Monday, November 27, 2006

Jemuran Darurat

Jemuran Darurat

Hari ini aku bersepeda ke kantor. Sial, kamar mandi utama di lantai 5 belum juga diperbaiki, padahal sudah rusak berbulan-bulan. Entah bagian umum di kantorku yang tidak mau mengurus atau memang building management yang tidak mau memperbaiki. Padahal kamar mandi ini adalah kamar mandi untuk karyawan yang kerja shift (24 jam, 3 shift). Oh ya, kamar mandi yang rusak ada di kamar mandi laki-laki, kamar mandi di kamar mandi perempuan masih ok.

Hasilnya ya harus mandi 'darurat' di basement. Tak ada kunci pintu ya kaos yang dipake sebagai pengganjal pintu. Tak ada gayung ya botol air minum kemasan dipakai. Yang penting tidak bau keringat, hehehe.

Habis mandi terus jemur pakean yang basah keringat buat pulang nanti sore :D

Friday, November 10, 2006

Genjot Ke Puncak (yang membuat ketagihan)

Sabtu 4 Nov '06 yang lalu aku ikut teman-teman dari MTB-Indonesia halal bi(ke) halal di Rindu Alam Puncak. Gileeeeee, asli aku ketagihannnnnn. Pingin sepedaan aja bawaannya kalau Sabtu-Minggu :D. Oh ya, cerita serunya jalur sepedaan Puncak bisa dilihat disini, disini, atau yang ini. Penasaran ingin menjajal kekuatan di ngehe 1 dan 2.

Berangkat bareng rombongan Cheppy, nebeng mobilnya Ludi (maaf Lud mobilmu aku kotori, gpp kan :D). Diantar rombongan tersebut ada dua yang newbie di jalur Puncak, aku dan Armi. Semua sudah katam. Janjian di dekat perumahan Gema Pesona, bongkar sepeda dan greng menuju Gadog. Ternyata disana sudah ramai, beberapa masih bongkar sepeda dari mobil tuk dimuat angkot menuju Rindu Alam. Sepedanya keren-keren euy, cap mahal dan bikin mupeng. Sepanjang mata melihat tak ada cewek, cowok semua, bapak-bapak. Kasihan ya istri ditinggal dirumah mengurus si kecil, bapaknya sepedaan :D. Peace Ma :).

Sampai di Rindu Alam sepeda diturunkan dan dirakit lagi. Seperti saudara sendiri. Nah ini dia yang bikin grogi, ketahuan kalau aku tidak pernah bongkar pasang sendiri, hehehe :p. Pasang ban belakang saja sampai rantainya ketinggalan :D. Bongkar lagi, lagi, dan lagi. Akhirnya selesai juga. Acara berikutnya sarapan. Genjoter yang sudah saling kenal saling salaman bermaaf-maafan. Beberapa sudah pemanasan dan meluncur, downhill! Sempat gak PD dengan sepeda rakitanku, maksudku takut bannya lepas dihajar bebatuan yang aduhai curamnya. Harap maklum, newbie :p

Pit stop pertama adalah turunan Paralayang. Disini ada ajang uji nyali dan teknik melewati turunan yang terjal. Ada yang nyungsep, ada yang bisa dengan sukses melewatinya, dan banyak yang nuntun sepeda, hehehe, termasuk aku.

Ujian dimulai dengan tanjakan Gunung Mas. Pendek, tapi cukup membuat paha rasanya mau pecah. Ujian sebenarnya ada di ngehe 1 dan 2 (entah kapan muncul istilah ngehe ini, artinya kira-kira tanjakan yang bueraat). Targetku bisa melibat tanjakan ini tanpa nuntun sepeda. Bagi yang tak kuat bawa sepeda disini sudah tersedia jasa ojeg dan joki. Ojeg artinya ya naik ke puncak ngehe 1 dengan naik motor dan sepeda dipanggul. Joki disini adalah anak-anak umur 7 tahunan yang menyediakan jasa dorong sepeda sampai di puncak ngehe 1 (pondok seng). Kehadiran joki-joki kecil ini bagiku sedikit menganggu, karena agak menghalangi jalur. Tapi ya mau gimana lagi, wong kita numpang lewat kampung mereka. Beberapa genjoter memutuskan memakai jasa mereka, "bawa badan aja udah berat, apalagi ditambah sepeda", lumayan buat uang saku sekolah mereka. Ngehe 2 lebih landai dari ngehe 1, tapi karena fisik dan kedodoran di ngehe 1 yang mengakibatkan tuntun lageeee. Beraatttt, dan rasanya kapok kesini lagi. Tapi selepas ngehe 2 mulai saat yang mengasyikkan lagi, sampai aku nyungsep, hehehe. Turunan! Aku bisa ngebut sampai finish di Gadog (tempat berangkat tadi).

Perjalanan pulang dilanjutkan dengan bersepeda ke Stasiun Bogor. Armi terpisah dari rombongan. Kurang lebih pukul 4 sore aku sampai di rumah, disambut oleh senyum manis mama, mmuach!


Ketagihan

Nah ini dia, walau pas di ngehe 1 dan 2 rasanya kapok tapi setelah istirahat seminggu kok rasanya pingin lagi kesana, hehehe. Memang sepedahan membuat ketagihan. Kalau tiap minggu genjot seharian bisa-bisa mama ngambek nih :D, bahaya! Lagian kasihan Kintan kalau aku tinggal-tinggal. Tiap hari pulang malam karena kuliah, weekend ditinggal sepedaan, hmm, kapan ketemunya dong. Ya ya ya, harus adil dan proporsional membagi waktu. Paling tidak sebulan sekali genjot yang sampai seharian, Puncak katakanlah, gpp kan Ma? Hehehe.

Hari ini kubaca di milist MTB-I ada ajakan XC (Cross Country) ke Siweh-Cikole-Sukawana Bandung. Sungguh menggoda :p. Karena tak bisa ikut, mungkin hari Minggu nanti kuajak saja tetangga sekomplek (Pak Iwan, Pak Kandi, Pak Eko) ke Sentul atau Gunung Pancar. Mama mau ikut?

susahnya melepas ketergantungan empeng

Aku sudah lupa kapan tepatnya Kintan kami kasih empeng. Yang jelas saat itu memang lucu melihat bayi ngempeng dan kami juga senang karena itu menenangkan dia saat tidur. Kami hanya memberikan empeng dikala menjelang tidur. Oh ya, kecuali kemarin ketika mudik lebaran. Kintan sakit dan kami tidak ada persiapan untuk itu, akhirnya empeng yang kami jadikan 'obat penenang' agar rewelnya mereda.

Pernah suatu saat empengnya ketlisut dan saat itu Kintan menjelang tidur. Bisa ditebak, Kintan rewel! Untung saja empengnya ketemu, dan benar, segera dia terlelap begitu ngemut empeng.

Sebulan terakhir ini kami mulai khawatir dengan efek negatif empeng, yang utama takut giginya monyong, hehehe. Kasihan kan kalau harus pakai kawat gigi. Sudah mahal, sakit, ribet untuk jaga kebersihannya, dan pasti susah makan. Tak dipungkiri aktifitas ngempeng juga mempunyai efek positif. Jika anda pernah naik pesawat pasti pernah merasakan telinga bagian dalam sakit, nah cara sederhana untuk orang dewasa mengurangi sakit tersebut bisa dengan menelan ludah. Bagi bayi aktifitas ngempeng bisa mengurangi rasa sakit tersebut sehingga tidak rewel.

Semalam Mama mencoba tidak memberikan empeng ketika Kintan gelisah saat tidur. Tapi gagal, karena kami sudah ngantuk berat akhirnya ya gitu deh, nyot nyot nyot. Tadi pagi dicoba lagi. Rewel pasti, sampai wajahnya memerah antara ngantuk dan sebal, hehehe. Naik motor keliling komplek, bisa tidur. Ditidurkan di kasur langsung deh nangis lagi :D. Akhirnya mbak Ma turun tangan, digendong sambil belanjan ke Ucok, ternyata tidur juga. Wah, memang butuh usaha ekstra.

Kucoba googling, ada beberapa tips dari bloger untuk menghilangkan kebiasaan ngempeng. Mulai dari yang dibiarkan sampai empengnya rusak karena digigiti, empeng diolesi pahit-pahitan, sampai diajak bermain sampai capek sehingga gampang tidur. Pernah dicoba empeng dikasih pahit-pahitan sama mama, tapi Kintan juga tak kurang akal, empengnya digosok-gosokkan ke baju sampai rasa pahitnya hilang.

Mama sebenarnya ingin cuti seminggu untuk menghilangkan ketergantungan empeng karena itu tanggung jawab kami selaku ortu, bukan pengasuh. Tapi sayang, Mama belum berhak cuti karena masih terikat kontrak. Weekend ini rencananya akan dicoba tanpa empeng, tapi sayang lagi, Sabtu jadwalnya seminar Pesat sesi III. Sayang kalau tidak hadir, apalagi sesi II kami sudah bolos :D.

Semoga Kintan segera terbebas dari empeng, tapi juga jangan sampai ikut-ikutan masa kecil Mamanya, ngenyot jempol :D

Thursday, November 9, 2006

Penambal Ban yang Profesional

Memang yang namanya apes itu datangnya tak disangka-sangka, siapa saja bisa didatanginya. Dari presiden sampai buronan kelas tengu. Kemarin harus ganti ban dalam motor karena bocor besar pas disambungan pentil (lubang untuk memompa ban) dan di badan ban. Eh, pagi ini ketika bermotor bareng mama ban baru tersebut bocor lagi. Pas sampai di sebuah ruko yang ada tulisan "tambal ban", mama kuminta naik bia langsung ke kantor, tak perlu nunggu tambal ban. Erghh, tukang tambalnya tidak ada. Harus dorong lagi. Dorong punya dorong akhirnya ketemu tukang tambal di komplek AU Pancoran (tempat biasa nurunin mama untuk kemudian lanjut dengan kopaja).

Menunggu agak lama akhirnya tukang tambal muncul, kayaknya dia sedang sarapan dan sedang nanggung, hehehe. Dicek ketemu bocornya, kecil. Ditambal dengan cara dipanggang. Selesai dipanggang ban dipompa untuk melihat hasil tambalan. Cessssss, angin langsung keluar. Nah lo! Sebelum ditambal angin keluar perlahan, tapi setelah ditambal angin lolos begitu saja. Usut, usut ... ternyata ban malah robek.

Didekat tambalan kulihat sudah terbentuk sebuah garis sepanjang lebih dari 5cm. Dilihat lebih detil garis tersebut menunjukkan bahwa karet ban sudah pecah, tarik sedikit, ban tersebut sobek. Persis dengan kertas dilipat dan lipatan tersebut menjadi titik sobekan. Wah, ganti ban lagi gumamku dalam hati sambil menunjukkan muka kecewa ke penambal. Dia merasa bersalah karena terlalu lama memanggang ban. Akhirnya ban dijahit dan ditambal memanjang. Prosesnya sama dengan diatas, dipanggang! Selesai pan dipompa dan "cesssss", masih bocor. Ganti ban baru.

Uteg uteg uteg uteg, ban selesai dipasang dan dipompa. Beres. Tukang ojeg disebelah nyeletuk "dari tadi aja diganti ban baru, gak susah-susah jahit ban". Namanya juga usaha, mungkin begitu kata hati kecil si penambal.

Saatnya bayar, kusodorkan 50ribuan. Dikembalikan 45 ribu sambil dia bilang "Udah bayar tambalan pertama aja, tadi memang kesalahan saya, gak pa pa mas". Wah, ini baru penambal yang jujur dan profesional. Mau mengakui kesalahan dan bertanggung jawab. Sudah menjadi rahasia umum kalau penambal-penambal ban yang buka lapak di pinggir jalan raya sering berbuat culas dengan menebar paku. Trans Tv pernah membuat liputannya. Tentu tidak semua penambal berbuat seperti itu, yakinlah masih banyak penambal ban yang jujur. Semoga Allah memudahkan rejeki bagi penambal ban yang jujur.

Sampai kantor hampir jam 11, upss :p