Thursday, February 23, 2006

Kaki vs Roda Kijang

Jangan bingung melihat judul diatas. Itu bukan pertandingan olahraga, bukan juga persaingan antar komunitas. Tapi adalah kakiku yang terlindas oleh roda mobil kijang.

Rabu, tgl 15 Februari '06 pagi hari aku meluncur dari rumahku dibalik Studio Alam TVRI Depok. Melaju sukses menembus rapatnya barisan motor dan mobil di jalan Margonda, putaran dan halte UI, penyempitan Lenteng Agung. Aku sendiri mengendarai motor Honda Kharisma hitam tahun 2003 'pinjaman' mertua. Kendaraan yang bisa melaju 60km lebih selewat penyempitan di Lenteng Agung, tersendat oleh padatnya angkot ngetem di pertigaan Setu Babakan. Aku masuk didalam rerimbunan rimba kendaran dan polusi.

Suasana jalanan yang padat membuat otak bekerja keras mengintegrasikan kerja tangan, kaki dengan mata, menjaga keseimbangan, jangan sampai lengah hingga membahayakan atau bahkan mencium kendaraan lain di samping dan depan. Tiba-tiba ada motor yang mengerem mendadak didepan, wah kaget juga. Reflekku langsung menyuruh kaki menginjak pedal rem dan tangan kanan menarik tuas rem depan. Stang kendali sedikit aku belokkan ke kanan. Dan ... selamat! Untuk menjaga keseimbangan, aku merentangkan kaki kanan, beralaskan sandal menapak aspal.

Gak kusangka, ada mobil kijang dari belakang ... istriku diboncengan kaget karena lututnya yang ditekuk sudah menyentuh badan mobil. Kondisi motor saat itu sudah berhenti menunggu antrian lewat. Aku melihat lutut istriku bersinggungan, dan dalam waktu sepersekian detik, aku menjerit tertahan ... "ahhh". Kaki kananku terlindas roda mobil!!!. Mobil tersebut berjalan pelan perlahan, dan karenanya kakiku semakin lama merasakan gilasan roda depannya.

Bersamaan dengan jeritanku, kendaraan didepanku sudah mulai berjalan. Tentu saja lalu lintas menjadi terhambat karena aku dan mobil tersebut berhenti untuk beberapa saat. Dengan sedikit mengerang aku menjalankan kembali motor dan berusaha menepi, mobil tadi masih berhenti. Mungkin si supir masih kaget. Seorang pengendara motor yang lewat mendahuluiku menudingkan jarinya ke arah mobil tadi yang masih berhenti. Gak tahu apa maksudnya. Mungkin dia menyuruhku untuk menyelesaikan insiden ini dengan si supir. Aku berhenti saja di trotoar.

Ditengah padatnya arus kendaran aku lupa mobil mana yang tadi melindas kakiku. Yg jelas terngiang di pikiranku ya kijang silver. Mungkin dia tahu aku berhenti, tapi terus saja melaju. Aku biarkan saja, aku gak mau memperpanjang urusan. Biarlah menjadi hari naasku saja. Dari sudut pandang dia, pasti aku yg salah. Aku juga gak tahu.

Istriku tentu panik bukan kepalang. Melihat aku dimarai polisi di jalan Thamrin gara-gara pajak motor yang sudah mati saja istriku sudah shock. I love u ma, .... mmuach. Memastikan apa yang terjadi ketika melihat aku mengeran kesakitan sambil melepas kaos kaki. Kenapa sampai seperti itu, dan banyak lagi. Reaksi pertama tentu ingin ke membawaku ke rumah sakit.

Setelah beberapa saat menahan sakit, aku berdebat. Aku tidak ingin dia telat (apalagi bolos) kerja dan ingin melanjutkan perjalanan dengan alasan kakiku tidak apa-apa, dia ingin pulang dan periksa ke rumah sakit terdekat. Pendapat istriku menang, akhirnya aku putuskan pulang, balik ke Depok. Istriku beralasan daripada nanti bengkak dan tidak bisa mengendarai motor pulang. Aku juga berpikiran pasti kakiku habis ini bengkak.

Setelah melewati pertigaan Setu Babakan, putar balik dan melaju ke arah Depok. Karena masih pagi arus yang padat berada di jalur menuju Jakarta. Tanpa ada kesulitan aku sampai di Depok. Karena masih pagi klinik belum ada yang buka, walaupun ada tentu yang ada hanya perawat saja. Kami putuskan untuk lanjut saja pulang. Menunggu reaksi yang timbul sambil istirahat, jika reaksinya negatif maka ke rumah sakit. Sesampai dirumah langsung memberi kabar ke teman-teman kantor untuk ijin tidak masuk kerja. Alhamdulillah tidak ada reaksi seperti yang kami khawatirkan.

Tinggal rasa nyeri yang sampai aku menulis ini masih ada. Tentu nyerinya bukan seperti nyeri saat dilindas, hanya 'rasa ngganjel' (susah mendeskripsikannya) yang berbeda aja. Untuk memastikan bahwa semua ok harus ke rumah sakit untuk rontgen, melihat apa ada pendarahan dalam yang sakitnya tidak terasa saat ini. Cerita dari istriku ada seseorang yang tidak merasakan sakit setelah mengalami insiden serupa, tapi kemudian didiagnosa dokter menderita kangker tulang karena ada pendarahan didalam yang tidak terasa sakit sebelumnya. Orang itu akhirnya diamputasi. Ngeriiii ...

Semoga dalam waktu dekat ini bisa rontgen. Ngomong-ngomong, di Depok dan sekitarnya, rumah sakit mana ya yang menyediakan jasa ini?

No comments: