Wednesday, December 27, 2006

Mental Pemakai

Weekend kemarin aku, Mama, dan Kintan jalan-jalan ke rumah teman yang baru pindahan. Lokasinya lumanayan jauh, ada di kawasan Bojong Gede, kabupaten Bogor. Dia dan keluarganya menempati rumah baru di area pembangunan yang baru pula. Karena masih baru akses menuju kerumah dia juga masih ala kadarnya, asal bisa lewat. Ketika motor melintasi jalan yang asal bisa lewat itu kami terpeleset. Ban motor tidak bisa menapak dengan kuat di tanah. Selalu terpeleset ke kiri dan ke kanan. Mama yang menggendong Kintan hampir jatuh. Yang pasti syok jg, hehehe. Eh, ndilalah ketika kami sudah berhasil lewat dengan mama jalan kaki aku naik motor sendiri pelan-pelan ada seorang pengendara motor yang tenang-tenang saja lewat jalan tersebut. Pasti dong muncul perasaan bersalah di benakku karena tidak memperhatikan kalau ban motorku sudah saatnya ganti.

Jika aku tidak salah sudah beberapa kali terlepeset dalam kondisi pelan dan tidak sampai jatuh. Di lampu merah Mampang, kemudian di Bojong, dan yang terakhir di parkiran ITC Depok. Cukup, cukup. Sudah keterlaluan. Semalam ban depan-belakang sudah aku ganti.
Begitulah kalau punya mental hanya sebagai user, pengguna. Tak peduli perawatan. Entah karena tidak ada waktu lagi tuk merawat atau memang sudah tidak ambil pusing yang penting bisa jalan dan kalau sudah rusak ya beli lagi, anggap saja nila investasinya sudah susut sampai titik 0%. Ada indikasi kuat aku termasuk kategori diatas, hehehe. Dan aku yakin di JABODETABEK banyak orang-orang bertipikal user, apalagi para komuter yang tiap hari keluarmasuk ibu kota. Sudah mirip bis malam aja, antar kota antar propinsi :D. Tentu saja orang-orang seperti bisa dilihat sebagai peluang bisnis.

Di bengkel-bengkel resmi seperti Ahas, Suzuki atau Yamaha mereka punya database motor-motor yang pernah di servis disana. Entah apa saja yang mereka catat. Tapi dibenakku, jika aku sebagai pemilik bengkel tersebut akan mencatat detil servis atau penggantian sparepart. Data pemilik sudah pastilah. Setiap sparepart tentu punya masa aktif/umur, artinya ada waktu rata-rata kapan sparepart tersebut aus dan harus diganti sebelum ada malapetaka yang diakibatkan rusaknya sparepart tersebut. Berbekal informasi tersebut staf marketing akan menghubungi pelanggan dan memberi tahu :
"Selamat siang, dengan papakintan"
"Iya, bener mbak. Siapa ini"
"Maaf Pak mengganggu, kami dari bengkel Tanimakmur, bengkel tempat bapak servis motor 3 bulan lalu"
"Yang mana ya, kok saya lupa"
"Di data kami bapak melakukan penggantian ban luar depan-belakang dan kampas rem depan tanggal 26 Agustus lalu. Bapak Ingat?"
"Oh iya, ... iya iya. Ada apa ya?"
"Begini Pak, menurut perhitungan kami, saat ini sudah saatnya motor bapak ganti kampas rem belakang. Karena saat bapak servis yang lalu kami cek kampas rem belakang sudah tipis. Kalau tidak cepat diganti nanti bisa berakibat besi beradu besi dan ujung-ujungnya malah akan merusak as. Penggantiannya lebih mahal lho pak dibanding harga kampas rem belakang. Selain itu menurut perhitungan kami juga, sekarang sudah saatnya motor bapak ganti oli mesin karena jarak tempuh sudah lebih 2000 km. Jika Bapak bersedia kami akan mengirim teknisi ke tempat bapak untuk servis ditempat. Jadi bapak tidak perlu capek-capek ke bengkel kami."
"Oh, begitu ya mbak"
"Iya Pak. Jadi gimana Pak?"
"Ngomong-ngomong, berapa biaya servis ditemp..."

...

Tok tok tok, "Pa, cepetan mandinya. Ngapain aja sih didalam?", teriak mama.

Infinite huh?

Siang tadi pas istirahat makan siang kusempatkan main ke BAB (Build a Bike) Slipi dikenal juga sebagai United Galeri. Rencana utama adalah mencari sadel dan pelindung kaki seperti ini atau yang ini. Sayang, barang sudah tidak ada. Apa karena sedang musim diskon sehingga barang tersebut sold out. Tapi tak apa, karena agenda lainnya masih terlaksana :p.

Hehehehe, gara-gara gosip ini aku dibuat penasaran dengan United Infinite (web unitedbike.com tidak bisa dibuka). Setelah bayar sadel dan sarung tangan saatnya mendekati incaran :D. Ringan! Coba sentil-sentil framenya, bunyinya juga lain. Tanya-tanya ke om-om yang jaga. Beliau sampai bawa meteran untuk memastikan ukuran framenya. Ada frame ukuran 14" dan 13" yang sudah dirakit (walau tak bisa dicoba karena bas kempes dan gak ada rantai). Beda kedua ukuran tersebut : panjang top tube beda 1cm, CTC beda 1/2" (semoga ingatanku gak salah). Si om juga melanjutkan promosinya, "Kalau mau lebih lincah ambil yang kecil aja mas, ukuran 13 inch. Atlit X (gak nyimak siapa namanya) kemarin ambil yang 14 inch. Yang lain sih biasanya yang 13 inch." "Kalau di luar warnanya lebih hidup lho", ngejreng maksudnya. Frame Infinite tersedia dalam 3 warna, merah glossy, silver doff, dan hitam doff. Sumpeh deh sederhana tapi kelihatan berkelas :p. Harga saat ini Rp 2.400.000,- diskon 10% dari harga semua Rp 2.700.000,-.

Ada teman yang tertarik juga dengan frame ini, tapi dia masih ragu karena gaungnya nyaris tidak terdengar. Masih lebih kencang gaung frame generik (bajakan). Dia lebih percaya merek luar negeri macam Giant atau KHS. Dan tahu sendiri merek United sudah melekat dibenak orang merek sepeda murah(an). Gosipnya merek beken amrik aja bikin framenya di Sidoarjo. Mungkin kalau ada pemakai Infinite langsung yang membuat ulasan tentang frame ini aku yakin frame ini akan jadi beken. Aku sih percaya frame ini ok punya. Model, ukuran, warna, semua klop. Asli lagi, bukan bajakan!

Bungkus, gak, bungkus, gak, bu.....ng..... (masih belum jelas)

Deal. BUNGKUS! Say good bye to my old fake s-worsks?

Tuesday, December 26, 2006

Bersepeda di Rindu Alam Puncak kala Musim Hujan

Nyontek gayanya om HPW. Bergaya setelah melahap tanjakan Ngehek1.

Menjadi POH ternyata tidak cukup, ternyata masih harus standby untuk menjaga perfoma aplikasi menghadapi hujan trafik saat Natal. Untungnya tidak harus datang ke kantor, tapi harus bisa cepat bergerak ke kantor jika ada masalah. Nasib jadi prajurit, orang lain liburan aku masih disibukkan dengar urusan kantor, hehehe. Mama dan Kintan sudah maklum :D.

Jumat sore sms mama tuk bersepeda 'agak jauh'. Hahahaha, mama sudah hapal rayuan mautku kalau ada mau. Kupilih bersepeda ke Rindu Alam, Puncak karena teman yang mau ngajak ke Hambalang belum ada kabar pasti. Ini kali kedua aku bersepeda ke Puncak. Bedanya saat ini musim hujan.

Tiga teguk teh manih menjadi sarapan. Kalender sudah berganti hari, Sabtu, 23 Desember 2006. Jam dinding sudah menunjukkan pukul 5:15. Arrgghh, menurut jadwal di krlmania kereta pertama dari Jakarta menuju Bogor berhenti di Depok pukul 5:39. Ngebut deh. Sempat terbesit tuk nyewa angkot saja menuju stasiun, tapi kuurungkan, genjot sajalah. Alhamdulillah pas, kereta belum lewat. Katanya berangkat dari Manggarai tidak pas jam 5 sesusai jadwal tertulis.

Kereta di pagi hari arah Bogor belum penuh. Eko, Waty, Richard, dan Ino (maaf kalo salah ya) sudah memenuhi gerbong paling depan. Kecuali Eko, semua adalah teman-teman baru, baru kenal saat itu juga. Ini salah satu enaknya genjot bareng, dapat teman baru :). Sampai Bogor kami dijemput Dani (teman baru lagi) tuk langsung menuju ke tempat janjian, Bank Niaga Bogor. Pas turun dari kereta dapat teman baru lagi yang ternyata juga janjian dengan Dani, panggil saja Yayat dari LSM Telapak. Oh ya, si Dani ini dari LSM Cifor (semoga gak salah tulis), Richard dari XL, Eko dari Siemens, Waty dari Sony BMG, Ino dari CodeJava. Di Bank Niaga sudah berkumpul rombongan jersey biru (lupa dari perumahan mana, yang jelas semua kompak pakai jersey yang sama berwarna biru). Sepeda dinaikkan ke angkot tuk langsung menuju Rindu Alam.

Sampai di Rindu Alam rombongan jersey biru langsung meluncur mencicipi jalanan menurun terjal berbatu. Mereka selalu sarapan di Pabrik Teh Gunung Mas. Sayang disana cuma ada bubur, mana nahan. Aku, Yayat, Dani dan Eko memilih tuk sarapan nasgor terlebih dahulu. Maklum perut hanya berisi makanan sisa semalam dan tiga teguk teh manis. Waty, Ino dan Richard ikut bergabung dengan rombongan jersey biru. "Nanti juga kesusul", hehehe.

Jalur bersepeda di Puncak dimulai dengan turunan terjal berbatu disamping warung makan di Rindu Alam. Jika anda beruntung anda dapat lewat gratis, tapi kalau pas ada yang jaga anda dikenakan tarif buka portal Rp. 2000,-/orang. Jalan terasa lebih licin akibat sisa hujan dan embun. Oh ya, Puncak mendung hari itu. Sejuk dan segar. Jalanan terus menurun sampai masuk ke hutan dan berubah menjadi single track. Di dalam hutan jalan lebih licin karena lapisan tanah yang padat berubah menjadi lumpur tipis. Pohon dan dahan kecil yang tumbang tak kuasa menahan hujan menjadi rintangan. Harus lebih hati-hati karena menambah licin jalur. Belum lagi aliran air yang melintas memotong jalan. Roda semakin gampang kehilangan traksi. Dan beberapa kali harus menuntun sepeda.

Ketika asyik mengikuti jalur yang menurun tiba-tiba tangan kanan yang memegang gagang rem depan serasa blong. Nah lho! Untung ada batu sehingga bisa memijakkan kaki tuk menghentikan sepeda. Sialllll, rem depan jebol :((. Logam pengait kabel pecah sehingga tak ada penahan saat tuas rem ditarik. Stres dehhh. Turunan curam menanti di depan. Dibantu Yayat dan Eko akhirnya tuas rem bisa ditarik sampai penuh, walau tidak menggigit, tapi masih memberikan daya pengereman. Mentalku jatuh saat itu. Diturunan curam dan licin rem depan sangat amat dibutuhkan karena daya pengeremannya lebih kuat dibanding rem belakang. Walau roda belakang terkunci tapi sepeda tidak akan berhenti, melainkan ngepot kiri-kanan yang malah merusak jalur. Perlu nyali untuk melewati turunan curam hanya berbekal rem belakang (v-brake lagi). Alhasil aku tuntun sepeda jika ada turunan yang kurasan tidak bisa kulalui dengan sepeda. Ternyata si Eko juga nuntun
sepeda :D.

Pit stop pertama setelah melalui hutan dan jalur tea walk Gunung Mas adalah pabrik teh Gunung Mas. Rombongan jersey biru sudah istirahat dan sarapan. Tapi tidak semua karena ada yang nyasar (salah satunya si Waty) dan bapak2 yang kami overlap di dalam hutan.

Disini tersedia beberapa menu sarapan. Bubur ayam, soto mie dan bakso (kalau tak salah lihat). Buatku tentu gak nendang. Berhubung sudah mengisi perut di atas disini kami cuma duduk isitirahat dan cuci mata melihat sepeda yang keren-keren :D. Rombongan jersey biru rupanya agak lama mengambil waktu isitirahat.

Lepas pabrik teh Gunung Mas jalanan menanjak. Aman. Sampai di pit stop kedua. Pintu masuk ke taman safari Cisarua. Biasanya disini orang-orang istirahat dengan mengisi botol air minum, beli makanan ringan, pisang untuk bekal di tanjakan. Ya, tepat setelah pintu gerbang taman safari, tanjakan ngehek 1 dimulai. Cuaca yang mendung sangat membantu, genjot keatas rasanya lebih ringan. Walau akhirnya nuntun sepeda juga saking beratnya tanjakan :D. Hanya Dani yang sanggup melahap tanjakan ngehek1 ini. Dia berhak mendapat penghargaan Ngehek Hall of Fame ala om HPW. Rombongan jersey biru tidak naik sampai ujung ngehek1. Yang tersisa hanya aku, Eko, Yayat, Dani, Oni, dan Waty. Oh ya, disini tersedia jasa dorong sepeda sampai saung seng ngehek1. Kalau tak salah satu sepeda 5 ribu rupiah.

Perjalanan dilanjutkan. Masih nanjak. Kali ini sebutannya adalah Ngehek2. Tanjakannya lebih landai, tapi banyak juga yang nuntun karena sudah kecapekan di Ngehek1. Ditengah-tengah Ngehek2 ada saung tempat istirahat pemetik teh. Lumayan untuk mengatur nafas dan melahap bekal dari bawah. Bisa ditebak di Dani lah yang pertama sampai disini. Langit semakin pekat oleh mendung. Enaknya sekali rasanya sepedahan dipayungi mendung. Ngehek2 masih setengahjalan, kukuatkan tuk genjot terus. Beberapa meter genjot berhenti. Begitu terus beberapa kali. Nafas rasanya mau putus. Eh, malah yang stabil nuntun malah mendahuluiku :p. Halah, dasar nafsu besar tenaga kurang. Nasi goreng bekal tadi pagi sudah tak berasa.

Langit semakin mendung, bahkan disertai gerimis ketika kami menyelesaikan sesi ngehe di Ngehek2 dan sampai di kebun tomat. Tantangan berikutnya adalah turunan. Bonus bonus bonus. Tapi harus hati-hati. Jika tidak terampil mengendalikan sepeda mengikut alur ya silahkan nyungsep, hehehe. Oh ya, dari sini banyak persimpangan. Walau ujungnya sama, yaitu desa Lemahnendeut. Si Dani yang sebagai tour leader memilih jalur yang lebih panjang. Tidak melalui bukit Piramid. Turunan panjang menanti. Di sebuat turunan aku membuat kaget ibu2 yang hendak pulang dari berkebun. Karena hanya berbekal rem belakang (rem depan sudah benar2 tidak berfungsi) akibatnya ban belakang ngesot sambil mengeluarkan suara pengereman yang menakutkan. Sreeetttttt. Ibu-ibu tersebut kaget. Aku sudah ngerem dari jauh dan sepeda juga berhenti agak jauh dari ibu-ibu tersebut. Tapi suara yang diakibatkan ban belakang terkunci tadi yang membuat ibu-ibu tersebut kaget setengah mati sampai mengeluarkan kata-kata spontan. Aku hanya bisa minta maaf. Kapok ke Puncak hanya pakai satu rem.

Bonus sudah habis, eh masih ada ding tapi jalan raya menuju restoran Sederhana Gadog. Saatnya menempuh jalan datar dengan sesekali menanjak di tengah-tengah hutan pinus dan kebun teh. Aku hanya bisa mengayuh pelan karena sudah capek. Alon-alon sukur kelakon, begitu deh bahasa jawanya. Perjalanan diakhiri dengan ngebut di jalan raya sampai restoran Sederhana Gadog. Tapi bagiku belum berakhir, karena harus genjot lagi dari stasiun Depok Lama ke rumah.

Sepeda sudah bermake-up lumpur. Ya, rejeki tukang cuci motor :D. Hmmm, berhitung dengan pengalaman tadi, apa sudah saatnya berganti rem dari v-brake ke disk-brake ya? Atau berganti sepeda sekalian, hahahahaha.

Nambah dikit ah, hitung-hitungan biaya perjalanan (terutama bagi yang tidak punya mobil pribadi dan tidak nebeng) :
  • KRL Depok-Bogor PP : Rp 5000,-
  • Patungan angkot ke Rindu Alam : Rp 15.000,- (4 orang, jadi total Rp 60.000,-)
  • Sarapan di Rindu Alam : Rp 12.000,- (kalau tidak nambah telur cukup Rp 10.000,-)
  • Snack dan air minum di Cisarua : Rp 15,000,-
  • Patungan angkot ke Stasiun Bogor dan Gadog : Rp 13.000 (sewa angkot Rp 50.000)
  • Patungan makan siang di resto Sederhana : kalau gak salah Rp 30.000
  • Cuci sepeda : Rp 5000,-
  • Total kira-kira : Rp 95.000,- dibulatkan menjadi : Rp 100.000,-
Tips jika ingin lebih murah lagi :
  • Makan siang di warteg belakang resto Sederhana
  • Bawa snack dan air sendiri dari rumah biar tidak beli di Cisarua (beli di tempat wisata biasanya lebih mahal)
  • Dari Gadog ke stasiun Bogor genjot saja
  • Cuci sepeda sendiri
  • Hitungan kasar saya paling tidak bisa mengurangi biaya sekitar Rp 40.000,-
Tips yang paling pas buat pesepeda dengan budget cekak ya jangan terlalu sering main sepeda keluar kota, hehehehe.

Tuesday, December 19, 2006

Hi, call me bos!

Bukan bermaksud nyombong juga bukan bermaksud tinggi hati, cieee. Terhitung mulai kemarin, kalian-kalian harus panggil saya bos. Bos Andri. Hahahahaha.

Maklum, departemenku sedang tidak punya bos, dan supaya ada yang dijadikan sasaran tembak kalau ada apa-apa makanya harus ada bos, walau bos gadungan alias POH (apa ya singkatannya?) yang digilir diantara staf-staf lain yang dianggap mampu :D.

Hi, call me bos (only for this week :p)!!!

Otak Bebal

Banyak kejadian sehari-hari yang merangsang otak berpikir, tapi entah kok berat rasanya menuliskannya dalam blog, arrgghhhhh :(

Friday, December 15, 2006

Wajah baru???

Menutup hari kerja minggu ini kuisi dengan memperbarui perwajahan blogku. Awalnya bosan dengan wajah putih polos, tapi malas ganti. Eh, ternyata fasilitas untuk memberi komentar di spam oleh netter iseng. Template lama memang mudah diserang, tinggal bikin script kecil jalan deh.

Ya sudah sekalian deh diremajakan lagi wajah lamanya, biar segar dan tak membosankan. Tetep dengan gaya ala-kadarnya :D

Monday, December 11, 2006

Sepeda Sejuta Umat

Beberapa hari lalu aku baca sebuah topik di sepedaku.com yang membahas sepeda (frame, tapi biar mudah kita sebut saja sepeda ya) yang aku pakai saat ini. Dari awal beli aku sudah tahu kalau sepeda ini adalah bajakan, bahasa kerennya generik. Tapi kemarin pas keluyuran dan ketemu teman-teman DCC (Depok Cycling Club) semakin membuktikan bahwa sepedaku tersebut selain bajakan juga sepeda sejuta umat! Waduh. Kira-kira ada 5 orang DCC yang memakai sepeda yang sama denganku :D.

Begini nih kalau pemula beli tanpa konsultasi dengan ahlinya, hehehe. Habis dulu bertanya ke google juga tidak ketemu informasi yang menyebutkan bahwa sepeda yang akan aku beli adalah sepeda sejuta umat. Lagian kata kunci yang kupakai juga bukan "sepeda sejuta umat", tapi "merakit sepeda". Dan lagi saat itu sudah ngebet banget pingin sepedahan, mumpung belum bulan puasa. Setelah punya sepeda, bergabung ke milist MTB-I, b2w-indonesia, forum sepedaku.com baru deh informasi sepeda mulai terkumpul sedikit demi sedikit.

Tak ada yang salah dengan memakai sepeda sejuta umat (ah paling di cap pemakai barang bajakan), toh yang penting stamina dan teknik prima. Memakai sepeda bukan bajakan dan bukan sejuta umat tentu lebih seru :p.

Apa ya alasan sepeda tersebut menjadi sepeda sejuta umat? Yang jelas murah meriah, bentuk dan warna keren, dan mungkin saja diantara sepeda-sepeda generik dia yang punya geometri paling pas. Selama ini kupakai enak-enak aja sih, bisa jadi karena belum pernah mencoba sepeda yang top habis, hihihi.

Hmmm, ingin sih suatu saat mengganti sepeda sejuta umat dengan salah satu sepeda ini :D.

Depok-Cibinong PP

Judul diatas bukan jurusan sebuah angkutan umum lho, melainkan jalur bersepeda 'pasaran' dilakukan oleh pehobi sepeda di seputaran Depok. Pun dengan aku. Hari Minggu lalu (10/12/2006) aku kesana bareng Pak Kandi (tetangga) untuk melampiaskan nafsu yang sudah diubun-ubun hahaha. Maksud hati ingin berpetualang keluar kota, tapi Kintan sedang tidak seperti biasanya.

Rupa-rupanya Pak Kandi sudah lama mengistirahatkan sepedanya sehingga perlu adaptasi kembali untuk genjot dengan jarak yang lumayan jauh. Kira-kira PP 30km-an. Lumayan kan Pak? Hehehe

Berangkat menyusuri jalan beraspal sampai disuatu (entah apa nama daerahnya, yang jelas setelah jalan Abdul gani) persimpangan aku mengajak beliau belok kiri. Biasanya belok kanan. Kami susuri jalan beraspal yang cukup variatif turunan-tanjakannya. Tapi kok sepertinya semakin menjauh dari target (kawasan Pemda Bogor di Cibinong). Setelah bertanya kepada sini-sana perjalanan diteruskan dengan masuk ke perkampungan sampai ketemu jalur single-track yang cukup menghibur. Sayang cuma sebentar. Akhirnya kami sampai juga di kawasan Pemda Bogor. Saatnya sarapan!!!

Kawasan Pemda Bogor di Cibinong (selanjutnya kita sebut saja Pemda) terkenal ramai setiap hari Minggu, terutama diramaikan oleh kehadiran pasar kaget selain oleh orang-orang yang berolahraga. Kawasan ini juga dikenal sebagai berkumpulnya para pehobi sepeda, terutama untuk sarapan sebelum melanjutkan aktivitas genjotnya. Ketika kami sampai ternyata sudah berkumpul orang-orang dari DCC (Depok Cycling Club). Kami pun berkenalan. Mereka mengundang kami untuk bergabung di acara mereka tanggal 23 Desember funbike ke Mega Mendung. Berangkat Sabtu dan pulang hari Minggu. Ya ya ya, bisa dipertimbangkan :D.

Setelah sarapan sepiring ketoprak dan sebotoh Teh botol diiringi ngobrol kiri-kanan-atas-bawah kami pun beranjak pulang. Jalur yang dipilih arah adalah Bojong/Citayam. Diawal-awal perjalanan kulihat dikiri jalan banyak jalan kampung yang entah tembus sampai mana. Tujuan kami tentu Studio Alam TVRI Cilodong. Selewat pertigaan Bojong-Citayam kami putuskan untuk menelusuri jalanan kampung. Ternyata sebuah tanjakan menyambut kami. Pak Kandi terpaksa mendorong karena telat memindahkan gir ke yang lebih ringan. Rupanya feeling-nya juga belum kembali, hehehe. Masuk terus ke dalam tanpa tahu jalan ini tembus kemana. Pokoknya kita menuju Depok :D. Bertanya sana-sini ke penduduk yang kami temui. Ketemu perumahan yang belum jadi, khawatir jalannya buntu. Puncak dari perjalanan ini adalah ketemu jalur single-track yang menuju rel diatas jembatan (lihat foto-foto). Ya, ini serunya pulang tanpa tahu jalan.

Lihatlah foto disamping ini. Ujung yang meruncing merupakan arah kami datang. Disebelah kanan rel terlihat jejak yang menunjukkan jalan ini sering dilintasi pengendara motor, sepeda, bahkan gerobak penjual tape.

Pemandangan disini juga bisa menghibur kebosanan bersepeda di jalan raya, bersaing dengan angkot, mobil pribadi, dan sepeda motor. Bagi kami ini adalah kali pertama bersepeda dijalur ini. Rupanya di sekitaran Depok ada juga jalur yang menarik (selain UI), hehehe. Dibawah merupakan sungai. Airnya deras, terlihat enak dipakai mandi jika airnya tidak berwarna coklat. Dari atas juga terlihat jalur yang bisa dipakai bersepeda. Sayang jalur dibawah terputus sungai sehingga tidak bisa menyeberang di sisi lain.

Sempat terbesit rasa khawatir tuk lewat di rel tersebut. Takut tiba-tiba ada kereta yang lewat ketika sedang bersepeda. Ngeri kan? Ternyata eh ternyata, kulihat rel sudah berkarat dan dibeberapa bagian ditumbuhi tanamanan liar. Artinya rel sudah lama tidak dilalui kereta. Rupanya di beberapa titik jembatan tersebut dibangun pula cekungan yang bisa dipakai berlindung ketika kereta lewat. Arsitek jembatan ini sudah memperhitungkan keselamatan pekerja jika suatu saat mereka memperbaiki rel.

Perjalanan pulang diteruskan. Tidak ada yang menarik lagi selain Pak Kandi yang beberapa kali kram! Maaf ya Pak, dan jangan kapok aku ajak keluyuran lagi.

Nah, sebagai suguhan penutup nikmatilah sebuah foto penampakan :p