sebagai peraga merupakan mainan mahal, lihat ucapan terima kasih di lembar pertama halaman kedua. Setidaknya, dengan dimuatnya foto-foto mainan tersebut, ada harapan bahwa pembaca yang gampang terprovokasi akan membeli mainan yang mirip dengan yang dibuku. Alasannya "mainan edukatif nih, cocok untuk melatih kecerdasan otak anakku. Mahal gak apa-apa lha, buat anak sendiri kok itung-itungan."

Iklan terselubung? Bisa jadi. Dan itu tidak mendidik! Semua bisa dibeli, lebih praktis. Tapi tidak kreatif dan konsumtif.

Kenapa tidak mengajari pembaca (para orang tua) berbudaya kreatif. Memanfaatkan benda-benda yang ada di rumah untuk memenuhi inti dari permainan edukatif tersebut. Seperti yang dicontohkan di buku kedua.

Contohnya mainan gantung. Mainan ini dimaksudkan untuk merangsang respon bayi terhadap warna, gerak, dan bunyi (dari gemerincing benda yang digantung). Dibuku pertama disebutkan di halaman 13 :
"Mainan gantung (cot toys)
Mainan jenis ini membantu bayi mengenali rangsang visual dan memfokuskan perhatian. Warna-warna dan gemerincing suara mainan ini mengasah pencaindera bayi usia 0-4 bulan yang tengah berkembang pesat.

Anda bisa mendapatkan jenis mainan ini di hampir semua toko perlengkapan bayi"

Di buku kedua tertulis (hal. 6) :
"Siapkan seutas tali selebar +- 1cm yang panjangnya lebih dari lebar tempat tidur bayi Anda. Buat tiga simpul tali yang longgar ditengah-tengahnya,... gantungkan kumparan benang yang berwarna mencolok."
dilanjutkan :
"Hari pertama, coba tarik perhatian si kecil dengan cara menggerakkan gantungan kumparan ini dari depan ke
belakang. Amati gerakan matanya...

Pada hari kedua, gantungkan di satu tali berikutnya sebuah lingkaran (tutup) plastik yang telah ditutup dengan rapat dan aman oleh aluminium foil. Kemudian lakukan gerakan seperti pada gantungan kumparan.

Hari berikutnya, gantung sebuah bel kecil atau kecincingan pada tali ketiga. Gerakkan bel ini hingga berbunyi. Lihat bagaimana reaksinya."

Apa yang Anda tangkap dari kutipan diatas?

Yang aku tangkap, sebagai orang tua, aku diajari untuk kreatif. Diharapkan kebiasaan kreatif ini menular ke keluargaku terutama anakku, sehingga ketika nanti dia sudah besar tidak konsumtif, asal beli ketika butuh sesuatu. Sepanjang sesuatu tersebut bisa diusahakan sendiri untuk menghasilkan fungsi dan kualitas yang sama. Dan masih banyak lagi manfaat dari berpikir kreatif.

Tak ada salahnya juga membelikan anak mainan (mahal) seperti yang tergambar di buku pertama tersebut. Toh uang-uang Anda sendiri. Buku pertama juga tidak salah, ada informasi yang aku dapatkan juga kok (walau relatif dangkal dibanding buku kedua). Disini aku hanya menawarkan alternatif. Apalagi jika bayi Anda termasuk yang aktif dan pembosan. Selama 11 bulan lebih bersama Kintan, aku bisa menyimpulan permainan yang paling dia sukai dan tidak bosan-bosannya tiap hari diulang-ulang. Ciluk baaaaaaaa. (per) Mainan edukatif tak harus konsumtif kan?

---

Terima kasih buat Mama dan Kintan, I love U ...mmuachhh!


bacaan :
  • Seri Ayahbunda : Optimalkan Tumbuh Kembang Otak dengan 50 Permainan yang Mencerdaskan Bayi, penerbit PT ASpirasi Pemuda, Jakarta
  • Slow and Steady, Get Me Ready, penerbit PT Primamedia Pustaka. ISBN 979-696-098-2

Monday, September 4, 2006

Bersepeda bersama Kintan (bag. II)

Masih tentang bersepeda dengan Kintan. Bedanya sekarang pakai sepeda baru. Posisi Kintan yang sebelumnya didepan berubah jadi dibelakang dan pakai kain gendongan. Nyaman tidaknya posisi Kintan ya tidak tahu, yang penting dia tidak rewel (rewel = posisi tidak nyaman), hehehe.

Nampang dulu ahhh


Tampak belakang


Sepeda lama ditinggalkan :p


Tes belok sebelum keliling perumahan


Tampak depan


Tengok kanan


Tengok kiri


Awas, tikungan tajam :D


Mulet, posisi yang gak nyaman?


Nampang lagi ahhh, kali ini didepan rumah sendiri


Foto (masih) oleh mama. Foto diambil sebelum ke Cibinong. Selesai.

Bersepeda bersama Kintan (bag. I)

Tak mau kalah dengan presiden SBY yang mengisi waktunya dengan bersepeda, aku pun begitu mengisi waktu-waktu bersama Kintan.

Kintan duduk di depan dan aku mancal dari belakang. Posisi ini tak nyaman di pinggang, Kintan sih asyik-asyik saja, menebar senyum ke siapa saja yang ditemui.


Pagi di hari libur masih sepi


Bersepeda keliling gang-gang di perumahan




Hari kerja juga tak masalah, tapi nampang dulu karena dua-duanya sudah mandi :D


"Ayo Pa buruan sepedaanya!"


"Asyikkk"


Putar balik


Kring-kring

Foto oleh mama.

Bersambung...

Sunday, September 3, 2006

Bersepeda Sabtu-Minggu

Sabtu, 2 September 2006


Akhirnya, sepeda yang kutunggu-tunggu dikirim juga. Ada beberapa komponen yang diganti dari spek utama, karena saat perakitan komponen-komponen tersebut tidak tersedia. Tak mengapa. Toh, bukan komponen utama kok. Kuharap ada bonus standar kaki 2 buat parkir dirumah, ternyata tak dikasih sama yang jual, hu uh.
Tentu langsung kucoba genjot. Rute pertamaku :  Cilodong, ambil arah Kostrad, Raden Saleh jurusan Studio Alam TVRI, Tole Iskandar, Haji Dimun (BBM), berakhir di depan rumah. Alhamdulillah selamat :).
Kaki, pinggang, dan pantat yang rasanya pegal. Namanya juga pertama kali, pasti otot-otot bagian tubuh tersebut kaget. Dengan seringnya latihan dijamin tak ada masalah berarti, kecuali capek dan haus :D.
Kesan pertama asyik bo, ingat jaman mtb-an di tahun 90an. Bedanya sepeda yang kupake sekarang lebih ringan, pemindah gigi bekerja lebih modern, tidak diongkek seperti dulu lagi.

Sms pak Eko untuk bersepeda keesokan harinya.

Minggu, 3 September 2006


Kali ini rutenya lebih panjang dari hari sebelumnya.  Keluar gerbang perumahan, bertemu dengan beberapa pengendara sepeda, kira-kira sudah punya cucu lha. Kami bergabung menuju kawasan Pemkab Bogor di Cibinong. Ingin aku tulis rutenya, tapi gak hapal nama daerah yang aku lewati. Ya, ini pertama kalinya aku bersepeda dikawasan tersebut.

Rute secara umum : Cilodong, kawasan Pemkab Bogor Cibinong, pulang lewat jalan Raya Bogor, belok di Simpang Depok (Tole Iskandar) menuju rumah. Total jendral ya kurang lebih samadengan Depok-Jakarta sekali jalan.
Yang paling terasa sakit adalah pantat. Semoga hanya karena belum terbiasa saja. Kalau ternyata masih sakit ya kayaknya harus ganti sadel.
Ada insiden kecil saat perjalanan pulang. Tempat kejadian masih disekitaran Pemkab Bogor, dikeramaian pasar kaget. Pasar kaget di Cibinong terkenal ramainya, penuh sesak. Apa saja ada. Nah, ketika sedang berhenti sejenak dipinggir jalan, sebuah sepeda motor nyelonong menabrak bagian belakang sepedaku. Hampir terjatuh. Ternyata, si pengendara motor sedang cucimata sehinggal lengah, melihat dagangan yang dijajakan di kanan jalan. Brakkk, si pengendara kaget motornya sudah nyium pantat sepedaku. Pelan, tapi cukup membuat aku kaget dan hampir jatuh. Mata melotot sambil ngomel, dan sebelum umpatanku keluar semua seorang polisi datang melerai. Si pengendara motor dipersilahkan jalan. Eh, masih sempat-sempatnya menoleh ke belakang, mungkin tidak puas aku kata-katai. Sambil menuntun sepeda kupelototi aja dia sambil sedikit teriak "Apa loe?"

Tidur siang terasa lebih pulas. Biasanya ketika siang tidur dilantai pasti aku gonta-ganti posisi, tapi ini tidak. Kayaknya karena capek sehingga tidurpun terasa nyaman.

Nah ini efek samping dari olahraga, nafsu makan makin bertambah :D. Bawaannya lapar terus walau perut sudah berisi. Ingin rasanya makan lagi, lagi dan lagi. Tapi kucoba tahan dengan minum air putih. Kalau dituruti makin ndut dong, hehehe.

Siap B2W?


Rasanya belum. Masih perlu banyak latihan, terutama mempertahankan ritme mengayuh. Kurasakan tadi, ketika mengayuh dengan konstan, rasanya ringan dan kaki tidak terasa capek. Jarak kantor rumahku, kira-kira 27an km. Kalau kupaksakan bisa-bisa aku yang sakit.

Tapi ada triknya lho biar gak terlalu ngoyo bersepeda dari Depok ke Jakarta. Triknya, berangkat naik KRL ekspres sambil bawa sepeda. Kalau tidak boleh ya bayar dobel :D. Turun di Gondangdia, Gambir, atau Dukuh Atas. Sekalian di Kota atau Tanah Abang juga boleh. Nah, dari stasiun dilanjutkan ke kantor dengan bersepeda. Begitu pula saat pulang. Hehehe, lumayan irit tenaga, tapi tidak irit ongkos :D. Entah naik KRL sambil bawa sepeda diperbolehkan atau tidak. Menurutku kalau naiknya bukan di jam yang penumpangnya penuh sih tak masalah. Artinya berangkat agak siang, begitupun pulangnya, lebih malam.

Dan lagi minggu depan kuliah sudah dimulai, rasanya bersepeda ke kantor dimungkinkan disaat libur kuliah. Kasihan mama kalau harus naik angkutan umum malam-malam ke Depok sendiri. Lebih tenang naik motor berdua.

Bersepeda di Sabtu dan Minggu, saat ini itu yang lebih realistis :).