Tuesday, March 20, 2007

standar kesopanan (yang) berbeda

Adalah sebuah rutinitas setiap pagi aku mengisi bensin tuk pergi-pulang Depok-Jakarta. Bukan di pom bensin tapi di kios-kios bensin pinggir jalan. Memang rugi 0,2 liter tapi tak apa karena aku malas antri. Oh ya, aku isi 2 liter sehari, 10 ribu rupiah. Dan aku pun sudah punya kios langganan di dekat rumah.

Seperti biasa, pagi itu aku mengisi bensin.
"Bensin mas?"
"Iya Pak, seperti biasa"
Jok aku buka, tutup tangki tak lupa pula, dan uang 10 ribu aku taruh di dekat mulut tangki.
"Mas yang sopan dikit dong!"
"Uangnya jangan ditaruh disitu, gak sopan"
Wekkk, aku kaget tuk sesaat. Apa yang salah? Bukankah dihari-hari sebelumnya tidak ada masalah. Aku taruh uang di tangki karena aku menyiapkan diri tuk mengendarai motor. Mulai dari memakai masker, sarung tangan dan terakhir helm. Tak ada maksud merendahkan dia, sama sekali tak ada. Dalam hati kecil terdalam sekalipun tak ada maksud lain dengan aku menaruh uang di tangki kecuali tuk mengisi waktu isi bensin dengan siap-siap.

Mama juga kaget. Karena hal ini (menaruh uang di tangki) sudah sering kita lakukan dan tak ada masalah. Tapi kenapa hari ini kenapa dipermasalahkan? Bete dong, pagi-pagi sudah kena 'semprot'. Oh ya, selain jual bensin, bapak ini juga buka bengkel, dan sesekali aku juga membetulkan motor disitu jika ada masalah. Dan tidak pernah ada masalah dalam komunikasi selama ini. Aku ajak ngobrol kiri-kanan atas-bawah, tak ada masalah. Entah ada angin apa pagi itu. Perbedaan standar kesopanan antar dua generasi?

Ya mohon maaf kalau aku dianggap tidak sopan. Tentu saja, penjual bensin tersebut sudah kehilangan satu pelanggan loyal, hehehe.

No comments: