Tuesday, February 28, 2006

Untitled

Tanggal 28 Januari yang lalu aku pindah ke rumah baru, dengan keluargaku tentunya. Lingkungan yang benar-benar baru. Teman-teman baru pula. Rekan kerja di kantor sering bertanya, dengan siapa aku di perumahan itu, maksud dia adakah teman sekantor yang mengambil rumah di perumahan yang sama denganku. Ketika masih kost di belakang kampus Perbanas, ada teman sealumni yang bertanya dengan siapa aku kost disitu. Kenapa banyak yang bertanya seperti itu ya? Apakah mungkin ada rasa malas untuk memulai bersosialisasi dengan semua yang serba baru? Hehehe, hanya mereka yang bisa menjawab. Bagiku, berteman harus luas. Kalau cuma bergaul dengan orang itu-itu saja kurang seru.

Tak terasa juga sebulan aku bertempur melawan kemacetan jalanan Depok-Jakarta-Depok. Sungguh bukan usaha yang ringan. Kata mas Wiepi, orang bisa menjadi semakin sabar atau malah darah tinggi menghadapi segala rintangan di jalan. Semoga aku menjadi orang yang sesuai dengan pilihan pertama, pantang mengeluh dalam segala keadaan.

Kemarin sore dikantor badanku bereaksi, mungkin karena terlalu lama menempuh perjalanan dipagi harinya. Senin memang hari kemacetan. Eh, ternyata hari ini juga. Mendung diikuti hujan mulai pagi membuat jalanan semakin padat. Semua memilih berhati-hati dengan mengurangi kecepatan. Hari juga masih mendung ketika aku menulis cerita ini. Hari ini aku tidak naik motor.

Bangun kesiangan membuat segalanya molor. Setelah istirahat cukup panjang, badan terasa lebih segar. Maafkan aku ma, karena semalam membiarkan mama sendiri menjaga dan menidurkan Kintan. Terima kasih atas semua usaha tanpa lelah mama, ... mmuach! Kami putuskan ke kantor naik kereta Depok Express.

Sebenarnya aku lebih senang menggunakan angkutan umum daripada kendaraan pribadi. Waktu perjalanan yang panjang bisa aku gunakan untuk membaca buku, melamun mencari inspirasi foto, atau bahkan hunting foto sekalian. Sayang saat ini semua itu belum memungkinkan. Belum ada angkutan umum yang efisien untuk mencapai kantorku dan mama. Efisien untuk kantong dan waktu tempuh. Jakarta sedang berbenah. Kemacetan yang diakibatkannya cukup hebat. Untung jam kantorku 'flexibel'. Naik motor menjadi pilihan tepat saat ini.

Semoga mental dan fisikku tetap kuat menyongsong hari esok yang (masih dan tetap) macet.

:)

Monday, February 27, 2006

PSSI JANCOK !!!!!!!!!

Sekali lagi Indonesia dipermalukan di dunia internasiona.Oleh PSSI! Entah mau ditaruh dimana muka Indonesia (dipantat kebo kali ya). Sumpah serapah sangat amat pantas sekali dilayangkan ke LBI (dan PSSI). Aku bingung mau mengumpat apa ke PSSI. Terlalu dalam luka yang digoreskan PSSI ke team kesayanganku. Arema Singo Edan.

Permintaan maaf tidaklah cukup, memberi maaf PSSI sama dengan melegalkan sebuah kebrobrokan! Harus ada tindakan hukum. Kerugian yang diderita sangat besar, terutama moril. Perjuangan Om Bendol, Firman Utina, dkk di final Copa Dji Sam Soe menguap begitu saja. Dimentahkan oleh ketelodoran LBI (PSSI). Semua warga Malang menangis, menangis tanpa air mata.

Tetap semangat Aremaku, Aremania!

-- aremania depok --

Kliping Berita dari berbagai sumber :
Detiksport
- Arema dan Persipura Terancam Didiskualifikasi
- Arema dan Persipura Dicoret dari Liga Champions Asia
- Manager Arema : Kami Telah Dipermalukan
- PSSI Mengaku Salah
- Kronolis Pencoretan Arema dan Persipura
- BLI Bungkam
- PSSI Tuai Kecaman
- Aremania Siap Demo PSSI

Kompas
- Persipura, Arema Dicoret dari Liga Champions

Gilabola
- Arema dan Persipura Dicoret dari Liga Champions Asia

Jawa Pos
- Arema-Persipura Tunggu AFC
- Ini Salah PSSI
- Arema Mengadu ke FIFA
- Agusman Segera Lakukan Investigasi
- Benny : PSSI Kampungan!

Media Indonesia
- Agusman Effendi Nilai Pengurus PSSI Teledor

Pikiran Rakyat
- Arema dan Persipura tak Bisa Ikut Champions

Suara Merdeka
- Arema Gagal Ikuti Liga Champions Asia

AremaniaFC
- Arema-Persipura Terancam Didiskualifikasi
- Akhirnya Arema-Persipura Dicoret LCA
- Aremania Siap Demo PSSI
- Aremania Laporkan PSSI ke Presiden
- Bendol : PSSI Kampungan!

Footballasia
- Indonesian and Thai teams thrown out of ACL

Sunday, February 26, 2006

Cerita Kehangatan Pagi













Weekend tanpa mood

Hi blog, ...
Ternyata aku mulai jatuh hati sama kamu, kamu menjadi tempat aku menumpahkan uneg-uneg. Mama dapat saingan nih :D

Cerita berawal ketika aku pulang (Jumat, 25 Feb 2006), teng go. Karena asyik menembus kendaraan antara Mampang - Margonda aku gak sadar ada beberapa telp yang mampir ke nomorku. Selain telp ada juga sms. Aku dan mama sudah sepakat mampir ke ITC Depok untuk membeli matras buat Kintan. Biar dia bisa guling-guling di lantai. Bersamaan adzan Magrib, aku sampai di parkiran motor ITC, ramai. Untung pengurus ITC memberi alokasi tempat yang luas untuk motor, sehingga kami bisa lebih muda mencari tempat untuk kharismaku.

Mushollah sudah ramai.
...

Naik tangga berjalan menuju toko perlengkapan bayi di lantai 2. Melihat-melihat kasur yang dipajang. Terlalu kecil kata mama. Paling hanya dipakai beberapa bulan saja, lagian orang dewasa gak bisa pakai. Aku teringat jaman kost di Sawojajar, Malang dulu. Kasurku berupa busa tipis, memanjang, ukuran ranjang kecil. Segera itu menjadi usulku. Carefour yang jadi tujuan.

Benar juga, usulku ada disana. Bertumpuk-tumpuk dengan aneka pilihan warna. Aku mengambil satu sebagai contoh ke mama. Entah kenapa saat itu ada yang mendorongku untuk melihat HP di saku celana. Ada misscall 3x dari managerku. Ada apa ya? Aku telp dia. Gak ada yang jawab, mungkin sedang shalat. Ok lha, ... lanjut diskusi dengan mama soal kasur.

Belum lama diskusi, hpku berdering. My boss call me. Segera kujawab panggilan tersebut. Air mukaku langsung berubah begitu sapaan aku lontarkan. Suara penuh amarah langsung menudingku, wajahku pucat, istriku langsung heran, bertanya ada apa. "Ada masalah ma", jawabku. Diseberang sana, bosku masih dengan nada marah --penuh amarah membabi buta-- menuding script (program kecil yang ditulis shell command) buatanku menjadi biang kerok masalah. Tentu membuat aku pucat, karena script itu berhubungan dengan 'uang' perusahaan. Managerku panik, kalang kabut, membabi buta dengan marahnya. Dari nada bicaranya seperti hendak membunuhku dengan menelan bulat-bulat.

Aku mencoba kalem, memberi penjelasan. Aku minta dia menerangkan satu-satu apa masalahnya. Istriku dengan suara pelan ingin berkata padaku untuk membatalkan acara belanja buat Kintan, pulang saja. Mungkin dia shock melihat ekspresi wajahku yang pucat dimarahi bos. Kuterangkan alur dari scriptku, dengan pelan dan rinci. Kondisi-kondisi yang aku duga membuat dia error. Setelah aku beri penjelasan, dia agak tenang. Intonasinya mulai diperlambat, tidak seperti diawal pembicaraan. Segera semua scriptku yang berhubungan dengan 'uang' di nonaktiflkannya. Tentu aku yang memandu.

Setelah bos menutup telponnya, aku membaca sms yang ada di inbox. Rekan kerjaku, Kang Henry bertanya ada apa kok si bos kalang kabut bukan main? Aku jelaskan lewat sms pula. Aku dan istriku sudah kehilangan mood untuk meneruskan belanja, semua dirusak oleh kepanikan bosku. Karena sayang pulang dengan tangan kosong, kami beli saja matras (kasur busa) yang tadi kami lihat dari awal. Gak ada mood lagi untuk memilih-milih. Mood untuk menenangkan diri di weekend sudah dirusak oleh kepanikan dan kemarahan bosku. Huuuuu .........

Sampai dirumah langsung aku dial-up ke kantor, tanpa mandi, tanpa ganti baju, apalagi makan malam. Benar dugaanku tadi. Waktu proses yang lama di mesin IN (Intellingent Network) membuat aku mengirim ulang transaksi pengisian pulsa yang gagal sehari sebelumnya. Supaya yang membaca blog ini tidak bingung aku jelaskan garis besar alur script bikinanku. Ketika orang mengisi pulsa, VoMS (Voucher Management System) mengirim transaksi ke IN. Jika tidak ada konfirmasi dari IN, sebut saja time out, VoMS merubah status transaksi tersebut menjadi pending. Transaksi tersebut harus dikirim ulang. Nah, tugas dari scriptku adalah mengirim ulang transaksi tersebut. Metode pengiriman transaksi yang aku gunakan berbeda dengan VoMS. Karena aku menggunakan batch maka kemungkinan gagalnya lebih kecil. Scriptku mengirim ulang transaksi tersebut. Kemudian menunggu beberapa saat, script mencari log output dari transaksi yang dikirim. Jika log-nya tidak terbentuk setelah waktu tunggu yang ditentukan (aku set tentunya) maka transaksi tersebut dianggap gagal, dan harus dikirim ulang. Disini akar masalah yang membuat panik si bos. Ternyata waktu tunggu yang aku set masih kurang, IN lama memproses batch yang dikirim scriptku, tidak biasanya. Bisa ditebak, aku mengirim lagi transaksi tersebut. Padahal, IN sedang memproses batch yang aku kirim sebelumnya! Dobel! Ya, transaksi yang seharusnya sekali manjadi dua kali. Pelanggan diuntungkan karena mendapat pulsa 2x dari yang dia isi. Segera aku kirim ulang batch yang tadi dengan menambah minus di depan nilai nominal pulsa. 2 - 1 = 1. Masalah teratasi, ... mudah bukan? Jika ada pelanggan yang telah menghabiskan kelebihan yang tidak sengaja aku beri tadi, tentu hasil penguranganku menghasilkan nilai minus. I don't care, ... its your fault. Kelebihan tadi bukan hak pelangggan!

Done, masalah selesai. Aku memberi kabar ke Kang Henry dan bos.

Ternyata yang gerah dengan sikap arogan, yang dipicu kepanikan tinggat akut bos bukan hanya aku, Kang Henry juga merasakan hal serupa. Dia ikut menegaskan sumber masalah tadi. Masalah begini aja paniknya seperti mau kiamat. Bosku takut dengan audit dan revenue assurance! Toh masalah tersebut mudah diselesaikan. Tak lebih dari 10 menit.

Moodku sudah kacau, aku dongkol. Jujur aku marah, merasa terhina dengan muntahan amarah bos disaat mengawali pembicaraan di telepon. Langsung menyalahkan tanpa bertanya sebab-musabab terlebih dahulu. Terbukti dengan aku menjelaskan kondisi yang mungkin penyebab error emosi dia mulai meredam. Shit! Respectku terhadap dia langsung melorot. Aku membuat script itu dengan susah payah, tidak ada briefing apapun saat itu, aku buat saja dengan naluri dan logikaku menganalisan masalah yang terjadi. Dia mulai bereaksi ketika audit mulai masuk mengacak-ngacak, bertanya-tanya alur kerja dan sebagainya di departemenku. Semua kondisi yang akan ditanyakan audit sudah aku siapkan tanpa aku bertanya arahan dari dia! Sudahlah, aku tidak mau mengungkit-ungkit yang sudah berlalu, kata Kang Norman Bidjak itu tanda tidak ikhlas! Semoga aku manjadi orang yang tahu diri.

Sabtu pagi si bos telp aku, ... malesssssssss mo jawab, cuekin saja. Besok senin pasti aku diomelin. Emang gue pikirin!!!

Thursday, February 23, 2006

Jangan Remehkan Haji Dimun

Ada yang sudah mendengar nama Haji Dimun? Atau saudaranya Haji Dimun, bahkan mungkin teman sepermainan Haji Dimun? Mohon maaf kalau ada diantara yang membaca tulisan ini mempunyai hubungan yang sangat erat dengan Haji Dimun.

Haji Dimun yang saya maksud disini adalah nama jalan, jalan menuju rumahku. Saya punya keyakinan bahwa Haji Dimun adalah orang yang 'besar' diwilayah Depok Timur. Namanya saja diabadikan sebagai nama jalan, walau nama gaul yang terkenal untuk wilayah tersebut adalah jalan BBM. Jalan alternatif menuju Cilodong.

Ini bukan cerita tentang sejarah jalan tersebut, bukan pula tentang pemilik nama Haji Dimun. Tapi tentang apotik yang berada di sekitar Haji Dimun, tidak jauh dari tempat pangkalan ojeg di mulut jalan, apotik tempat kami (saya dan istri) membeli minyak telon untuk si kecil dirumah.

Sejak dari beberapa minggu yang lalu, ketika cadangan minyak telon untuk Kintan menipis, aku dan istri berusaha mencarinya di apotik dan toko swalayan besar di seputaran Raya Bogor. Nihil! Yg kami cari bukan merk yang sulit, bukan juga barang eksklusif. Waktu masih bertempat tinggal di Jakarta, minyak telon tersebut kami temukan di Carefour Ambassador. Apotik sekelas Century, Guardian tidak menjual produk ini (atau sedang habis stok?).

Gila, padahal merknya beken bo, bukan minyak telon merk mbah jambrong (maaf ya mbah pinjam nama) produksi antah brantah. Minyak telon yang kami cari merknya Cusson. Karena Kintan memakai minyak telon ini sejak lahir dan tidak ada keluhan, makanya kami ragu untuk pindah ke lain hati (merk).

Semalam sepulang kerja, kami mampir membeli makan di Ruko Sukmajaya. Disitu ada apotik. Istriku mencoba mencari minyak telon tersebut disana. Nihil! Eh, ada kejadian lucu di depan apotik ini, nanti saja aku tulis ceritanya :p. Waduh ... masak harus ke ITC Depok untuk mencari sebotol minyak telon merk Cusson. Aku memberi saran ke mama (begitu aku memanggil istriku) untuk mencoba mencari di apotik seputaran Haji Dimun.

"Mana ada Pa, ... apotik sekelas Century dan Guardian aja gak jual." Ada nada pesimis dalam ucapan mama. Sekenanya aja aku jawab. "Mungkin Cusson gak ada kerjasama distribusi kali sama mereka. Sudahlah kita coba saja ... siapa tahu. Apa salahnya mencoba sih?"

Bebek goreng dan nasi uduk pesananku sudah dibungkus, selesai membayarnya kami berdua melanjutkan perjalanan pulang. Melewati perumahan Permata Depok, Pondok Sukmajaya, PT Indovertex, jajaran toko, bengkel cuci motor, warung makan, polsek Sukmajaya, pom bensin. Diakhiri dengan belok kanan masuk ke jalan Haji Dimun, melewati deretan antrian tukang ojeg sepanjang lebih dari 30m. Dalam hati bergumam, "yang paling bontot akan narik penumpang jam berapa ya?" Saat itu Omega Seamasterku menunjukkan jam 19.00 waktu Depok.

Lepas deretan tukang ojeg, sampailah didepan apotik tersebut. Lupa apa nama apotiknya. Jangan dibandingkan dengan apotik Century atau Guardian yang punya banyak jaringan, bercokol di tempat-tempat strategis dengan tempat sempit tapi ditata eksklusif sehingga mudah diingat. Sekali lagi ini apotik kelas Haji Dimun! Obat-obatan yang dijual? Hmm, belum tahu. Ini kali pertama kami mampir.Bangunan apotik ini cukup besar. Melebar sekitar 5 meter. Ada beberapa motor yang parkir didepannya. Tata ruang dan penataan etalase juga standar saja, seperti toko pada umumnya. Pramuniaganya juga tidak memakai seragam resmi. Begitulah kesan pertama ketika memarkir motor didepan apotik tersebut.

Mama yang masih pesimis turun dari motor tanpa melepas helm. Wajahnya tiba-tiba ceria. "Ada Pa!". Langsung saja istriku bergegas menuju etalase apotik. Sambil memilih-milih aku getok saja helmnya sambil keluar ledekanku. Istriku cuma nyengir sambil memukul balik helmku. Walhasil 2 botol minyak telon Cusson bisa kami dapatkan tanpa jauh-jauh ke ITC Depok. Lega ... ternyata keren juga apotik Haji Dimun ini!

Jadi, ... jangan malu untuk mencoba, tampilan luar dan nama besar bukan jaminan!

Peace Ma ... mmuach :)

Kaki vs Roda Kijang

Jangan bingung melihat judul diatas. Itu bukan pertandingan olahraga, bukan juga persaingan antar komunitas. Tapi adalah kakiku yang terlindas oleh roda mobil kijang.

Rabu, tgl 15 Februari '06 pagi hari aku meluncur dari rumahku dibalik Studio Alam TVRI Depok. Melaju sukses menembus rapatnya barisan motor dan mobil di jalan Margonda, putaran dan halte UI, penyempitan Lenteng Agung. Aku sendiri mengendarai motor Honda Kharisma hitam tahun 2003 'pinjaman' mertua. Kendaraan yang bisa melaju 60km lebih selewat penyempitan di Lenteng Agung, tersendat oleh padatnya angkot ngetem di pertigaan Setu Babakan. Aku masuk didalam rerimbunan rimba kendaran dan polusi.

Suasana jalanan yang padat membuat otak bekerja keras mengintegrasikan kerja tangan, kaki dengan mata, menjaga keseimbangan, jangan sampai lengah hingga membahayakan atau bahkan mencium kendaraan lain di samping dan depan. Tiba-tiba ada motor yang mengerem mendadak didepan, wah kaget juga. Reflekku langsung menyuruh kaki menginjak pedal rem dan tangan kanan menarik tuas rem depan. Stang kendali sedikit aku belokkan ke kanan. Dan ... selamat! Untuk menjaga keseimbangan, aku merentangkan kaki kanan, beralaskan sandal menapak aspal.

Gak kusangka, ada mobil kijang dari belakang ... istriku diboncengan kaget karena lututnya yang ditekuk sudah menyentuh badan mobil. Kondisi motor saat itu sudah berhenti menunggu antrian lewat. Aku melihat lutut istriku bersinggungan, dan dalam waktu sepersekian detik, aku menjerit tertahan ... "ahhh". Kaki kananku terlindas roda mobil!!!. Mobil tersebut berjalan pelan perlahan, dan karenanya kakiku semakin lama merasakan gilasan roda depannya.

Bersamaan dengan jeritanku, kendaraan didepanku sudah mulai berjalan. Tentu saja lalu lintas menjadi terhambat karena aku dan mobil tersebut berhenti untuk beberapa saat. Dengan sedikit mengerang aku menjalankan kembali motor dan berusaha menepi, mobil tadi masih berhenti. Mungkin si supir masih kaget. Seorang pengendara motor yang lewat mendahuluiku menudingkan jarinya ke arah mobil tadi yang masih berhenti. Gak tahu apa maksudnya. Mungkin dia menyuruhku untuk menyelesaikan insiden ini dengan si supir. Aku berhenti saja di trotoar.

Ditengah padatnya arus kendaran aku lupa mobil mana yang tadi melindas kakiku. Yg jelas terngiang di pikiranku ya kijang silver. Mungkin dia tahu aku berhenti, tapi terus saja melaju. Aku biarkan saja, aku gak mau memperpanjang urusan. Biarlah menjadi hari naasku saja. Dari sudut pandang dia, pasti aku yg salah. Aku juga gak tahu.

Istriku tentu panik bukan kepalang. Melihat aku dimarai polisi di jalan Thamrin gara-gara pajak motor yang sudah mati saja istriku sudah shock. I love u ma, .... mmuach. Memastikan apa yang terjadi ketika melihat aku mengeran kesakitan sambil melepas kaos kaki. Kenapa sampai seperti itu, dan banyak lagi. Reaksi pertama tentu ingin ke membawaku ke rumah sakit.

Setelah beberapa saat menahan sakit, aku berdebat. Aku tidak ingin dia telat (apalagi bolos) kerja dan ingin melanjutkan perjalanan dengan alasan kakiku tidak apa-apa, dia ingin pulang dan periksa ke rumah sakit terdekat. Pendapat istriku menang, akhirnya aku putuskan pulang, balik ke Depok. Istriku beralasan daripada nanti bengkak dan tidak bisa mengendarai motor pulang. Aku juga berpikiran pasti kakiku habis ini bengkak.

Setelah melewati pertigaan Setu Babakan, putar balik dan melaju ke arah Depok. Karena masih pagi arus yang padat berada di jalur menuju Jakarta. Tanpa ada kesulitan aku sampai di Depok. Karena masih pagi klinik belum ada yang buka, walaupun ada tentu yang ada hanya perawat saja. Kami putuskan untuk lanjut saja pulang. Menunggu reaksi yang timbul sambil istirahat, jika reaksinya negatif maka ke rumah sakit. Sesampai dirumah langsung memberi kabar ke teman-teman kantor untuk ijin tidak masuk kerja. Alhamdulillah tidak ada reaksi seperti yang kami khawatirkan.

Tinggal rasa nyeri yang sampai aku menulis ini masih ada. Tentu nyerinya bukan seperti nyeri saat dilindas, hanya 'rasa ngganjel' (susah mendeskripsikannya) yang berbeda aja. Untuk memastikan bahwa semua ok harus ke rumah sakit untuk rontgen, melihat apa ada pendarahan dalam yang sakitnya tidak terasa saat ini. Cerita dari istriku ada seseorang yang tidak merasakan sakit setelah mengalami insiden serupa, tapi kemudian didiagnosa dokter menderita kangker tulang karena ada pendarahan didalam yang tidak terasa sakit sebelumnya. Orang itu akhirnya diamputasi. Ngeriiii ...

Semoga dalam waktu dekat ini bisa rontgen. Ngomong-ngomong, di Depok dan sekitarnya, rumah sakit mana ya yang menyediakan jasa ini?

Sekonic dari Mama dan Wishlistku

Buat yang hobi motret biasanya tidak asing denang nama Sekonic. Beberapa minggu yang lalu seorang kurir dari JPCkemang mengantarkan sebuah barang ke kantor. Sebuah light meter sekonic akhirnya ada di tangan, Sekonic L-308S Flashmate. Hadiah dari istriku yang tercinta.

Tidak aku sangka aku mendapat kejutan ini, mengingat saat itu kondisi keuangan keluarga sedang 'prihatin'. Ternyata istriku mendapat bonus dari kantornya dan sebagian dialokasikan untuk membelikanku sebuah light meter.

Memang dari dulu aku senang ngobrol dengan istri soal jalur fotografi yang ingin aku ikuti. Street photography, begitu bahasa kerennya. Dan dari hasil membaca dan mencoba aku rasa aku butuh sebuah incident light meter untuk menjugde exposure. Dan aku bercerita kalau aku suatu saat nanti ingin membelinya.

Dan sekarang aku sudah punya! Aku tunjukkan perbedaan pola kerja light meter ini dengan light meter bawaan body kamera. Kelebihan dan kekurangannya. Tentu saja, dengan bantuan light meter ini, istriku juga lebih gampang mengambil foto Kintan karena lebih mudah dalam memperhitungkan exposure.

Kevakuman motret sejak anakku lahir akan perlahan aku kikis, akan aku gebrak studio alam dan sekitarnya (nyombong bgt ya :D) ... dengan senjata baru hadiah dari istri terncintaku. Tapi ngomong-ngomong masih ada daftar wishlist yang lain lho ma :
- Xpan atau kamera rangefinder lain yang simpel untuk dibawa tiap hari ke kantor
- lensa Nikkor 35/2 untuk disandingkan dengan nikkor 50/1.8 guna mensenjatai F80, D70 cukup dengan kitnya saja
- sebuah kamar untuk dark room dan tentu saja perangkatnya juga.
Mmmm, apa lagi ya? :p ...

Udah ah ... daripada ditimpuk istriku gara-gara mikirin hobi. :p

hehehehehe ...

Senangkan Mereka Semasa Hidup

Artikel kiriman teman kantorku ... thanks to Mas Dadik

Untuk sobatku Toton Hutomi ... jangan sia-siakan kesempatan Ton!
Untuk sobatku K.A Zikri Hayat, ... doa dari kamu sangat dinanti-nantikan beliau.

---

Senangkan Mereka Semasa Hidup



Usia ayah telah mencapai 70 tahun, namun tubuhnya masih kuat. Dia mampu mengendarai sepeda ke pasar yang jauhnya lebih kurang 2 kilometer untuk belanja keperluan sehari-hari. Sejak meninggalnya ibu pada 6 tahun lalu, ayah sendirian di kampung. Oleh karena itu kami kakak-beradik 5 orang bergiliran menjenguknya.

Kami semua sudah berkeluarga dan tinggal jauh dari kampung halaman di Teluk Intan. Sebagai anak sulung, saya memiliki tanggung jawab yang lebih besar. Setiap kali saya menjenguknya, setiap kali itulah istri saya mengajaknya tinggal bersama kami di Kuala Lumpur.

"Nggak usah. lain kali saja.!"jawab ayah. Jawaban itu yang selalu diberikan kepada kami saat mengajaknya pindah. Kadang-kadang ayah mengalah dan mau menginap bersama kami, namun 2 hari kemudian dia minta diantar balik. Ada-ada saja alasannya.

Suatu hari Januari lalu, ayah mau ikut saya ke Kuala Lumpur. Kebetulan sekolah masih libur, maka anak-anak saya sering bermain dan bersenda-gurau dengan kakek mereka. Memasuki hari ketiga, ia mulai minta pulang. Seperti biasa, ada-ada saja alasan yang diberikannya. "Saya sibuk, ayah. Tak boleh ambil cuti. Tunggulah sebentar lagi. akhir minggu ini saya akan antar ayah," balas saya. Anak-anak saya ikut membujuk kakek mereka.

"Biarlah ayah pulang sendiri jika kamu sibuk. Tolong belikan tiket bus saja yah." katanya yang membuat saya bertambah kesal. Memang ayah pernah berkali-kali pulang naik bus sendirian.

"Nggak usah saja yah." bujuk saya saat makan malam. Ayah diam dan lalu masuk ke kamar bersama cucu-cucunya. Esok paginya saat saya hendak berangkat ke kantor, ayah sekali lagi minta saya untuk membelikannya tiket bus. "Ayah ini benar-benar nggak mau mengerti yah. saya sedang sibuk, sibuuukkkk!!!" balas saya terus keluar menghidupkan mobil.

Saya tinggalkan ayah terdiam di muka pintu. Sedih hati saya melihat mukanya. Di dalam mobil, istri saya lalu berkata, "Mengapa bersikap kasar kepada ayah? Bicaralah baik-baik! Kasihan khan dia.!" Saya terus membisu.

Sebelum istri saya turun setibanya di kantor, dia berpesan agar saya penuhi permintaan ayah. "Jangan lupa, Pa.. belikan tiket buat ayah," katanya singkat. Di kantor saya termenung cukup lama. Lalu saya meminta ijin untuk keluar kantor membeli tiket bus buat ayah.

Pk. 11.00 pagi saya tiba di rumah dan minta ayah untuk bersiap. "Bus berangkat pk. 14.00," kata saya singkat. Saya memang saat itu bersikap agak kasar karena didorong rasa marah akibat sikap keras kepala ayah. Ayah tanpa banyak bicara lalu segera berbenah. Dia masukkan baju-bajunya kedalam tas dan kami berangkat. Selama dalam perjalanan, kami tak berbicara sepatah kata pun.

Saat itu ayah tahu bahwa saya sedang marah. Ia pun enggan menyapa saya.! Setibanya di stasiun, saya lalu mengantarnya ke bus. Setelah itu saya Pamit dan terus turun dari bus. Ayah tidak mau melihat saya, matanya memandang keluar jendela. Setelah bus berangkat, saya lalu kembali ke mobil. Saat melewati halaman stasiun, saya melihat tumpukan kue pisang di atas meja dagangan dekat stasiun. Langkah saya lalu terhenti dan teringat ayah yang sangat menyukai kue itu. Setiap kali ia pulang ke kampung, ia selalu minta dibelikan kue itu. Tapi hari itu ayah tidak minta apa pun.

Saya lalu segera pulang. Tiba di rumah, perasaan menjadi tak menentu. Ingat pekerjaan di kantor, ingat ayah yang sedang dalam perjalanan, ingat Istri yang berada di kantornya. Malam itu sekali lagi saya mempertahankan ego saya saat istri meminta saya menelpon ayah di kampung seperti yang biasa saya lakukan setiap kali ayah pulang dengan bus.

Malam berikutnya, istri bertanya lagi apakah ayah sudah saya hubungi. "Nggak mungkin belum tiba," jawab saya sambil meninggikan suara.

Dini hari itu, saya menerima telepon dari rumah sakit Teluk Intan. "Ayah sudah tiada." kata sepupu saya disana. "Beliau meninggal 5 menit yang lalu setelah mengalami sesak nafas saat Maghrib tadi." Ia lalu meminta saya agar segera pulang. Saya lalu jatuh terduduk di lantai dengan gagang telepon masih di tangan. Istri lalu segera datang dan bertanya, "Ada apa, bang?" Saya hanya menggeleng-geleng dan setelah agak lama baru bisa berkata, "Ayah sudah tiada!!"

Setibanya di kampung, saya tak henti-hentinya menangis. Barulah saat Itu saya sadar betapa berharganya seorang ayah dalam hidup ini. Kue pisang, kata-kata saya kepada ayah, sikapnya sewaktu di rumah, kata-kata istri mengenai ayah silih berganti menyerbu pikiran.

Hanya Tuhan yang tahu betapa luluhnya hati saya jika teringat hal itu. Saya sangat merasa kehilangan ayah yang pernah menjadi tempat saya mencurahkan perasaan, seorang teman yang sangat pengertian dan ayah yang sangat mengerti akan anak-anaknya. Mengapa saya tidak dapat merasakan perasaan seorang tua yang merindukan belaian kasih sayang anak-anaknya sebelum meninggalkannya buat selama-lamanya.

Sekarang 5 tahun telah berlalu. Setiap kali pulang ke kampung, hati saya bagai terobek-robek saat memandang nisan di atas pusara ayah. Saya tidak dapat menahan air mata jika teringat semua peristiwa pada saat-saat akhir saya bersamanya. Saya merasa sangat bersalah dan tidak dapat memaafkan diri ini.

Benar kata orang, kalau hendak berbakti sebaiknya sewaktu ayah dan ibu masih hidup. Jika sudah tiada, menangis airmata darah sekalipun tidak berarti lagi.

Kepada pembaca yang masih memiliki orangtua, jagalah perasaan mereka. Kasihilah mereka sebagaimana mereka merawat kita sewaktu kecil dulu.


Aku ingin pulang ...

Ingin menangis rasanya membaca artikel kiriman temanku. Di artikel tersebut menceritakan hubungan antar anak dan ayahnya. Aku sangat tersentuh karena bapakku juga baru saja tinggal dirumahku setelah membantu pindahan rumah tanggal 28 januari '06. Karena bapak jauh lebih berpengalaman soal benah-benah ya beliau juga yang menambalsulam rumah supaya lebih laik huni.

Saat itu aku bercerita kalau suatu saat nanti aku ingin merenovasi rumah yang aku beli. Tentu saja sambutan positif dari beliau, tapi ada beberapa kata yang membikin aku miris, "kalau Bapak masih ada umur, ya nanti Bapak bantu." Degggg, ... menulis kalimat tadi saja aku ingin menangis ...

Seperti yang ditulis di artikel kiriman temanku, bapak memang tidak begitu kerasan tinggal berlama-lama di rumahku. Beliau ingin segera pulang, tapi aku minta diundur sampai hari sabtu, karena aku ingin mengantar ke stasiun Gambir. Alhamdulillah bapak mau menerima permintaanku.

Awalnya aku tidak mengerti kenapa bapak pingin cepat-cepat pulang, bahkan tidak mau merepotkan aku tuk sekedar mengantar ke stasiun. Setelah aku pikir-pikir, mungkin itulah 'gaya' ortu. Tidak mau merepokan anaknya (dan memang lebih nyaman tinggal dirumah sendiri daripada numpang) karena memang mereka yang 'mengabdi' ke anak. 'Pengabdian' untuk si buah hati dari ketika masih di dalam rahim sampai dia dewasa kelak. Ekspresi dari cinta dan sayang, ... pengorbanan.

Nah, sebagai anak tentu aku yang harus tahu diri. Bukan orang tua yang kuminta berlama-lama di rumahku, walau ada bidadari kecilku, cucu beliau, tapi aku (dan keluargaku) yang harus berlama-lama tinggal di rumah ortuku. Memang tidak bisa lama karena terbentur dengan aktivitas di kantor, tapi apalah artinya karir setinggi langit tingkat 7 kalau harus kehilangan kehangatan orang tua. Bapak (dan ibu) yang sudah merasa dekat dengan liang lahat harus lebih aku prioritaskan. Aku harus membahagiakan beliau, membuat beliau ikhlas meninggalkan dunia ini. Ikhlas karena khusnul khotimah dan bahagia mempunyai anak, mantu, cucu yang berbudi. Sekarang aku mempunyai empat ortu, semua harus aku bahagiakan. Surga ada dibawah restu beliau!

Ya ... aku ingin pulang ke Turen. InsyaAllah ketika Kintan sudah mulai makan bubur susu aku mau mengajak keluargaku pulang ke kampung halamanku. Berapapun biaya yang akan aku keluarkan aku gak perduli. Uang bisa aku cari lagi!

Kintan, mama ... ayo maen ke Turen :)

--

... pagi ini aku menangis di depan monitorku yang lusuh