Tuesday, December 26, 2006

Bersepeda di Rindu Alam Puncak kala Musim Hujan

Nyontek gayanya om HPW. Bergaya setelah melahap tanjakan Ngehek1.

Menjadi POH ternyata tidak cukup, ternyata masih harus standby untuk menjaga perfoma aplikasi menghadapi hujan trafik saat Natal. Untungnya tidak harus datang ke kantor, tapi harus bisa cepat bergerak ke kantor jika ada masalah. Nasib jadi prajurit, orang lain liburan aku masih disibukkan dengar urusan kantor, hehehe. Mama dan Kintan sudah maklum :D.

Jumat sore sms mama tuk bersepeda 'agak jauh'. Hahahaha, mama sudah hapal rayuan mautku kalau ada mau. Kupilih bersepeda ke Rindu Alam, Puncak karena teman yang mau ngajak ke Hambalang belum ada kabar pasti. Ini kali kedua aku bersepeda ke Puncak. Bedanya saat ini musim hujan.

Tiga teguk teh manih menjadi sarapan. Kalender sudah berganti hari, Sabtu, 23 Desember 2006. Jam dinding sudah menunjukkan pukul 5:15. Arrgghh, menurut jadwal di krlmania kereta pertama dari Jakarta menuju Bogor berhenti di Depok pukul 5:39. Ngebut deh. Sempat terbesit tuk nyewa angkot saja menuju stasiun, tapi kuurungkan, genjot sajalah. Alhamdulillah pas, kereta belum lewat. Katanya berangkat dari Manggarai tidak pas jam 5 sesusai jadwal tertulis.

Kereta di pagi hari arah Bogor belum penuh. Eko, Waty, Richard, dan Ino (maaf kalo salah ya) sudah memenuhi gerbong paling depan. Kecuali Eko, semua adalah teman-teman baru, baru kenal saat itu juga. Ini salah satu enaknya genjot bareng, dapat teman baru :). Sampai Bogor kami dijemput Dani (teman baru lagi) tuk langsung menuju ke tempat janjian, Bank Niaga Bogor. Pas turun dari kereta dapat teman baru lagi yang ternyata juga janjian dengan Dani, panggil saja Yayat dari LSM Telapak. Oh ya, si Dani ini dari LSM Cifor (semoga gak salah tulis), Richard dari XL, Eko dari Siemens, Waty dari Sony BMG, Ino dari CodeJava. Di Bank Niaga sudah berkumpul rombongan jersey biru (lupa dari perumahan mana, yang jelas semua kompak pakai jersey yang sama berwarna biru). Sepeda dinaikkan ke angkot tuk langsung menuju Rindu Alam.

Sampai di Rindu Alam rombongan jersey biru langsung meluncur mencicipi jalanan menurun terjal berbatu. Mereka selalu sarapan di Pabrik Teh Gunung Mas. Sayang disana cuma ada bubur, mana nahan. Aku, Yayat, Dani dan Eko memilih tuk sarapan nasgor terlebih dahulu. Maklum perut hanya berisi makanan sisa semalam dan tiga teguk teh manis. Waty, Ino dan Richard ikut bergabung dengan rombongan jersey biru. "Nanti juga kesusul", hehehe.

Jalur bersepeda di Puncak dimulai dengan turunan terjal berbatu disamping warung makan di Rindu Alam. Jika anda beruntung anda dapat lewat gratis, tapi kalau pas ada yang jaga anda dikenakan tarif buka portal Rp. 2000,-/orang. Jalan terasa lebih licin akibat sisa hujan dan embun. Oh ya, Puncak mendung hari itu. Sejuk dan segar. Jalanan terus menurun sampai masuk ke hutan dan berubah menjadi single track. Di dalam hutan jalan lebih licin karena lapisan tanah yang padat berubah menjadi lumpur tipis. Pohon dan dahan kecil yang tumbang tak kuasa menahan hujan menjadi rintangan. Harus lebih hati-hati karena menambah licin jalur. Belum lagi aliran air yang melintas memotong jalan. Roda semakin gampang kehilangan traksi. Dan beberapa kali harus menuntun sepeda.

Ketika asyik mengikuti jalur yang menurun tiba-tiba tangan kanan yang memegang gagang rem depan serasa blong. Nah lho! Untung ada batu sehingga bisa memijakkan kaki tuk menghentikan sepeda. Sialllll, rem depan jebol :((. Logam pengait kabel pecah sehingga tak ada penahan saat tuas rem ditarik. Stres dehhh. Turunan curam menanti di depan. Dibantu Yayat dan Eko akhirnya tuas rem bisa ditarik sampai penuh, walau tidak menggigit, tapi masih memberikan daya pengereman. Mentalku jatuh saat itu. Diturunan curam dan licin rem depan sangat amat dibutuhkan karena daya pengeremannya lebih kuat dibanding rem belakang. Walau roda belakang terkunci tapi sepeda tidak akan berhenti, melainkan ngepot kiri-kanan yang malah merusak jalur. Perlu nyali untuk melewati turunan curam hanya berbekal rem belakang (v-brake lagi). Alhasil aku tuntun sepeda jika ada turunan yang kurasan tidak bisa kulalui dengan sepeda. Ternyata si Eko juga nuntun
sepeda :D.

Pit stop pertama setelah melalui hutan dan jalur tea walk Gunung Mas adalah pabrik teh Gunung Mas. Rombongan jersey biru sudah istirahat dan sarapan. Tapi tidak semua karena ada yang nyasar (salah satunya si Waty) dan bapak2 yang kami overlap di dalam hutan.

Disini tersedia beberapa menu sarapan. Bubur ayam, soto mie dan bakso (kalau tak salah lihat). Buatku tentu gak nendang. Berhubung sudah mengisi perut di atas disini kami cuma duduk isitirahat dan cuci mata melihat sepeda yang keren-keren :D. Rombongan jersey biru rupanya agak lama mengambil waktu isitirahat.

Lepas pabrik teh Gunung Mas jalanan menanjak. Aman. Sampai di pit stop kedua. Pintu masuk ke taman safari Cisarua. Biasanya disini orang-orang istirahat dengan mengisi botol air minum, beli makanan ringan, pisang untuk bekal di tanjakan. Ya, tepat setelah pintu gerbang taman safari, tanjakan ngehek 1 dimulai. Cuaca yang mendung sangat membantu, genjot keatas rasanya lebih ringan. Walau akhirnya nuntun sepeda juga saking beratnya tanjakan :D. Hanya Dani yang sanggup melahap tanjakan ngehek1 ini. Dia berhak mendapat penghargaan Ngehek Hall of Fame ala om HPW. Rombongan jersey biru tidak naik sampai ujung ngehek1. Yang tersisa hanya aku, Eko, Yayat, Dani, Oni, dan Waty. Oh ya, disini tersedia jasa dorong sepeda sampai saung seng ngehek1. Kalau tak salah satu sepeda 5 ribu rupiah.

Perjalanan dilanjutkan. Masih nanjak. Kali ini sebutannya adalah Ngehek2. Tanjakannya lebih landai, tapi banyak juga yang nuntun karena sudah kecapekan di Ngehek1. Ditengah-tengah Ngehek2 ada saung tempat istirahat pemetik teh. Lumayan untuk mengatur nafas dan melahap bekal dari bawah. Bisa ditebak di Dani lah yang pertama sampai disini. Langit semakin pekat oleh mendung. Enaknya sekali rasanya sepedahan dipayungi mendung. Ngehek2 masih setengahjalan, kukuatkan tuk genjot terus. Beberapa meter genjot berhenti. Begitu terus beberapa kali. Nafas rasanya mau putus. Eh, malah yang stabil nuntun malah mendahuluiku :p. Halah, dasar nafsu besar tenaga kurang. Nasi goreng bekal tadi pagi sudah tak berasa.

Langit semakin mendung, bahkan disertai gerimis ketika kami menyelesaikan sesi ngehe di Ngehek2 dan sampai di kebun tomat. Tantangan berikutnya adalah turunan. Bonus bonus bonus. Tapi harus hati-hati. Jika tidak terampil mengendalikan sepeda mengikut alur ya silahkan nyungsep, hehehe. Oh ya, dari sini banyak persimpangan. Walau ujungnya sama, yaitu desa Lemahnendeut. Si Dani yang sebagai tour leader memilih jalur yang lebih panjang. Tidak melalui bukit Piramid. Turunan panjang menanti. Di sebuat turunan aku membuat kaget ibu2 yang hendak pulang dari berkebun. Karena hanya berbekal rem belakang (rem depan sudah benar2 tidak berfungsi) akibatnya ban belakang ngesot sambil mengeluarkan suara pengereman yang menakutkan. Sreeetttttt. Ibu-ibu tersebut kaget. Aku sudah ngerem dari jauh dan sepeda juga berhenti agak jauh dari ibu-ibu tersebut. Tapi suara yang diakibatkan ban belakang terkunci tadi yang membuat ibu-ibu tersebut kaget setengah mati sampai mengeluarkan kata-kata spontan. Aku hanya bisa minta maaf. Kapok ke Puncak hanya pakai satu rem.

Bonus sudah habis, eh masih ada ding tapi jalan raya menuju restoran Sederhana Gadog. Saatnya menempuh jalan datar dengan sesekali menanjak di tengah-tengah hutan pinus dan kebun teh. Aku hanya bisa mengayuh pelan karena sudah capek. Alon-alon sukur kelakon, begitu deh bahasa jawanya. Perjalanan diakhiri dengan ngebut di jalan raya sampai restoran Sederhana Gadog. Tapi bagiku belum berakhir, karena harus genjot lagi dari stasiun Depok Lama ke rumah.

Sepeda sudah bermake-up lumpur. Ya, rejeki tukang cuci motor :D. Hmmm, berhitung dengan pengalaman tadi, apa sudah saatnya berganti rem dari v-brake ke disk-brake ya? Atau berganti sepeda sekalian, hahahahaha.

Nambah dikit ah, hitung-hitungan biaya perjalanan (terutama bagi yang tidak punya mobil pribadi dan tidak nebeng) :
  • KRL Depok-Bogor PP : Rp 5000,-
  • Patungan angkot ke Rindu Alam : Rp 15.000,- (4 orang, jadi total Rp 60.000,-)
  • Sarapan di Rindu Alam : Rp 12.000,- (kalau tidak nambah telur cukup Rp 10.000,-)
  • Snack dan air minum di Cisarua : Rp 15,000,-
  • Patungan angkot ke Stasiun Bogor dan Gadog : Rp 13.000 (sewa angkot Rp 50.000)
  • Patungan makan siang di resto Sederhana : kalau gak salah Rp 30.000
  • Cuci sepeda : Rp 5000,-
  • Total kira-kira : Rp 95.000,- dibulatkan menjadi : Rp 100.000,-
Tips jika ingin lebih murah lagi :
  • Makan siang di warteg belakang resto Sederhana
  • Bawa snack dan air sendiri dari rumah biar tidak beli di Cisarua (beli di tempat wisata biasanya lebih mahal)
  • Dari Gadog ke stasiun Bogor genjot saja
  • Cuci sepeda sendiri
  • Hitungan kasar saya paling tidak bisa mengurangi biaya sekitar Rp 40.000,-
Tips yang paling pas buat pesepeda dengan budget cekak ya jangan terlalu sering main sepeda keluar kota, hehehehe.

3 comments:

Anonymous said...

Kapan ya diriku di kasih kesempatan ikutan acara yang ginian..??

Pengen banget neh...

Andri Wibowo said...

harus ijin misua dan kedua bidadari kecilmu dirumah, klo udah dapat ijin bilang aja nanti dikawal sama huda jg, hehehhe

ade candra said...

Salam kenal. Kapan ke Rindu Alam lagi Om, nanti akyu ikut yach...