Sunday, February 26, 2006

Weekend tanpa mood

Hi blog, ...
Ternyata aku mulai jatuh hati sama kamu, kamu menjadi tempat aku menumpahkan uneg-uneg. Mama dapat saingan nih :D

Cerita berawal ketika aku pulang (Jumat, 25 Feb 2006), teng go. Karena asyik menembus kendaraan antara Mampang - Margonda aku gak sadar ada beberapa telp yang mampir ke nomorku. Selain telp ada juga sms. Aku dan mama sudah sepakat mampir ke ITC Depok untuk membeli matras buat Kintan. Biar dia bisa guling-guling di lantai. Bersamaan adzan Magrib, aku sampai di parkiran motor ITC, ramai. Untung pengurus ITC memberi alokasi tempat yang luas untuk motor, sehingga kami bisa lebih muda mencari tempat untuk kharismaku.

Mushollah sudah ramai.
...

Naik tangga berjalan menuju toko perlengkapan bayi di lantai 2. Melihat-melihat kasur yang dipajang. Terlalu kecil kata mama. Paling hanya dipakai beberapa bulan saja, lagian orang dewasa gak bisa pakai. Aku teringat jaman kost di Sawojajar, Malang dulu. Kasurku berupa busa tipis, memanjang, ukuran ranjang kecil. Segera itu menjadi usulku. Carefour yang jadi tujuan.

Benar juga, usulku ada disana. Bertumpuk-tumpuk dengan aneka pilihan warna. Aku mengambil satu sebagai contoh ke mama. Entah kenapa saat itu ada yang mendorongku untuk melihat HP di saku celana. Ada misscall 3x dari managerku. Ada apa ya? Aku telp dia. Gak ada yang jawab, mungkin sedang shalat. Ok lha, ... lanjut diskusi dengan mama soal kasur.

Belum lama diskusi, hpku berdering. My boss call me. Segera kujawab panggilan tersebut. Air mukaku langsung berubah begitu sapaan aku lontarkan. Suara penuh amarah langsung menudingku, wajahku pucat, istriku langsung heran, bertanya ada apa. "Ada masalah ma", jawabku. Diseberang sana, bosku masih dengan nada marah --penuh amarah membabi buta-- menuding script (program kecil yang ditulis shell command) buatanku menjadi biang kerok masalah. Tentu membuat aku pucat, karena script itu berhubungan dengan 'uang' perusahaan. Managerku panik, kalang kabut, membabi buta dengan marahnya. Dari nada bicaranya seperti hendak membunuhku dengan menelan bulat-bulat.

Aku mencoba kalem, memberi penjelasan. Aku minta dia menerangkan satu-satu apa masalahnya. Istriku dengan suara pelan ingin berkata padaku untuk membatalkan acara belanja buat Kintan, pulang saja. Mungkin dia shock melihat ekspresi wajahku yang pucat dimarahi bos. Kuterangkan alur dari scriptku, dengan pelan dan rinci. Kondisi-kondisi yang aku duga membuat dia error. Setelah aku beri penjelasan, dia agak tenang. Intonasinya mulai diperlambat, tidak seperti diawal pembicaraan. Segera semua scriptku yang berhubungan dengan 'uang' di nonaktiflkannya. Tentu aku yang memandu.

Setelah bos menutup telponnya, aku membaca sms yang ada di inbox. Rekan kerjaku, Kang Henry bertanya ada apa kok si bos kalang kabut bukan main? Aku jelaskan lewat sms pula. Aku dan istriku sudah kehilangan mood untuk meneruskan belanja, semua dirusak oleh kepanikan bosku. Karena sayang pulang dengan tangan kosong, kami beli saja matras (kasur busa) yang tadi kami lihat dari awal. Gak ada mood lagi untuk memilih-milih. Mood untuk menenangkan diri di weekend sudah dirusak oleh kepanikan dan kemarahan bosku. Huuuuu .........

Sampai dirumah langsung aku dial-up ke kantor, tanpa mandi, tanpa ganti baju, apalagi makan malam. Benar dugaanku tadi. Waktu proses yang lama di mesin IN (Intellingent Network) membuat aku mengirim ulang transaksi pengisian pulsa yang gagal sehari sebelumnya. Supaya yang membaca blog ini tidak bingung aku jelaskan garis besar alur script bikinanku. Ketika orang mengisi pulsa, VoMS (Voucher Management System) mengirim transaksi ke IN. Jika tidak ada konfirmasi dari IN, sebut saja time out, VoMS merubah status transaksi tersebut menjadi pending. Transaksi tersebut harus dikirim ulang. Nah, tugas dari scriptku adalah mengirim ulang transaksi tersebut. Metode pengiriman transaksi yang aku gunakan berbeda dengan VoMS. Karena aku menggunakan batch maka kemungkinan gagalnya lebih kecil. Scriptku mengirim ulang transaksi tersebut. Kemudian menunggu beberapa saat, script mencari log output dari transaksi yang dikirim. Jika log-nya tidak terbentuk setelah waktu tunggu yang ditentukan (aku set tentunya) maka transaksi tersebut dianggap gagal, dan harus dikirim ulang. Disini akar masalah yang membuat panik si bos. Ternyata waktu tunggu yang aku set masih kurang, IN lama memproses batch yang dikirim scriptku, tidak biasanya. Bisa ditebak, aku mengirim lagi transaksi tersebut. Padahal, IN sedang memproses batch yang aku kirim sebelumnya! Dobel! Ya, transaksi yang seharusnya sekali manjadi dua kali. Pelanggan diuntungkan karena mendapat pulsa 2x dari yang dia isi. Segera aku kirim ulang batch yang tadi dengan menambah minus di depan nilai nominal pulsa. 2 - 1 = 1. Masalah teratasi, ... mudah bukan? Jika ada pelanggan yang telah menghabiskan kelebihan yang tidak sengaja aku beri tadi, tentu hasil penguranganku menghasilkan nilai minus. I don't care, ... its your fault. Kelebihan tadi bukan hak pelangggan!

Done, masalah selesai. Aku memberi kabar ke Kang Henry dan bos.

Ternyata yang gerah dengan sikap arogan, yang dipicu kepanikan tinggat akut bos bukan hanya aku, Kang Henry juga merasakan hal serupa. Dia ikut menegaskan sumber masalah tadi. Masalah begini aja paniknya seperti mau kiamat. Bosku takut dengan audit dan revenue assurance! Toh masalah tersebut mudah diselesaikan. Tak lebih dari 10 menit.

Moodku sudah kacau, aku dongkol. Jujur aku marah, merasa terhina dengan muntahan amarah bos disaat mengawali pembicaraan di telepon. Langsung menyalahkan tanpa bertanya sebab-musabab terlebih dahulu. Terbukti dengan aku menjelaskan kondisi yang mungkin penyebab error emosi dia mulai meredam. Shit! Respectku terhadap dia langsung melorot. Aku membuat script itu dengan susah payah, tidak ada briefing apapun saat itu, aku buat saja dengan naluri dan logikaku menganalisan masalah yang terjadi. Dia mulai bereaksi ketika audit mulai masuk mengacak-ngacak, bertanya-tanya alur kerja dan sebagainya di departemenku. Semua kondisi yang akan ditanyakan audit sudah aku siapkan tanpa aku bertanya arahan dari dia! Sudahlah, aku tidak mau mengungkit-ungkit yang sudah berlalu, kata Kang Norman Bidjak itu tanda tidak ikhlas! Semoga aku manjadi orang yang tahu diri.

Sabtu pagi si bos telp aku, ... malesssssssss mo jawab, cuekin saja. Besok senin pasti aku diomelin. Emang gue pikirin!!!

No comments: