Akhirnya update juga blog ini, hehehe. Maaf, maaf bagi yang sering berkunjung tapi gak ada yang baru. Maklum, habis bertapa di negeri seberang tuk beberapa hari. Sebenarnya banyak hal baru yang bisa dituangkan disini, sayang sekali di tempat training disana tidak tersedia pc yang terhubung ke internet. Ya sudah, akhirnya ceritanya menguap begitu saja, .... sayang sekali.
Ok mari kita mulai. Semalam aku mengganti seatpost (dudukan sadel) lama dengan yang baru. Dua-duanya seatpost bekas. Ceritanya dimulai ketika merakit frame baru Januari lalu. Karena ingin kontrol yang lebih enak aku pilih stem yang paling pendek, kira-kira <= 70mm. Oh ya, frameku ukuran 14" dan tinggi badan kuranglebih 165cm. Posisi badan jadi terlalu rapat. Karenanya timbul pikiran tuk ganti setback seatpost, seperti di sepeda sebelumnya. Ketika sepeda dicoba tetangga, komentarnya juga sama, badan seperti terdorong ke depan, apalagi jika ngebut.
Pilihan saat itu adalah mengganti stem dengan yang lebih panjang, kira stem 100mm cocok. Tapi sekali lagi aku maunya pake stem pendek. Di majalah MBA edisi Februari 2007 diulas mengenai pengaruh panjang stem terhadap kenyamanan bersepeda. Selain panjang stem, sudut stem juga berpengaruh. Ada teman yang sengaja memasang stemnya dengan sudut minus, maksudnya stem dipasang terbalik. Dan aku sudah memutuskan tidak akan mengganti stem. Opsi berikutnya yang aku pilih, yaitu mengganti seatpost. Dan rasanya mata kok gak mau kerkedib dari seatpost Thomson bengkok. Sayang, harganya belum terjangkau.
Ala bisa karena biasa. Peribahasa itu benar adanya. Karena sudah terbiasa dengan posisi seperti itu, bersepeda jalan terus tanpa ada masalah besar. Memang ada sedikit keluhan di tanjakan curam yang butuh akselesari cepat. Ban belakang sering kehilangan traksi, selip. Ini sudah beberapa kali terjadi. Padahal aku yakin bisa menyelesaikan tanjakan tersebut. Apa karena posisi dudukku yang 'terlalu kedepan' sehingga ban belakang sering kehilangan traksi ketika di tanjakan?
Beberapa toko yang gampang kuakses kudatangi tuk sekedar tanya setback seatpost diameter 30.9. Tapi sayang yang masih single bolt. Sejak kenal seatpost Truvativ aku malas pake model single bolt, lebih enak double bolt tuk pengaturan sudut sadel.
Dan akhirnya Thomson idaman datang. Semalam langsung kupasang. Kesan pertama langsung terasa bedanya antara Thomson dan Truvatif. Truvatif tidak bisa langsung masuk ke seattube, harus dilumasi terlebih dahulu dan mengelupas cat pelapis. Benar, jadi kurang sedap dipandang. Thomson lain lagi. Tanpa diberi pelumas langsung masuk ke seattube dengan mudah, tanpa ada paksaan sedikit pun. Pasang sadel. Atur baut depan dan belakang tuk mendapatkan sudut yang pas. Kalau ingin posisi sadel agak mendongak tinggal baut depan dikendori dan baut belakang dikencangi, begitu pula sebaliknya.
Tes sebentar, dan hasilnya maknyos, posisi genjot lebih nyaman. Memang belum teruji karena baru tes genjot di gang komplek. Sabtu atau Minggu depan sepertinya saat yang pas tuk ngetes. Foto? Lihat foto berikut :
Ok mari kita mulai. Semalam aku mengganti seatpost (dudukan sadel) lama dengan yang baru. Dua-duanya seatpost bekas. Ceritanya dimulai ketika merakit frame baru Januari lalu. Karena ingin kontrol yang lebih enak aku pilih stem yang paling pendek, kira-kira <= 70mm. Oh ya, frameku ukuran 14" dan tinggi badan kuranglebih 165cm. Posisi badan jadi terlalu rapat. Karenanya timbul pikiran tuk ganti setback seatpost, seperti di sepeda sebelumnya. Ketika sepeda dicoba tetangga, komentarnya juga sama, badan seperti terdorong ke depan, apalagi jika ngebut.
Pilihan saat itu adalah mengganti stem dengan yang lebih panjang, kira stem 100mm cocok. Tapi sekali lagi aku maunya pake stem pendek. Di majalah MBA edisi Februari 2007 diulas mengenai pengaruh panjang stem terhadap kenyamanan bersepeda. Selain panjang stem, sudut stem juga berpengaruh. Ada teman yang sengaja memasang stemnya dengan sudut minus, maksudnya stem dipasang terbalik. Dan aku sudah memutuskan tidak akan mengganti stem. Opsi berikutnya yang aku pilih, yaitu mengganti seatpost. Dan rasanya mata kok gak mau kerkedib dari seatpost Thomson bengkok. Sayang, harganya belum terjangkau.
Ala bisa karena biasa. Peribahasa itu benar adanya. Karena sudah terbiasa dengan posisi seperti itu, bersepeda jalan terus tanpa ada masalah besar. Memang ada sedikit keluhan di tanjakan curam yang butuh akselesari cepat. Ban belakang sering kehilangan traksi, selip. Ini sudah beberapa kali terjadi. Padahal aku yakin bisa menyelesaikan tanjakan tersebut. Apa karena posisi dudukku yang 'terlalu kedepan' sehingga ban belakang sering kehilangan traksi ketika di tanjakan?
Beberapa toko yang gampang kuakses kudatangi tuk sekedar tanya setback seatpost diameter 30.9. Tapi sayang yang masih single bolt. Sejak kenal seatpost Truvativ aku malas pake model single bolt, lebih enak double bolt tuk pengaturan sudut sadel.
Dan akhirnya Thomson idaman datang. Semalam langsung kupasang. Kesan pertama langsung terasa bedanya antara Thomson dan Truvatif. Truvatif tidak bisa langsung masuk ke seattube, harus dilumasi terlebih dahulu dan mengelupas cat pelapis. Benar, jadi kurang sedap dipandang. Thomson lain lagi. Tanpa diberi pelumas langsung masuk ke seattube dengan mudah, tanpa ada paksaan sedikit pun. Pasang sadel. Atur baut depan dan belakang tuk mendapatkan sudut yang pas. Kalau ingin posisi sadel agak mendongak tinggal baut depan dikendori dan baut belakang dikencangi, begitu pula sebaliknya.
Tes sebentar, dan hasilnya maknyos, posisi genjot lebih nyaman. Memang belum teruji karena baru tes genjot di gang komplek. Sabtu atau Minggu depan sepertinya saat yang pas tuk ngetes. Foto? Lihat foto berikut :
No comments:
Post a Comment