Perjalanan dilanjutkan kembali. Melewati perumahan Rafles Hills (gileee, keren bo perumahannya), menyusuri jalan Trans Yogi dan akhirnya ketemu teman yang akan memandu rombongan. Sebut saja Om Trio. Dari depan komplek Citra Grand, sepeda dibelokkan ke kiri menyusuri jalanan kampung. Entah apa nama kampungnya. Belok kiri, kanan, putar dan sebagai macamnya membuatku susah tuk menghapal jalur pembuka ini. Tahu-tahu kami sudah disambut single trek dan turunan yang memakan korban. Kali ini Seto, rekan sekantorku lepas kontrol sehingga jatuh. Tapi tak ada cidera sehingga bisa lanjut. Perjalanan sedikit terhambat karena jembatan bambu yang unik. Oh ya, di sepanjang JJ ini banyak melewati jembatan bambu. Dan aku agak grogi melewatinya, hehehe, takut jatuh :D.
Istirahat sebentar, disambut dengan turunan yang mak-nyoss. Begitu masuk ke mulut turunan sudah disambut oleh pohon yang melintang, harus waspada agar kepala tak tersangkut. Masih was was dengan pohon melintang tiba-tiba didepan sudah menunggu potongan trek yang lebih curam. Walau pendek tapi cukup membuat jantung deg-degan. Kali ini ketangguan fork yang diuji. Tentu selain nyali dan teknik pengendaranya. Alhamdulillah, RST Omega T7-ku bisa lolos. Jleg, kira-kira begitu rasanya. Sepertinya fork dengan travel lebih panjang dari 100 akan lebih nyaman melewati rintangan ini. Melewati tanjakan-tanjakan kecil Infinite cukup lincah. Kelemahannya adalah ban depan sering terangkat jika tanjakan agak terjal, tuk menyiasati bisa dengan menggeser posisi badan lebih kedepan. Tapi jangan terlalu kedepan karena ban belakang bisa kehilangan traksi. Setelah istirahat perjalanan dilanjutkan menuju markas klub JJ.
Setelah berkenalan dan berhahahihi, rombongan kembali meluncur menuju ke ujian berikutnya. Ujian pertama adalah alang-alang disekitar jalur yang tinggi dan berseliweran bebas didepan mata. Untung pakai kacamata. Jadi pastikan selalu pakai kacamata jika bermain sepeda. Turunan dan tanjakan juga lebih variatif, kadang bisa dinaiki kadang juga harus dituntun. Karena teknik yang kurang memadai seringkali Infinite kehilangan traksi di tanjakan, padahal aku yakin aku bisa melahapnya. Gemes dehhh. Dan sebagai turunan pamungkas sebut saja-menurut om Trio- Turunan Koboi. Ya, memang benar sesuai namanya. Turunannya curam dan sangat menantang. Ragu? Lebih baik sepeda dituntun aja. Dan menuntun sepeda pun ternyata bukan hal yang mudah, bisa-bisa sepeda dan orang berjalan sendiri-sendiri, alias nyungsep :D. Tentu saja, Infinite segera beraksi setelah melihat contoh dari om Trio. Seperti biasa, geser pantat ke belakang, tangan di stang dengan kewaspadaan tinggi di rem, kaki kokoh menapak di pedal. Wusssss, ... setelah dirasa mantap, rem dilepas, ditambah beberapa kayuhan sehingga Infinite bisa meluncur kencang. Puasss! Dari keseluruhan rombongan hanya satu yang tidak lulus ujian Turunan Koboi karena menuntun sepeda, hehehe.
Sampai dirumah disambut Mama dengan agar-agar yang suegarrrrr dan lumpia yang menggoda selera. "Makasih ya Ma", ... mmuach!
Terima kasih kepada om Trio sebagai pemandu dan teman-teman Rodex yang lucu, ceria, baik hati dan tidak sombong :D.
---
Foto : diambil dari blognya Gilang ("gpp ya Lang aku pajang disini?") dan temannya Armi (maaf tak tahu namanya)
No comments:
Post a Comment