Thursday, October 19, 2006

Mohon Maaf Lahir & Batin



Keluarga Bersepeda

Penghuni rumah ada 4, pun begitu dengan jumlah sepeda, hehehe. Akhirnya mama tertarik juga untuk bersepeda. Sebenarnya sudah ada sepeda mini (pertama kali beli sepeda), tapi memakai sepeda ini untuk jalan menanjak semi offroad di Studio Alam tentu tidak nyaman. Untuk nanjak di gerbang perumahan aja ngos-ngosan.

Berikut sepeda-sepeda kami :

Sepedanya Kintan. Sepeda roda tiga. Cukup didorong dan Kintan akan senang sambil mencet-mencet tombol pemutar musik (kalau sedang cemberut ya gak ngefek sih sepedaan).


Mama menyebut sepedanya Mbak Ma karena biasa dipakai untuk belanja, hehehe (mentang-mentang sudah punya sendiri nih). Sepedan ini sepeda pertama yang kami beli. Enak untuk bersepeda keliling komplek bersama Kintan. Nyaman di jalanan landai atau turun. Ngehe di tanjakan, tidak udah jauh-jauh, tanjakan gerbang perumahan aja cukup membuat kaki pegal memakai sepeda ini. Sampai sekarang terlihat baru terus karena plastik pembungkusnya tidak boleh dibuang sama mama. "Biar kelihatan baru terus", katanya.


Yes, this is my bike. Sepeda rakitan dengan komponen utama : frame generik Specialized S-Works M5, group set Shimano Alivio, fork RST Gila TC. Sepeda ini sudah mengantarkanku ke kantor dan rencananya sepulang mudik akan kupakai untuk melahap jalur offroad di seputaran Depok.


Yang terakhir adalah sepedanya siapa lagi kalau bukan sepeda mama. United Patrol Airs + RST Omega T7 + Shimano Alivio. Kujajal dari Cibinong ke rumah enak sekali, empuk. Nyaman di pantat. Senang mama bisa menikmati keasyikan bersepeda, walau harus berkorban dua celana robek bagian bawah tersangkut gir depan. Harus beli celana olahraga yang bagian bawahnya ketat sehingga tidak tersangkut-sangkut lagi ketika mengayuh pedal. Sengaja kurakit sengan spesifikasi yang hampir sama dengan sepedaku supaya bisa juga kupakai offroad kalau ingin memanjakan pantat :D

Wednesday, October 11, 2006

makan kok dibikin ruwet

Ini baru sekali terjadi di kantorku selama aku 6 tahun aku kerja disitu. Benar, baru kali ini aku mengalaminya. Sekali ini terjadi divisiku mau buka bersama tapi tidak diberi ijin oleh bigbos (VP). Entah apa alasannya. Tahun-tahun sebelumnya divisi selalu mengadakan buka bersama, bahkan bigboss juga diundang! Aturan baru kah?

Memang disini ada aturan baru, sebut saja code of conduct. Tapi itu kupahami adalah mengatur hubungan antara kantorku dengan rekanan kerja, vendor begitu kita menyebutnya. Tidak ada pasal (setahuku) yang melarang sebuah divisi mengadakan buka bersama. Bigbos ini maunya satu sub direktorat.

Cerita minggu lalu. Sekretaris divisi sudah pesan tempat di resto dekat kantor, menu sudah dipesan. Satu per satu karyawan ditanya mau pesan minum apa. Ok, semua sudah mengisi menu pilihan masing-masing. Tiba-tiba sore ada pengumuman buka bersama satu divisi dibatalkan. Gosipnya ada salah satu bos divisi (GM) yang tahu rencana ini dan mengadu ke bigbos sehingga acara ini tidak mendapat restu bigbos. Batal.

Cerita sore ini. 10 Oktober '06. Ok, semua setuju buka bersama satu sub dir. Kalender sudah dilingkari, tempat makan sudah dipesan. Sebut saja resto M. Berita itu datang pagi hari. Siang hari ada perubahan tempat makan, atas usul bos divisi (sama dengan diatas) dengan alasan antri makannya susah. Hari ini (11 Oktober '06) disetujui buka bersama sub dir di resto C. Dan, sore hari ini juga acara buka bersama dibatalkan! Entah apa alasannya, yang jelas GM (masih sama dengan diatas) mengusulkan perubahan hari. Huhhhh.

Aku kasihan dengan sekretaris yang sudah pesan resto sana-sini, bahkan mungkin harus dengan 'rayuan' agar dapat prioritas tempat eh ujung-ujungnya dibatalkan. Memang bagi resto ini adalah resiko bisnis. Hal biasa gitu lho. Tapi rasa malu sekretaris tentu bukan hal biasa. Bayangkan kalau anda sudah pesan (apapun itu) sambil ngotot, eh tiba-tiba anda sendiri yang membatalkan. Aku sih tengsin. Untung saja pesannya masih via telepon.

Makan kok dibikin ruwet. Sudahlah tidak usah buka bersama mengandalkan gratisan dari kantor. Langsung saja ngumpul di warung makan Klaten belakang kantor, makan sepuasnya dan bayar sendiri. Dijamin deh makan di resto kelas warteg pun akan nikmat untuk buka puasa. Lagian orang yang 'pro aktif' juga itu-itu aja, hehehe. Biar aja di makan sendiri kalau rewel soal buka puasa bersama. Atau kita makan dirumah masing-masing dengan keluarga? Kukira banyak yang memilih itu. Jadi ingat undangan perpisahan seorang teman dari divisi lain (yang masih satu sub dir) yang dimutasi. Tak seorang pun dari divisiku datang!

Monday, October 9, 2006

UI, yeaahhh!!!

Yes, kali ini aku mau nampang. Halal kan, wong 'dirumah' sendiri :D

Ceritanya, Sabtu kemarin (7 Okt '06), teman-teman B2W (Bike2Work) ngabuburit di hutan UI (Universitas Indonesia) Depok. Menunggu buka sambil menjajal trek offroad di hutan UI. Sangat menarik dan menantang, karena ini pertama kalinya buatku. Padahal rumah Depok ya, hihihi. Jangan dibandingkan dengan peserta lainnya, karena mereka lebih jago mengendarai sepeda.

Puasa-puasa mengayuh sepeda dari rumah ke UI sungguh membuat tenggorokan kering sekering-keringnya, kepala sedikit pusing. Ternyata banyak juga yang datang dari luar kota. Lho, bener kan luar kota? Depok sudah termasuk Jawa Barat dan teman-teman yang domisili di Jakarta tentu bisa disebut pendatang dari luar kota :D.

Satu putaran (pinginnya lebih, tapi waktu buka sudah mepet) dan langsung menuju rumah makan Bu Yanti di depan Rodalink. Habis 2 gelas es teh, 1 kaleng pocari sweat, sepiring nasi lauk sop dan ikan tongkol. Cukup di tebus dengan Rp 13.000,-.

UI, yeaahhh!!!

Meliuk Mengikuti Jalur

Beraksi di Turunan

Foto Keluarga

---

Terima kasih kepada Achmad Fauzi, fotografer Mingguan Ekonomi dan Bisnis Kontan atas foto-fotonya.

Thursday, October 5, 2006

Membangunkan Sahur (dengan cara) yang Menyebalkan

Aku teringat masa-masa ketika menghabiskan bulan Ramadhan di desaku. Tiap pagi takmir musholla berusaha membangunkan warga menggunakan pengeras suara musholla. Beliau mengingatkan waktu sahur secara kontinyu sampai saat imsak.Dulu, ketika belum ada listrik dan pengeras suara, beberapa warga berkeliling sambil 'bernyanyi' "sahur sahur, ... sahur sahur" untuk membangunkan warga. Sahur sendiri bukan syarat sah puasa, tak sahur pun puasa tidak masalah. Memang lebih baik sahur untuk bekal puasa di siang harinya. Bagi yang kuat, tak saur pun puasa jg aman-aman saja.

Nah, di komplek perumahanku. Pengurus masjid setempat juga berinisiatif membangunkan warga tiap hari untuk makan sahur. Niat yang mulia. Hanya caranya yang aku tidak suka. Menyebalkan bagiku. Mereka mengutus anak-anak/remaja untuk keliling komplek sambil 'bernyanyi' dan memukul-mukul jirigen, botol, atau apapun untuk membuat bunyi-bunyian yang nyaring dan memekakkan telinga. Mereka berjalan pelan sambil bermusik. Ibaratnya mereka klotekan pas didepan kupingku, iya pas banget. Senyenyak apapun tidur pasti terbangun. Dari dalam rumah saja suaranya terasa memekakkan telinga, bagaimana suara aslinya, hmmmm.

Kenapa tidak memanfaatkan pengeras suara masjid yang biasa digunakan untuk adzan? Aku kira volume yang biasanya aku dengar saat adzan subuh cukup untuk memjangkau seluruh sudut komplek. Dan, suaranya tidak sampai membuat Kintan ikut terbangun. Kasihan. Selain kasian mama yang harus susah payah menidurkan kembali, juga kasihan Kintan (dan mungkin bayi-bayi lain di komplek) jadi terganggu istirahatnya. Bayangkan saja, Kintan baru tidur jam sebelasan. Jam 3 dia dipaksa bangun oleh suara berisik ‘alarm sahur’. Untungnya Kintan tidak begitu susah untuk ditidurkan kembali, kasihan bagi orangtua yang bayinya harus rewel dulu sebelum tidur. Apalagi warga yang tidak puasa (non muslim) yang pas juga punya bayi. Bete gak sih mereka? Saya yakin mereka juga bete. Walau mereka minoritas, tapi toleransi perlu kan?

Benar, niat yang baik harus juga diiringi perbuatan yang baik pula. Kesimpulannya : untuk pengurus masjid, gunakan cara yang lebih manusiawi, manfaatkan pengeras suara masjid untuk mengingatkan makan sahur.

Sunday, October 1, 2006

Selamat Ulang Tahun Kintanku


Tak terasa setahun sudah kebersamaan kita terjalin sayang. Papa, Mama, Kintan sudah menjadi kesatuan.

Dalam setahun banyak yang Papa dan Mama pelajari dari Kintan. Tentu saja, tak cukup hanya sampai disitu pembelajaran ini. Belajar menjadi kepala rumah tangga, menjadi ayah dan menjadi diri sendiri akan terus bergulir seiring berjalannya waktu. Maafkan Papa (dan Mama) jika belum bisa memberi yang terbaik buat Kintan. Percayalah Papa dan Mama selalu berusaha.

Selamat ulang tahun Kintanku :)