Thursday, June 7, 2007

antara orang pusat dan regional

Alkisah disebuah acara makan siang di kantin kantor yang dihadiri oleh manager -yang mantan bos di regional-, staf yang punya hutang sampai anaknya lulus sma nanti dan sudah punya mobil, staf tanpa hutang dan sudah punya mobil, dan salah satunya staf yang hutangnya tinggal dua tahun lagi lunas tapi belum punya mobil. Bisa ditebak dong apa topik pembicaraannya.

Sang manager berturur kalau dia kaget melihat kondisi staf-stafnya. Dia bertanya ke staf dengan yang sudah punya embel-embel expert.
"Rumah dimana Man?"
"Lubang buaya bos"
"Ke kantor naik mobil?"
"Ah si bos, ... naik motor kok"
"Ooo"
Dia bertanya ke expert-expert yang lain, jabawannya malah "naik angkot dari Kranggan, turun di UKI, lanjut ojek deh".

Dia bercerita di forum makan siang tersebut bahwa staf-stafnya di regional lebih makmur. Maksudnya mobilnya cap keren, bahkan staf yang terbilang baru -3 tahun masa kerja- saja sudah pakai mobil. Si Maman mobilnya Altis (walau bekas), si Momon Jazz baru kinyis-kinyis, si Mimin CRV, di Mumun Xtrail, dan kesemuanya belum berlabel expert. Lha disini staf-stafnya yang sudah berlabel expert kok ngojek. Padahal orang-orang regional dengan kondisi seperti itu masih mengeluh, kenapa jatah training ke luar negeri sering gak sampai sana.

Semua berpendapat. Muaranya adalah rumah. Lho kok jadi lari ke rumah. Benar, rumah. Ketika sudah mulai menerima gaji, mulai berani melirik gadis manis pujaan hati, dan akhirnya berkeluarga, tentu target berikutnya rumah. Hal yang sudah melekat di alam bawah sadar kebanyakan orang, termasuk aku. Rumah 100 meter persegi di pusat -Jabodetabek- dibanding rumah di regional harganya bagai bumi dan langit. Uang 100 juta di pusat untuk DP dan harus mencicil lagi sampai anak lulus sma, sedangkan di regional langsung dapat kunci dan sertifikat, itupun masih sisa. Sama nabung, yang satu nabung tuk beli mobil satu lagi nabung di bank -angsuran cicilan-. Dalam 3 tahun tabungan orang regional sudah terbeli mobil, orang pusat masih kurang karena sudah terkuras tuk DP dan cicilan. 10 tahun lagi, orang regional sudah jadi konglomerat, karena tabungan menumpuk dan digunakan sebagai modal usaha. Orang pusat, demi mengejar ketertinggalan rela lembur puluhan jam, kalau perlu jatah training regional disunat demi lembaran dolar dan kepingan euro.

Semua tertawa. "Pantesan orang regional menolak mutasi ke pusat, makmur banget rupanya. Raja kecil coy!" Benar, raja kecil, persis petinggi-petinggi daerah sejak diresmikannya otonomi daerah. Manager menimpali "lha stafku disana aja kartu kreditnya platinum!"

Tapi jangan salah bos, sebentar lagi staf anda di pusat juga gak kalah dengan staf anda di regional. Walau gak punya mobil lihat aja kamera dan sepedanya, hahahahahahahahaha.

Ampunn Ma, ampun ... :D

7 comments:

Anonymous said...

"mas mass!" *manggil mas Wiepi* "tolong kalo ada mouse nganggur dilempar tuh staf yg di pojokan deket mesin potokopi, biar nggak mimpi beli sepeda terus"

*sabarrr sabar...

-hERNa- said...
This comment has been removed by the author.
-hERNa- said...

Huehehehe... Jangan-jangan ngobrolnya sama "mantan" bos-ku yang sekarang lagi di Jakarta :)

Apa mo coba beli rumah di Surabaya? Harganya bisa bikin kita "nabung di bank" juga koq..

Andri Wibowo said...

hehehe, gak kok
eh, btw, mantan bos sampean di radio ya?

-hERNa- said...

Di lantai 8, sekarang lagi jd POH seorang GM yang lagi cuti melahirkan :)

Andri Wibowo said...

hehehe, iya ... di radio artinya
aliranku kan CNO :p

mama alin said...

sabar mas. I know where are u now. i feel it too. Kalo udah gitu aku mending tutup telinga and tutup pintu hati. Dan tetep minum teh sosro. Hehehhehee. Hidup di tengah-tengah orang yang bermata ijo emang musti tutup mata biar gak ikutan ijo. Kalo enggak, kita bisa ikutan buta.